PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 29 TAHUN 2020
TENTANG
FASILITAS PAJAK PENGHASILAN DALAM RANGKA PENANGANAN
CORONA VIRUS DISEASE 2019 (COVID-19)
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
- bahwa dampak penyebaran corona virus disease 2019 (COVID-19) telah memengaruhi semua aktivitas sosial, ekonomi, dan kehidupan masyarakat di Indonesia, perlu ada kebijakan untuk melindungi kesehatan dan keselamatan jiwa masyarakat serta sektor usaha;
- bahwa untuk merespon dampak penyebaran corona virus disease 2019 (COVID-19) di Indonesia terhadap kesehatan dan keselamatan jiwa serta sektor usaha diperlukan dana anggaran pendapatan dan belanja negara, anggaran pendapatan dan belanja daerah, kontribusi dan sumbangan masyarakat, dukungan ketersediaan Sumber Daya Manusia di Bidang Kesehatan yang cukup, mendorong industri produk Alat Kesehatan dan/atau Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, dan menjaga stabilitas pasar saham;
- bahwa diperlukan dasar hukum atas dukungan masyarakat dalam bentuk sumbangan dan ketersediaan tenaga Sumber Daya Manusia di Bidang Kesehatan, mendorong industri Alat Kesehatan dan/atau Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, dan menjaga stabilitas pasar saham dalam bentuk fasilitas Pajak Penghasilan dalam rangka penanganan dampak corona virus disease 2019 (COVID-19) dalam bentuk Peraturan Pemerintah;
- bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 4 ayat (2) huruf e, Pasal 6 ayat (1) huruf i, Pasal 21 ayat (5), dan Pasal 35 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Fasilitas Pajak Penghasilan dalam rangka Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19);
Mengingat :
- Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN PEMERINTAH TENTANG FASILITAS PAJAK PENGHASILAN DALAM RANGKA PENANGANAN CORONA VIRUS DISEASE 2019 (COVID-19).
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
- Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan.
- Nomor Pokok Wajib Pajak yang selanjutnya disingkat dengan NPWP adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
- Badan Nasional Penanggulangan Bencana yang selanjutnya disingkat dengan BNPB adalah lembaga pemerintah nonkementerian sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang penanggulangan bencana.
- Badan Penanggulangan Bencana Daerah yang selanjutnya disingkat dengan BPBD adalah badan pemerintah daerah yang melakukan penyelenggaraan penanggulangan bencana di daerah.
- Lembaga Penyelenggara Pengumpulan Sumbangan adalah badan yang telah memperoleh izin penyelenggaraan pengumpulan sumbangan dari pemerintah pusat atau pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Sumber Daya Manusia di Bidang Kesehatan adalah tenaga kesehatan dan tenaga pendukung/penunjang kesehatan yang terlibat dan bekerja serta mengabdikan dirinya dalam upaya dan manajemen kesehatan.
- Alat Kesehatan adalah instrumen, aparatus, mesin dan/atau impian yang tidak mengandung obat yang digunakan untuk mencegah, mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit, merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia, dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.
- Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga yang selanjutnya disingkat dengan PKRT adalah alat, bahan, atau campuran bahan untuk pemeliharaan dan perawatan untuk kesehatan manusia, yang ditujukan untuk penggunaan di rumah tangga dan fasilitas umum.
- Perseroan Terbuka adalah perseroan publik atau perseroan yang melakukan penawaran umum saham, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
- Pemerintah meliputi pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
- Pihak adalah orang pribadi atau badan.
- Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Pasal 2
Pengaturan Peraturan Pemerintah ini meliputi fasilitas Pajak Penghasilan:
- tambahan pengurangan penghasilan neto;
- sumbangan yang dapat menjadi pengurang penghasilan bruto;
- tambahan penghasilan yang diterima atau diperoleh Sumber Daya Manusia di Bidang Kesehatan;
- penghasilan berupa kompensasi dan penggantian atas penggunaan harta; dan
- pembelian kembali saham yang diperjualbelikan di bursa,
dalam rangka penanganan COVID-19.
