Jakarta - Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah mengatur strategi untuk penerimaan pajak tahun 2021 dengan estimasi dampak ekonomi karena pandemi virus corona atau Covid-19 sudah selesai.
Ditjen Pajak berencana membidik wajib pajak (WP) Badan yang aliran kasnya cepat pulih. Ini sebagai siasat otoritas pajak sebab tax ratio tahun depan diprediksi berada di level rendah.
Sehingga, penerimaan pajak sebagai basis terbesar tax ratio diprediksi belum bisa optimal dibandingkan periode sebelum Covid-19.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, dengan adanya tax rasio tahun 2021 diprakirakan dalam kisaran 8,25% sampai 8,63% terhadap produk domestik bruto (PDB).
Ini sejalan dengan konsistensi dalam melakukan reformasi perpajakan dan pemulihan ekonomi, sehingga penerimaan pajak banyak yang direlakan.
Prediksi tax ratio tahun 2021 akan menjadi posisi terendah sejak 2012 di mana tercatat tercatat 11,9%. Selanjutnya, pada tahun 2013 (11,9%), tahun 2014 (11,4%), tahun 2015 (11,6%), tahun 2016 (10,8%), 2017 (10,9%), tahun 2018 (11,6%), dan tahun 2019 (10,6%). Sementara tahun 2020 prediksinya 9,14
Direktur Pelayanan, Penyuluhan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Kemenkeu Hestu Yoga Saksama mengatakan, untuk menjaga penerimaan pajak tahun 2021, otoritas pajak akan semakin jeli dalam memetakan sektor-sektor yang cepat melakukan pemulihan.
“Atau malah tumbuh di atas normal karena kondisi pandemi dan setelahnya, sebagai tumpuan penerimaan pajak. Tapi memang, situasi ekonomi tahun depan menjadi cukup berat pasca pandemi,” kata Yoga kepada Kontan.co.id,Kamis (14/5).
Setali tiga uang, Yoga bilang pemulihan aktivitas usaha ke depan akan berjalan gradual. Apalagi masing-masing sektor akan memiliki kecepatan yang berbeda.
Dalam hal ini, Kemenkeu menyebutkan aktivitas ekonomi sektor pariwisata, perdagangan, manufaktur setidaknya akan pulih di tahun depan. Bahkan ketiga sektor itu diprediksi bisa mulai bangkit pada kuartal IV-2020.
Selain membidik WP Badan, Ditjen Pajak juga bakal mengatur strategi atas penerimaan pajak WP orang pribadi (OP). Yoga bilang utamanya berasal dari WP OP kalangan menengah ke atas mesti ditingkatkan.
“Karena memang sampai saat ini belum cukup optimal dalam pembayaran pajak. Pengawasan berbasis data, termasuk data keuangan akan sangat menentukan efektifitas penggalian potensi pajak dari WP OP ini,” ujar Yoga.
Di sisi lain, Ditjen Pajak berencana menerapkan pajak atas Perdangan Melalui Sistemn Elektronik (PMSE) dengan skema physical presence. Artinya bagi perusahaan digital dalam maupun luar negeri, selama memiliki manfaat ekonomi dari Indonesia maka harus bayar pajak. Beleid ini mengatur pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penghasilan (PPh) dalam perdagangan menggunakan sistem elektronik (PMSE) alias e-commerce.
Kendati begitu, Yoga bilang terlebih dahulu bakal menarik PPN dengan payung hukum Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang sedang disusun. Barulah, nantinya menyiapkan peraturan pemerintah (PP) sebagai landasan pemungutan PPh dan atau pajak transaksi elektronik (PTE) dalam PMSE.
PP itu sembari menunggu konsensus The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) tentang ekonomi digital.
Sebab, otoritas pajak menilai pengenaan pajak atas penghasilan dari kegiatan digital ekonomi bisa menimbulkan pengenaan pajak berganda. Makanya pemerintah menunggu konsensus global.
Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan Pajak Ditjen Pajak Kemenkeu Ihsan Priyawibawa mengatakan sehubungan dengan merebaknya pandemi Covid-19 sepanjang tahun ini, otoritas pajak menyesuaikan kembali rumusan optimalisasi penerimaan perpajakan tahun ini dan tahun depan.
Setidaknya insentif yang bakal digelontorkan yakni berlanjutnya penurunan PPh Badan dari 25% menjadi 22% yang akan berlangsung sejak 2020 ini. Hal tersebut berlangsung ketika kondisi ekonomi dunia usaha belum sepenuhnya membaik di tahun depan.
Dus, Ihsan bilang tahun depan, pihaknya harus menerima konsekuensi atas insentif pajak yang diberikan. “Tantangannya tak hanya tax expenditure, stimulus, tapi juga kondisi ekonomi, perubahan cara kita bekerja,” ujar Ihsan kepada Kontan.co.id, Kamis (14/5).
Adapun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan penerimaan pajak ditargetkan turun dari Rp 1.642,6 triliun menjadi sebesar Rp 1.234,1 triliun pada tahun 2020. Sementara untuk tahun depan, akan diumumkan dalam Rancangan APBN 2021 di sekitar pertengahan tahun ini.
Pengamat Pajak Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Darussalam menambahkan, tahun 2021 masih jadi tantangan bagi otoritas pajak. Situasi ekonomi tahun depan diprediksi masih rapuh dan masih perlu diakselerasi. Sehingga tahun depan belum tentu pajak bisa digunakan kembali difokuskan pada penerimaan.
Namun demikian, setidaknya Ditjen Pajak bisa mengoptimalisasi penerimaan dengan pengenaan pajak yang berbasis kekayaan baik dari kekayaan bersih maupun warisan. Dengan langkah ini, penerapannya juga bisa berlandsan belum optimalnya penerimaan PPh orang pribadi. Sebab, untuk wajib pajak badan akan berat.
“Pada tahun 2021, besar kemungkinannya pertumbuhan penerimaan pajak akan kebali positif jika dibandingkan dengan realisasi tahun ini,” kata Darussalam kepada Kontan.co.id, Kamis (14/5).
DDTC memprediksi penerimaan pajak di tahun ini akan berkisar Rp 1.218,3 triliun-Rp 1.223,2 triliun atau 97,2% hingga 97,6% dari outlook pemerintah. Dengan kata lain, kinerja penerimaan pajak tahun ini diestimasi tumbuh minus 8,2% sampai minus 8,5%.
Sumber : www.nasional.kontan.co.id