Apakah Undang undang pajak Indonesia merekomendasi PSAK dan mengadopsi framework for reporting sebagai acuan untuk menghitung besarnya pajak yang terutang?
a. Merekomendasi PSAK sebagai acuan sebagaimana disebutkan dalam penjelasan pasal 28 ayat ( 7 ) U.U.No.28 tahun 2007.
"Dengan demikian pembukuan harus diselenggarakan dengan cara atau sistem yang lazim dipakai di Indonesia , misalnya Standar Akuntansi Keuangan, kecuali peraturan perundang-undangan perpajakan menentukan lain."
b. Mengadopsi framework for reporting sebagai acuan, antara lain sebagaimana dinyatakan dalam:
-
Pasal 28 ayat [ 3 ] U.U No. 28/2007 untuk konsep full disclosure
Full disclosure menuntut pelaporan informasi keuangan yang cukup bagi pembacanya. Pengertian cukup dalam hal ini tidak saja mengandung arti dapat diterima dan dimengerti tetapi juga bermakna laporan keuangan yang disajikan menggambarkan apa yang sebenarnya terjadi .
Apakah ketentuan perpajakan di Indonesia mengacu konsep ini, dapat kita cermati dari ketentuan dalam Pasal 28 ayat [ 3 ] dan U.U.No. 28 Tahun 2007
" Pembukuan atau pencatatan tersebut harus diselenggarakan dengan memperhatikan iktikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya ( faithfull presentation )".
-
Pasal 28 ayat [ 4 ] dan ayat ( 8 ) U.U.No. 28 Tahun 2007 untuk konsep monetary unit
Satuan mata uang adalah alat pengukur yang sangat penting dalam dunia usaha dan akuntansi.
Kita tidak dapat menambahkan persediaan barang dagangan dengan aktiva tetap dalam neraca jika tidak mempunyai alat ukur yang sama.
Agar kedua harta ini dapat dijumlahkan, kita membutuhkan alat pengukur yaitu mata uang sebagai denominator.
Apakah ketentuan perpajakan di Indonesia mengacu konsep ini, dapat kita cermati dari ketentuan dalam Pasal 28 ayat [ 4 ] dan ayat ( 8 ) U.U.No. 28 Tahun 2007 yang mewajibkan agar "Pembukuan atau pencatatan tersebut harus diselenggarakan dengan menggunakan huruf latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keungan" .
" Pembukuan dengan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah dapat diselenggarakan oleh Wajib Pajak setelah mendapat izin Menteri Keuangan ".
-
Pasal 28 ayat [ 5 ] UU No. 28 Tahun 2007 untuk konsep consistency dan accrual
Menurut konsep ini ( consistency ) penggunaan metode akuntansi dari satu periode ke periode berikutnya haruslah sama.
Apakah ketentuan perpajakan di Indonesia mengacu konsep ini, dapat kita cermati dari ketentuan dalam Pasal 28 ayat [ 5 ] UU No. 28 Tahun 2007,
" Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas " dan dengan stelsel akrual atau stesel kas ".
-
Pasal 28 ayat [ 6 ] UU No. 28 Tahun 2007 untuk konsep periodicity
Periode akuntansi adalah jangka waktu tertentu yang digunakan sebagai dasar untuk menghitung posisi keuangan suatu perusahaan. Periode akuntansi dibutuhkan sesuai dengan konsep kesinambungan. Periodicity menuntut laporan keuangan dapat disajikan secara berkala, yaitu tahunan.
Apakah ketentuan perpajakan di Indonesia mengacu konsep ini, dapat kita cermati dari ketentuan dalam penjelasan Pasal 28 ayat [ 6 ] UU No. 28 Tahun 2007 .
" Tahun pajak adalah sama dengan tahun kalender kecuali Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender ".
-
Pasal 4 ayat [ 1 ] U.U.No. 36 Tahun 2008 untuk konsep realisasi
Menurut konsep ini penghasilan hanya dilaporkan jika telah terjadi transaksi penjualan.
Apakah ketentuan perpajakan di Indonesia mengacu konsep ini, dapat kita cermati dari ketentuan dalam Pasal 4 ayat [ 1 ] U.U.No. 36 Tahun 2008
" Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima [cash basis] atau diperoleh [accrual basis] Wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indoneisa, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dana dalam bentuk apapun.
-
Pasal 6 ayat [ 1 ] U.U.No. 36 Tahun 2008 untuk konsep matching
Menurut konsep ini laba bersih diukur dengan perbedaan antara penghasilan dan beban pada periode yang sama.