BAB II
TAMBAHAN PENGURANGAN PENGHASILAN NETO
Pasal 3
(1) Kepada Wajib Pajak dalam negeri yang memproduksi Alat Kesehatan dan/atau PKRT untuk keperluan penanganan COVID-19 di Indonesia dapat diberikan tambahan pengurangan penghasilan neto sebesar 30% (tiga puluh persen) dari biaya yang dikeluarkan.
(2) Tambahan pengurangan penghasilan neto sebesar 30% (tiga puluh persen) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku ketentuan sebagai berikut:
- dihitung dari biaya untuk memproduksi Alat Kesehatan dan/atau PKRT yang diperlukan dalam rangka penanganan COVID-19, yang dikeluarkan sampai dengan tanggal 30 September 2020; dan
- dibebankan sekaligus pada Tahun Pajak saat biaya sebagaimana dimaksud dalam huruf a dikeluarkan.
(3) Dalam hal terdapat biaya bersama bagi Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang tidak dapat dipisahkan dalam rangka penghitungan besarnya penghasilan kena pajak, pembebanannya dialokasikan secara proporsional.
(4) Alat Kesehatan dan/atau PKRT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Alat Kesehatan dan/atau PKRT sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan.
(5) Alat Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
- masker bedah dan respirator N95;
- pakaian pelindung diri berupa coverall medis, gaun sekali pakai, heavy duty apron, cap, shoe cover, goggles, faceshield, dan waterproof boot;
- sarung tangan bedah;
- sarung tangan pemeriksaan;
- ventilator; dan
- reagen diagnostic test untuk COVID 19.
(6) PKRT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
- antiseptic hand sanitizer, dan
- disinfektan.
(7) Dalam hal tertentu, Menteri dapat mengubah rincian Alat Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan PKRT sebagaimana dimaksud pada ayat (6) berdasarkan usulan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
(8) Ketentuan mengenai perubahan rincian sebagaimana dimaksud pada ayat (7) diatur dalam Peraturan Menteri.
(9) Wajib Pajak yang telah memanfaatkan tambahan pengurangan penghasilan neto sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus menyampaikan laporan biaya untuk memproduksi Alat Kesehatan dan/atau PKRT dalam rangka penanganan COVID-19 kepada Direktur Jenderal Pajak.
(10) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) disampaikan secara daring melalui sistem Direktorat Jenderal Pajak.
(11) Dalam hal sistem daring belum tersedia, Wajib Pajak dapat menyampaikan Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) secara luring kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.
(12) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) sesuai dengan contoh format laporan biaya untuk memproduksi Alat Kesehatan dan/atau PKRT dalam rangka penanganan COVID-19.
(13) Contoh format laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (12) tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.
(14) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) disampaikan paling lambat bersamaan dengan penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak yang bersangkutan.
(15) Dalam hal Wajib Pajak tidak menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) atau menyampaikan melewati jangka waktu sebagaimana diatur pada ayat (14), tambahan pengurangan penghasilan neto sebesar 30% (tiga puluh persen) tidak dapat dibebankan oleh Wajib Pajak sebagai pengurang penghasilan neto.
(16) Tambahan pengurangan penghasilan neto sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku sampai dengan tanggal 30 September 2020.
(17) Dalam hal diperlukan, pemberlakuan atas tambahan pengurangan penghasilan neto sebagaimana dimaksud pada ayat (16) dapat diperpanjang.
