Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah sedang mengkaji kemungkinan penurunan pajak pada sektor infrastruktur.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Rizal Ramli mengatakan saat ini pihaknya masih menggodok wacana tersebut.
"Yang penting adalah kita jangan satu pajak untuk seluruh Indonesia. Misalnya kenapa tidak untuk kawasan timur Indonesia (KTI) yang low growth dan low income pajaknya diturunkan lebih rendah dari nasional,” ujar Rizal kepada Bisnis, pekan lalu.
Menurutnya, dengan diturunkannya pajak pembangunan infrastruktur bagi daerah dengan pendapatan rendah dapat mengurangi ketimpangan regional yang saat ini terjadi di wilayah timur Indonesia.
“Saat ini Indonesia timur kita genjot pembangunan infrastruktur. Harusnya ada subsidi pajak juga untuk mempercepat proses konstruksi. Kalau tidak kasian kontraktor lokal terlalu berat,” ucapnya.
Asosiasi Konstruksi Indonesia (AKI) menyambut baik wacana pengurangan pajak pertambahan nilai (PPN) berganda pada subjek pajak berupa proyek konstruksi yang sebenarnya sudah digaungkan beberapa tahun terakhir.
“Sebenarnya itu wacana lama sudah sekitar empat atau lima tahun lalu. Tapi belum terealisasi sampai sekarang. Tapi jika itu benar di realisasi tahun ini akan sangat bagus, proyek infrastruktur terutama di daerah akan semakin cepat,” ujar Sekertaris Jenderal AKI, Zali Yahya melalu sambungan telepon, Jumat (22/1/2016).
Zali mengatakan secara umum pajak masih dirasa terlalu berat terutama bagi subkontraktor di daerah. Menurutnya, untuk mempercepat pembangunan infrastruktur pemerintah juga harus membantu meringankan pajak.
Saat ini pajak pertambahan nilai (PPN) dikenakan kepada proyek infrastruktur yang digarap dengan subkontrak. Tarif PPN yang dikenakan sebesar 10% dan 3%.
Dengan ketentuan PPN tersebut, lanjutnya, perusahaan kontraktor raksasa memilih untuk menggarap sendiri proyek infrastruktur yang dimenangkan. Pasalnya, apabila diserahkan kepada anak usaha, PPN-nya bisa membengkak menjadi 20%, 30%, bahkan 40%.
Bisnis.com, 22/1/2016