JAKARTA – Penerintah akan memberlakukan tarif pajak pertambahan nilai final sekitar 2% bagi WP yang memiliki omzet Rp 4,8 miliar hingga Rp 10 miliar. Dirjen Pajak Sigit Priadi Pramudito mengatakan fasilitas ini akan memberikan kemudahan dan insentif bagi WP terutama yang tergolon UMKM untuk semakin meningkatkan jumlah produksinya tiap tahun.
Fasilitas ini, lanjut Sigit, akan paralel dengan revisi PP No.46/2013 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh WP yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu. Dalam revisi beleid tersebut, nantinya ada batasan tiga tahun bagi WP yang dapat memanfaatkan fasilitas tarif PPh final 1% yang selama ini popular disebut pajak warteg ini. Selain dengan syarat memiliki omzet di bawab Rp 4,8 miliar setahunnya. WP juga harus tergolong WP OP baru.
Karena mendapat fasilitas PPh final, WP tersebut tidak wajib berstatus PKP. Pada gilirannya, wp tersebut dikecualikan dari kewajiban pemungutan, penyetoran, dan pelaporan PPN. Sigit mengatakan bagi WP yang sudah memiliki omzet Rp 4,8 miliar ke atas akan berstatus sebagai PKP dan sudah menggunakan tarif PPh normal. Namun, dengan adanya insentif tersebut, tarif PPh maupun PPN baru akan normal ketika omzet sudah mencapai Rp 10 miliar ke atas.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menilai skema PPN final ini seharusnya perlu riset lebih mendalam terkait kesesuaian omzet dengan proporsi segmen PKP dan sejalan atau tidaknya skema itu dengan kebijakan PPh. Selama ini, lanjut dia, sudah kebijakan PPN final untuk pedagang eceran. Menurutnya, kebijakan ini lebih tepat karena pembedanya jenis penyerahan (eceran) dan batasannya jelas yakni di bawah Rp 1,8 miliar.
Prastowo mengatakan penyederhanaan dengan PPN final akan relevan dan tepat sasaran jika tidak ada distorsi dengan margi laba. Misalnya semua pedagang eceran. Jika jenis usaha lain dengan margin kecil, tegasnya, justru mendorong adanya penghindaran pajak.
Sumber : BISNIS INDONESIA