(18) Ketentuan mengenai perpanjangan pemberlakuan atas tambahan pengurangan penghasilan neto sebagaimana dimaksud pada ayat (17) diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB III
SUMBANGAN YANG DAPAT MENJADI
PENGURANG PENGHASILAN BRUTO
Pasal 4
(1) Sumbangan dalam rangka penanganan COVID-19 di Indonesia yang disampaikan oleh Wajib Pajak kepada penyelenggara pengumpulan sumbangan, meliputi:
- BNPB;
- BPBD;
- kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan;
- kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial; atau
- Lembaga Penyelenggara Pengumpulan Sumbangan,
dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
(2) Sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikurangkan dari penghasilan bruto dengan syarat:
- didukung oleh bukti penerimaan sumbangan; dan
- diterima oleh penyelenggara pengumpulan sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang memiliki NPWP.
(3) Bukti penerimaan sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a paling sedikit memuat informasi berupa:
- nama, alamat, dan NPWP pemberi sumbangan;
- nama, alamat, dan NPWP penyelenggara pengumpulan sumbangan;
- tanggal pemberian sumbangan;
- bentuk sumbangan; dan
- nilai sumbangan.
(4) Sumbangan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebesar nilai sumbangan yang sesungguhnya dikeluarkan.
(5) Atas sumbangan dalam rangka penanganan COVID-19 yang telah dikurangkan sebagai pengurang penghasilan bruto berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 93 Tahun 2010 tentang Sumbangan Penanggulangan Bencana Nasional, Sumbangan Penelitian dan Pengembangan, Sumbangan Fasilitas
Pendidikan, Sumbangan Pembinaan Olahraga, dan Biaya Pembangunan Infrastruktur Sosial yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto, tidak dapat dikurangkan sebagai pengurang penghasilan bruto berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 5
(1) Sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dapat diberikan dalam bentuk:
- uang;
- barang;
- jasa; dan/atau
- pemanfaatan harta tanpa kompensasi.
(2) Nilai sumbangan yang diberikan dalam bentuk barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditentukan berdasarkan:
- nilai perolehan, jika barang yang disumbangkan belum disusutkan;
- nilai buku fiskal, jika barang yang disumbangkan sudah disusutkan; atau
- harga pokok penjualan, jika barang yang disumbangkan merupakan barang produksi sendiri.
(3) Nilai sumbangan yang diberikan dalam bentuk:
- jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c; dan/atau
- pemanfaatan harta tanpa kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d,
ditentukan berdasarkan nilai harga pokok jasa dan/atau pemanfaatan harta.
(4) Wajib Pajak pemberi sumbangan harus menyampaikan daftar nominatif sumbangan paling lambat bersamaan dengan penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak yang bersangkutan sesuai contoh format tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.
(5) Daftar nominatif sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan secara daring melalui sistem Direktorat Jenderal Pajak.
(6) Dalam hal sistem daring belum tersedia, Wajib Pajak dapat menyampaikan daftar nominatif sebagaimana dimaksud pada ayat (4) secara luring melalui Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.
(7) Dalam hal Wajib Pajak pemberi sumbangan tidak menyampaikan daftar nominatif atau menyampaikan melewati jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4), sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) tidak dapat dibebankan oleh Wajib Pajak sebagai pengurang penghasilan bruto.
Pasal 6
(1) Penyelenggara pengumpulan sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) harus menyampaikan laporan penyelenggara pengumpulan sumbangan sesuai contoh format laporan penyelenggara pengumpulan sumbangan dalam rangka penanganan COVID-19.
(2) Contoh format laporan penyelenggara pengumpulan sumbangan dalam rangka penanganan COVID-19 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.
(3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Menteri melalui Direktur Jenderal Pajak paling lambat pada akhir Tahun Pajak diterimanya sumbangan.
(4) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan secara daring melalui sistem Direktorat Jenderal Pajak.
(5) Dalam hal sistem daring belum tersedia, Wajib Pajak dapat menyampaikan Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) secara luring kepada Menteri melalui Direktur Jenderal Pajak.
Pasal 7
(1) Sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) merupakan sumbangan yang diberikan sampai dengan tanggal 30 September 2020.
(2) Dalam hal diperlukan, pemberlakuan atas sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang.
