Jakarta - Direktorat Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tercatat kalah dalam 4.016 kasus persidangan di Pengadilan Pajak sepanjang tahun lalu. Agar tidak menuai kekalahan yang semakin banyak, Ditjen Pajak mengatur sejumlah strategi.
Di tahun ini, DItjen Pajak akan membuat standar penyajian Surat Uraian Banding (SUB) dan Surat Tanggapan Gugatan (STG), melaksanakan kegiatan monitoring dan evaluasi putusan banding atas kasus yang pernah terjadi, melakukan bedah kasus-kasus strategis, dan melaksanakan workshop untuk peningkatan kapasitas penelaan keberatan.
Informasi saja, dalam Laporan Kinerja Ditjen Pajak 2019 menyebutkan total kekalahan tersebut berasal dari 6.763 jumlah putusan. Artinya, tingkat kemenangan Ditjen Pajak hanya sebesar 40,54% dari total putusan.
Angka tersebut di bawah target di level 41% bahkan merosot dibanding pencapaian sepanjang tahun 2018 yang bisa meraih tingkat kemenangan 43,54% dari total putusan.
Kekalahan tersebut disinyalir lantaran belum meratanya kemampuan dan kapasitas penelaah keberatan dan jumlah berkas sengketa yang terlalu banyak.
Sehingga, hal tersebut membuat semakin banyak kasus koreksi ketentuan formal yang dimentahkan oleh hakim yakni Nomor Seri Faktur Pajak (NSFP) yang diterbitkan sebelum tanggal jatah nomor seri dan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa pajak penghasilan (PPh) Pasal 26 yang tidak ada DGT 1.
Laporan Kinerja Ditjen Pajak 2019 menyebutkan total kekalahan tersebut berasal dari 6.763 jumlah putusan. Artinya, tingkat kemenangan Ditjen Pajak hanya sebesar 40,54% dari total putusan.
Angka tersebut di bawah target di level 41% bahkan merosot dibanding pencapaian sepanjang tahun 2018 yang bisa meraih tingkat kemenangan 43,54% dari total putusan.
Otoritas mengakui menurunnya jumlah putusan yang mempertahankan objek banding/gugatan di Pengadilan Pajak yang disebabkan oleh empat hal.
Pertama, banyaknya kasus koreksi ketentuan formal yang dimentahkan oleh hakim yakni Nomor Seri Faktur Pajak (NSFP) yang diterbitkan sebelum tanggal jatah nomor seri dan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa pajak penghasilan (PPh) Pasal 26 yang tidak ada DGT 1.
Kedua, perencanaan strategi pemenangan kasus yang belum optimal. Ketiga, kualitas koreksi pemeriksaan yang masih banyak menyalahi aturan sehingga menyebabkan posisi Ditjen Pajak di Pengadilan Pajak menjadi lemah.
Keempat, cara pandang Majelis Hakim yang lebih mengedepankan keadilan substantif, dan mengabaikan fungsi peraturan pajak yang lainya seperti menjaga ketertiban dibidang administrasi perpajakan.
Di sisi lain, sebetulnya Ditjen Pajak sudah berusaha merancang mengatur strategi di tahun lalu seperti pemberian masukan / feeding secara berkesinambungan kepada direktorat terkait, memonitoring dan mengevaluasi ke unit vertikal di bawah yaitu Kantor Wilayah (Kanwil) DJP yang ada di Indonesia, terutama untuk Kanwil yang merupakan kantong sengketa.
Selain itu, telah dilaksanakan kerjasama dengan Pusdiklat Pajak dalam rangka memberikan pema- haman perpajakan yang baik kepada Hakim, perbaikan dari kualitas pemeriksaan dan perbaikan dari penyelesaian keberatan di tingkat Kanwil DJP, serta optimalisasi FGD/IHT/gelar kasus untuk kasus-kasus yang bersifat strategis.
Sumber : www.nasional.kontan.co.id