Darmin Nasution: Tak Ada Langkah Mundur Pelaksanaan Tax Amnesty

JAKARTA – Tak ada langkah mundur dalam pelaksanaan pengampunan pajak (tax amnesty). Pemerintah dan DPR segera menyepakati payung hukum tax amnesty agar kebijakan pengampunan pajak ini segera direalisasikan sejak awal tahun.

                “Pemerintah tinggal menunggu hasil pembahasan payung hukum tax amnesty di DPR. Begitu selesai, kebijakan ini langsung diterapkan,” ungkap Menko Perekonomian Darmin Nasution dalam diskusi dengan para pemimpin redaksi di rumah jabatan menteri Widya Chandra, Jakarta, Kamis (7/1).

                Darmin mengatakan, kebijakan tax amnesty bertujuan agar para investor dan pengusaha membawa kembali dananya ke dalam negeri. Selanjutnya, dana tersebut diharapkan membantu pengembangan industri domestik, seperti industri kimia, besi-baja, serta idustri dasar dan bahan baku.

                “Banyak industri bahan baku dan barang modal yang belum ada di Indonesia. Siapa yang  bisa membangun industri itu, ya orang-orang yang uangnya disimpan di luar negeri tersebut,” tutur Darmin.

                Pemerintah kini masih mengupayakan payung hukum resmi amnesti pajak bersama DPR dia yakin pembahasan tax amnesty berjalan lancar karena memperoleh dukungan penuh dari kalangan parlemen.

                Menurut Darmin, pemerintah akan menerapkan strategi menekan dan merangkul penerapan tax amnesty berhasil dan efektif. Artinya, pemerintah harus memiliki data detail wajib pajak untuk menekan para pemilik dana besar. Selanjutnya, ketika pelaku usaha tersebut mau memindahkan dananya ke dalam negeri, pemerintah harus merangkul.

                “Jalan yang bisa tempuh, yakni  dengan memberikan insentif sesuai dengan yang diajukan pelaku usaha tersebut. Yang penting mereka bawa uang,” tegas Darmin

Februari Selesai

                Di tempat terpisah, anggota Komisi XI DPR Misbakhun menyatakan, RUU Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) akan dibahas pemerintah dan DPR pekan depan dan pembahasan diperkirakan selesai dalam satu bulan. Artinya, Februari RUU itu sudah bisa diundangkan.

                Menurut Misbakhun, saat ini DPR tinggal menunggu draf perbaikan RUU Pengampunan Pajak dari pemerintah dan Surat Presiden atau Amanat Presiden. “Saya yakin pemerintah menyiapkan content yang diperbaiki secara cermat, sehingga pekan depan RUU bisa dibahas dan paling lama sebulan selesai,” kata dia kepada Investor Daily, Kamis.

                Dia menyebut bahwa fraksi-fraksi DPR mendukung RUU ini. Demikian pula dunia usaha sangat menunggu RUU Pengampunan Pajak segera diberlakukan.

                Ketika ditanya apakah Singapura melobi pemeritah dan berupaya menggagalkan tax amnesty, Misbakhun menegaskan,”Kenapa kita harus takut dengan Singapura. Kita kan negara besar.”

                Seperti diketahui, tax amnesty mengincar dana orang Indonesia yang diparkir di luar negeri senilai Rp 2.000 triliun, mayoritas disimpan di Singapura. Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro sebelumnya menyatakan, pemerintah mengasumsikan penerimaan dari amesti pajak sebesar Rp 60 triliun dalam APBN 2016. Angka ini diperoleh dari tarif tebusan 3% dikalikan dengan dana yang masuk dari luar negeri sekitar Rp 2.000 triliun.

Tax amnesti atau pengampunan pajak adalah penghapusan pajak terutang, penghapusan sanksi administrasi perpajakan. Penghapusan sanksi pidana di bidang perpajakan, serta sanksi pidana tertentu membayar uang tebusan. Objek pengampunan pajak bukan nhanya harta yang disimpan di luar negeri, tapi juga di dalam negeri yang tidak dilaporkan secara benar.

                Pengampunan pajak tidak berlaku untuk hasil korupsi, kejahatan terrorisme, perdagangan narkotika, serta kejahatan perdagangan manusia.

                Orang pribadi atau badan yang mengajukan amnesti pajak akan memperoleh surat keputusan pengampunan pajak. Pemerintah harus memberi jawaban maksimum 30 hari sejak WP mengajukan permohonan pengampunan pajak. Jika lewat batas itu pemerintah belum merespons, pengampunan pajak dianggap telah dikabulkan. Setelah itu, Dirjen Pajak harus menerbitkan Surat Keputusan Pengampunan Pajak maksimum tujuh hari.

                Tarif tebusan untuk pengampunan pajak terbagi tiga golongan berdasarkan periodisasi pengampunan pajak. Pertama, wajib pajak (WP) badan atau pribadi yang mengajukan permohonan pengampunan pajak pada Januari-Maret (kuartal I) 2016 dikenai tarif tebusan 2% dari nilai bersih harta yang dilaporkan. Kedua, jika permohonan diajukan pada periode April-Juni (kuartal II) 2016 terkena tarif tebusan 3%. Golongan ketiga adalah tarif 5% jika WP mengajukan pengampunan dari Juli sampai akhir 2016 (semester II). Nilai bersih harta adalah harta dikurangi hutang.

Kedaulatan Bangsa

                Secara terpisah, Managing Partner Dany Darussalam Tax Center, Darussalam  menegaskan, pemerintah harus konsisten  menerapkan tax amnesty. “Kebijakan ini harus jalan terus, karena pajak adalah cermin kedaulatan suatu bangsa,” katanya kepada Investor daily.

