Jakarta, KOMPAS.com – Pemerintah sedang mematangkan rencananya untuk membagikan data perpajakan dan transaksi keuangan secara otomatis antarnegara mulai tahun 2018. Bahkan saat ini OJK telah mulai menyusun petunjuk pelaksanaan Automatic Exchange of Information (AEoI) tersebut.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Nelson Tampubolon mengatakan, petunjuk pelaksanaan atau juklak tersebut salah satunya berisi persiapan penguatan internal OJK. Juklak ini akan memungkinkan DJP untuk membuka data nasabah perbankan secara otomatis. Walau begitu, dia bilang, agar memiliki payung hukum yang lebih kuat, maka juklak ini juga harus memiliki payung hukum dengan revisi undang-undang perbankan. Sebab UU Perbankan mengatur mengenai kerahasiaan data nasabah perbankan.
Ketua Dewa Komisioner OJK Muliaman D Hadad mengaku juklak tersebut bisa diterapkan walaupun revisi UU Perbankan belum dilakukan. OJK akan melakukan sinkronisasi atas juklak tersebut. Sayang Muliaman enggan menjelaskan lebih rinci penyelarasan yang dimaksud.
Yang pasti, juklak ini dinilai penting bagi industri dan konsumen karena revisi UU Perbankan sulit dilakukan dalam waktu dekat. Ketua Komisi XI DPR Fadel Muhammad menuturkan, DPR akan menyelesaikan UU Jarang Pengaman Sistem Keuangan (JPSK) terlebih dahulu, lalu merevisi UU Perbankan.
Seperti diketahui, selain pertukaran data pajak, kesepakatan AEoI juga untuk data transaksi lembaga keuangan, baik perbankan maupun non-bank. Data-data yang diperlukan secara otomatis meliputi data rekening, transaksi keuangan rekening, dan data transaksi keuangan di bursa (efek). Selain itu juga ada pertukaran data asuransi dan transaksi lain.
Terkait hal ini, Kemkeu sudah mengeluarkan PMK Nomor 125/PMK.010/2015 tentang Tata Cara Pertukaran Informasi. Agar PMK ini berlaku efektif, diperlukan aturan pelaksana dari OJK. Aturan OJK itu pada intinya akan mewajibkan lembaga keuangan meminta surat kuasa dari nasabah untuk membuka rekening yang dimiliki. Dengan surat kuasa itu maka pasal kerahasiaan bank di UU Perbankan tidak akan berlaku.
“Nasabah yang tidak mau membuka rekeningnya, terancam kena sanksi penutupan rekening. Untuk nasabah baru, pembukaan rekening tidak akan dilayani,” kata Pengamat pajak Danny Darussalam Tax Center, Darussalam.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Mekar Satria Utama bilang, kebijakan ini akan memperluas data pajak, apalagi jika tahun depan tax amnesty benar-benar diberlakukan.
Jika nanti ditemukan data WP yang tidak sesuai dengan yang dilaporkan, akan dikenakan pajak lebih besar, missal 25%-30%. (Adinda Ade Mustami, Asep Munazat Zatnikan)
Sumber : KOMPAS.com Jumat, 20 November 2015
23 November 2015