Mahkamah Konstitusi (MK) akan memutus permohonan uji materi Undang-Undang Amnesti Pajak yang diajukan oleh empat pemohon, yaitu Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia, Yayasan Satu Keadilan, tiga organisasi serikat buruh Indonesia, dan seorang warga negara Leni Indrawati.
"Putusan terhadap empat perkara uji Undang-Undang Amnesti Pajak akan dilaksanakan siang nanti," ujar juru bicara MK Fajar Laksono di Jakarta seperti dikutip dari Antara, Rabu (14/12/2016).
Seluruh pemohon menilai bahwa UU Amnesti Pajak ini bersifat diskriminatif bagi sejumlah warga negara, karena seolah-olah melindungi para pengemplang pajak dari kewajibannya membayar pajak.
Ketentuan tersebut juga dinilai memberikan hak khusus secara eksklusif kepada pihak yang tidak taat pajak berupa pembebasan sanksi administrasi, proses pemeriksaan, dan sanksi pidana.
Selain itu, tiga organisasi serikat buruh juga berpendapat bahwa UU Amnesti Pajakmengakibatkan para pengusaha pengemplang pajak diampuni hukumannya, sehingga mencederai rasa keadilan buruh yang selama ini patuh membayar pajak.
Yayasan Satu Keadilan juga mempermasalahkan pemaknaan kalimat "tidak dapat dilaporkan, digugat, dilakukan penyelidikan, dilakukan penyidikan dan dituntut, baik secara perdata ataupun pidana jika dalam melaksanakan tugas," dalam ketentuan tersebut.
Kalimat tersebut dinilai memiliki makna imunitas bagi Menteri Keuangan, Pegawai Kementerian Keuangan, dan pihak lain yang berkaitan dengan pelaksanaan amnesti pajak, karena kewenangan yang diberikan oleh ketentuan tersebut bersifat absolut tanpa pengawasan serta evaluasi, sehingga berpotensi menimbulkan penyalahgunaan wewenang.
Para pemohon kemudian meminta MK mengabulkan permohonan mereka dengan menyatakan Pasal 1 angka 1, Pasal 3 ayat (3), Pasal 4, Pasal 21 ayat (2), Pasal 22, dan Pasal 23 ayat (2) UU Amnesti Pajak tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan bertentangan dengan UUD 1945.
Sumber : liputan6.com