Apakah ketentuan perpajakan di Indonesia mengacu konsep ini, dapat kita cermati dari ketentuan dalam Pasal 6 ayat [ 1 ] U.U.No. 36 Tahun 2008
" Besarnya penghasilan kena pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. "
-
Pasal 9 ayat [ 1 ] huruf huruf b U.U.No. 36 Tahun 2008 untuk konsep economic entity
Suatu usaha dinyatakan terpisah dari pemiliknya. Transaksi yang terjadi dengan perusahaan bukanlah transaksi perusahaan dengan pemiliknya. Karena itu harta perusahaan bukan kepunyaan pemilik.
Economic entity menuntut pemisahan antara kegiatan pemilik dengan unit bisnis.
Apakah ketentuan perpajakan di Indonesia mengacu konsep ini, dapat kita cermati dari ketentuan Pasal 9 ayat [ 1 ] huruf huruf b U.U.No. 36 Tahun 2008 menyatakan " Untuk menentukan " besarnya penghasilan kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota" .
-
Pasal 9 ayat [ 1 ] huruf c UU No. 36 Tahun 2008 untuk konsep conservatism.
Konsep ini berlaku untuk pengakuan terhadap kerugian. Artinya, kerugian dalam akuntansi boleh diakui meski belum terealisasi. Contohnya, piutang tak tertagih.
Apakah ketentuan perpajakan di Indonesia mengacu konsep ini, dapat kita cermati dari ketentuan dalam:
1. Pasal 6 ayat [ 1 ] huruf h UU No. 36 Tahun 2008.
Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan , menagih dan memelihara penghasilan , termasuk piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat "
2. Pasal 9 ayat [ 1 ] huruf c UU No. 36 Tahun 2008.
Untuk menentukan besarnya penghasilan kena pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali ;
" cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen dan perusahaan anjak piutang ".
Dengan demikian, PPh mengakui prinsip konservatisme dengan persyaratan.
-
Pasal 9 ayat [ 2 ] UU No. 36 Tahun 2008 untuk konsep materiality .
Menurut standar akuntansi semua aktiva kecuali tanah, yang jangka waktu penggunaannya lebih dari satu tahun harus disusutkan. Namun pada kenyataannya meskipun kalkulator dapat digunakan lebih dari satu tahun, nilai perolehannya tidak dikapitalisasi karena harga perolehannya kecil.
Apakah ketentuan perpajakan di Indonesia mengacu konsep ini, dapat kita cermati dari ketentuan dalam Pasal 9 ayat [ 2 ] UU No. 36 Tahun 2008.
"Pengeluaran untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun tidak dibolehkan untuk dibebankan sekaligus, melainkan dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 atau Pasal 11A".
-
Pasal 10 ayat [ 6 ] U.U.No. 36 Tahun 2008 untuk konsep cost
Menurut konsep ini transaksi bisnis dicatat berdasarkan harga pada saat pertukaran. Dengan dasar konsep ini harta yang ada dalam Neraca tidak dinilai dengan harga pasar tetapi dengan harga perolehannya. Apakah ketentuan perpajakan di Indonesia mengacu konsep ini, dapat kita cermati dari ketentuan dalam :
1. Pasal 10 ayat [ 6 ] U.U.No. 36 Tahun 2008 Persediaan dan pemakaian persediaan untuk penghitungan harga pokok dinilai berdasarkan harga perolehan yang dilakukan secara rata-rata atau dengan cara mendahulukan persediaan yang diperoleh".
2. Pasal 19 ayat ( 1 ) U.U. No. 36 Tahun 2008
Menteri Keuangan berwenang menetapkan peraturan tentang penilaian kembali aktiva dan faktor penyesuaian apabila terjadi ketidaksesuaian antara unsur-unsur biaya dengan penghasilan karena perkembangan harga.
Dengan demikian U.U. Pajak memberi peluang atas aktiva untuk dicatat dengan menggunakan nilai lain selain nilai historis apabila memenuhi persyaratan yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan
-
Pasal 25 ayat [1] U.U.No.36 Tahun 2008 untuk konsep going concern
Konsep ini beranggapan bahwa tujuan pendirian suatu usaha adalah untuk berkembang dan hidup seterusnya. Apakah ketentuan perpajakan di Indonesia mengacu konsep ini, dapat kita cermati dari ketentuan dalam Pasal 25 ayat [1 ] U.U.No.36 Tahun 2008 yang menyebutkan " Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan adalah sebesar PPh yang terutang menurut SPT PPh tahun pajak yang lalu "
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian diatas yang pada prinsipnya U.U.Pajak Indonesia selain merekomendasi PSAK sebagai acuan untuk menghitung besarnya pajak yang terutang, juga mengadopsi framework for reporting, seyogianya harmonisasi SAK dan Aturan Pajak sehubungan dengan PSAK yang telah konvergen dengan IFRS ( yang diinginkan DSAK dan DJP ) dapat terealisir karena jembatan untuk itu sebenarnya sudah tersedia.