(3) Ketentuan mengenai perpanjangan pemberlakuan atas sumbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB IV
TAMBAHAN PENGHASILAN YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH
SUMBER DAYA MANUSIA DI BIDANG KESEHATAN
Pasal 8
(1) Tambahan penghasilan dari Pemerintah berupa honorarium atau imbalan lain yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi yang:
- menjadi Sumber Daya Manusia di Bidang Kesehatan meliputi tenaga kesehatan, dan tenaga pendukung kesehatan; dan
- mendapat penugasan,
yang memberikan pelayanan kesehatan untuk menangani COVID-19 pada fasilitas pelayanan kesehatan dan institusi kesehatan, termasuk santunan dari Pemerintah yang diterima ahli waris merupakan objek Pajak Penghasilan.
(2) Tambahan penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang bersifat final dengan tarif sebesar 0% (nol persen) dari jumlah penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh.
(3) Pajak Penghasilan Pasal 21 yang bersifat final sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipotong oleh Pemerintah sebagai pemberi penghasilan pada akhir bulan:
- terjadinya pembayaran; atau
- terutangnya penghasilan yang bersangkutan,
tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu.
(4) Ketentuan pemotongan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku juga terhadap Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang merupakan Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan pensiunannya.
(5) Pengenaan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku sampai dengan tanggal 30 September 2020.
(6) Dalam hal diperlukan, pemberlakuan pengenaan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat diperpanjang.
(7) Ketentuan mengenai perpanjangan pemberlakuan pengenaan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diatur dengan Peraturan Menteri.
BAB V
PENGHASILAN BERUPA KOMPENSASI ATAU PENGGANTIAN ATAS
PENGGUNAAN HARTA
Pasal 9
(1) Penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari Pemerintah berupa kompensasi atau penggantian dengan nama dan dalam bentuk apapun dari:
- persewaan harta berupa tanah dan/atau bangunan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang Pajak Penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan; dan/atau
- sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta selain tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dalam rangka penanganan COVID-19 merupakan objek Pajak Penghasilan.
(2) Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai pajak yang bersifat final dengan tarif sebesar 0% (nol persen).
(3) Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipotong oleh Pemerintah sebagai pemberi penghasilan pada akhir bulan:
- terjadinya pembayaran; atau
- jatuh tempo pembayaran,
tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu.
(4) Pemotongan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan membuat bukti pemotongan sesuai dengan contoh format tercantum dalam Lampiran huruf D dan/atau Lampiran huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.
(5) Bukti pemotongan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) wajib dilaporkan pada Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2).
(6) Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto.
(7) Pengenaan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku untuk penghasilan yang diterima atau diperoleh sampai dengan tanggal 30 September 2020.
(8) Dalam hal sewa atau penggunaan harta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan:
- sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini sampai dengan tanggal 30 September 2020, atau
- saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini sampai dengan setelah tanggal 30 September 2020,
atas penghasilan berupa kompensasi atau penggantian yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak selama pelaksanaan sewa atau penggunaan harta yang meliputi jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (7) berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan dihitung secara proporsional.
(9) Dalam hal diperlukan, pemberlakuan penghasilan yang diterima atau diperoleh sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dapat diperpanjang.
(10) Ketentuan mengenai perpanjangan pemberlakuan Penghasilan yang diterima atau diperoleh sebagaimana dimaksud pada ayat (9) diatur dengan Peraturan Menteri.
(11) Dalam hal pemberlakuan penghasilan yang diterima atau diperoleh sebagaimana dimaksud pada ayat (7) diperpanjang, ketentuan mengenai pengenaan Pajak Penghasilan secara proporsional sebagaimana dimaksud pada ayat (8) tetap berlaku dengan memperhatikan ketentuan perpanjangan pemberlakuan yang diatur dalam Peraturan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (10).