                Dia berpendapat, penerapan tax amesty memii dua tujuan, yakni jangka pendek dan jangka panjang. Tujuan jangka pendek adalah untuk mengejar penerimaan pajak.

                Sedangkan tujuan yang lebih penting adalah jangka panjang, yakni untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak. “Sayangnya, saya melihat bahwa Ditjen Pajak hanya fokus pada tujuan jangka pendek. Jadi harus ada perubahan paradigma terlebih dahulu,: kata Darussalam.

                Dia menyebut tingkat kepatuhan penyampaian surat pemberitahuan (SPT) pajak semakin menurun dari tahun ke tahun. Contohnya tingkat pelaporan SPT 2010 sebesar 58%, tahun 2012 turun menjadi 53%, dan pada 2013 menjadi 37%.

                Darussalam khawatir, jika pemerintah hanya fokus pada tujuan jangka pendek, ukuran keberhasilan adalah jumlah nominal pajaak yang akan diterima. Artinya, jika target tidak tercapai, dia khawatir akan ada tax amnesty berikutnya. “Dan bukan tidak mungkin tax amnesty akan diberlakukan berulang-ulang, sehingga banyak wajib pajak yang merasa akan ada kesempatan berikutnya,” papar Darussalam.

                Agar tax amnesty berhasil, Darussalam menyodorkan tiga syarat. Pertama, fokus ada tujuan jangka panjang. Kedua, pemerintah melakukan kampanye secara masif agar semua wajib pajak mau ikut serta. “Tegaskan bahwa ini adalah satu-satunya kesempatan bagi para wajib pajak untuk mendapatkan pengampunan, tidak ada kesempatan lain,” katanya. Ketiga, setelah diberlakukannya tax amnesty, harus ada sanksi tegas kepada para wajib pajak yang tidak patuh dan tidak mengikuti program ini.

                Dia menambahkan, sebeum menerapkan tax amnesty, pemerintah harus menyiapkan perangkat yang memadai. Pertama, data lengkap mengenai wajib pajak, untuk mengetahui potensi pajak. Kedua, pemerintah harus mensinkronkan kebijakan-kebijakan terkait, terutama yang saat ini tengah dalam proses pembahasan dengan DPR, seperti revisi UU Perbankan serta UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, terkait kerahasiaan bank untuk tujuan penggalian potensi pajak.

                Darussalam menyebutkan, tax amnesty merupakan sebuah babak baru perpajakan Indonesia seiring dengan berakhrinya era kerahasiaan bank pada 2017. Saat ini, sebanyak 96 negara telah sepakat melakukan pertukaran informasi keuangan, termasuk aset yang disimpan di bank di masing-masing negara yang berasal dari orang asing. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun telah mengeluarkan aturan bahwa seluruh nasabah diharapkan secara sukarela melaporkan hartanya, baik yang ada di luar negeri atau di dalam negeri.

                Sejumlah negara selama ini telah melaksanakan pengampunan pajak dan cukup berhasil, seperti Afrika Selatan, Italia, dan Irlandia dengan tarif tebusan yang rendah. Sedangkan sejumlah negara di Amerika Latin gagal karena menerapkan tarif 6-8%.

                Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Enny Sri Hartati pajak harus jelas, siapa yang berhak mendapatkan dan harus dalam kondisi seperti apa. Jika tidak, dia khawatir keijakan ini dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab untuk ‘memutihkan’ kejahatan mereka yang berpotensi merugikan negara.

                Sebelum memberlakukan tax amnesty, lanjut Enny, perlu reformasi di bidang perpajakan termasuk aparat pajak dan harus ada perbaikan data-data wajib pajak.

                “Jika tidak, nantinya semua orang yang ngemplang pajak dapat amnesti,” kata dia.

Enny juga mengingatkan agar amnesti pajak memperhatikan aspek keadilan, terutana bagi wajib pajak yang selama ini patuh. Dia memandang, kebijakan pajak selama ini belum mencerminkan keadilan. Dia merujuk pada data Bank Dunia yang menunjukkan besarnya kepentingan kekayaan di Indonesia, yaitu 1% penduduk menguasai 50,3% aset di Tanah air.

                Enny berpendapat pula bahwa tarif tebusan minimal 2% terlalu rendah. Selain itu, dia menekankan, kewajiban repatriasi modal seharusnya menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam aturan amnesti pajak.

                Sebelumnya, Ketua umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani berharap RUU Pengampunan Pajak dapat disahkan Maret 2016.

                Hariyadi yakin, para pengusaha akan dengan senang hati mengikuti program tax amnesty karena asetnya yang ‘tersandera’ akan bebas dari masalah hukum.

                “Kalau diberlakukan bersamaan baik bagi wajib pajak di dalam maupun di luar negeri, saya justru yakin, potensi pendapatan pajak dari kebijakan tax amnesty dari dalam negeri bisa lebih besar dibandingkan yang di luar negeri,” tambahnya.

                Hariyadi juga berharap pemerintah berkonsultasi dengan Mahkamah Konstitusi (MK) guna mencegah agar nantinya UU Pengampunan Pajak tidak di-judicial review. Selain itu, dana yang masuk jangan diwajibkan investasi dalam instrumen investasi tertentu, seperti SUN. “Kalau itu terjadi, kebijakan tax amnesty bisa kurang berhasil,” katanya.

Oleh Margye Waisapy dan Hari Gunarto

Direktorat Jendral Pajak bkpm

Related Articles