BAB VI
PEMBELIAN KEMBALI SAHAM YANG
DIPERJUALBELIKAN DI BURSA
Pasal 10
(1) Wajib Pajak dalam negeri:
- berbentuk Perseroan Terbuka;
- dengan jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan pada bursa efek di Indonesia paling sedikit 40% (empat puluh persen); dan
- memenuhi persyaratan tertentu,
dapat memperoleh tarif sebesar 3% (tiga persen) lebih rendah dari tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a dan huruf b Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman Yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan Menjadi Undang-Undang beserta peraturan pelaksanaannya.
(2) Persyaratan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
- saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b harus dimiliki oleh paling sedikit 300 (tiga ratus) Pihak;
- masing-masing Pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a hanya boleh memiliki saham kurang dari 5% (lima persen) dari keseluruhan saham yang ditempatkan dan disetor penuh;
- ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b serta huruf a dan huruf b harus dipenuhi dalam waktu paling singkat 183 (seratus delapan puluh tiga) hari kalender dalam jangka waktu 1 (satu) Tahun Pajak; dan
- pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b serta huruf a, huruf b, dan huruf c dilakukan Wajib Pajak Perseroan Terbuka dengan menyampaikan laporan kepada Direktorat Jenderal Pajak.
(3) Pihak sebagamana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b tidak termasuk:
- Wajib Pajak Perseroan Terbuka yang membeli kembali sahamnya; dan/atau
- yang memiliki hubungan istimewa sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai Pajak Penghasilan dengan Wajib Pajak Perseroan Terbuka.
(4) Dalam hal terdapat kebijakan pemerintah pusat atau lembaga yang menyelenggarakan fungsi pengawasan di bidang pasar modal untuk mengatasi kondisi pasar yang berfluktuasi secara signifikan, Wajib Pajak Perseroan Terbuka yang membeli kembali sahamnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a berdasarkan kebijakan pemerintah pusat atau lembaga dimaksud, dianggap tetap memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b.
(5) Kebijakan pemerintah pusat atau lembaga yang mempunyai fungsi pengawasan di pasar modal sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan dalam bentuk surat penunjukan atau surat persetujuan.
(6) Pembelian kembali saham sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan paling lambat tanggal 30 September 2020.
(7) Saham yang dibeli kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (4) hanya boleh dikuasai Wajib Pajak sampai dengan tanggal 30 September 2022.
(8) Dalam hal setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (7), kepemilikan saham tidak memenuhi ketentuan pada ayat (1), Wajib Pajak dalam negeri berbentuk Perseroan Terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dapat memperoleh tarif sebesar 3% (tiga persen) lebih rendah daripada tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman Yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan Menjadi Undang-Undang.
(9) Anggapan tetap memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) hanya berlaku untuk Tahun Pajak 2020, Tahun Pajak 2021, dan Tahun Pajak 2022.
(10) Wajib Pajak harus melampirkan Laporan Hasil Pelaksanaan Pembelian Kembali Saham yang diperdagangkan pada bursa efek di Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan pada Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak yang bersangkutan.
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 11
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, terhadap:
- Wajib Pajak dalam negeri yang memproduksi Alat Kesehatan dan/atau PKRT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 mulai dari tanggal 1 Maret 2020;
- sumbangan yang telah diberikan melalui BNPB, BPBD, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial dan/atau Lembaga Penyelenggara Pengumpulan Sumbangan dalam rangka penanganan COVID-19 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 mulai dari tanggal 1 Maret 2020;
- tambahan penghasilan dari Pemerintah berupa honorarium atau imbalan lain yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 mulai dari tanggal 1 Maret 2020;
- penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari Pemerintah berupa kompensasi atau penggantian atas penggunaan harta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 mulai dari tanggal 1 Maret 2020; dan
- pembelian kembali saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 mulai dari tanggal 1 Maret 2020, mengikuti ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 12
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 10 Juni 2020
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
JOKO WIDODO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 10 Juni 2020
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
YASONNA H. LAOLY
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2020 NOMOR 148