Perlakuan Perpajakan dalam Kegiatan PMSE dalam Perppu 1 Tahun 2020
Dalam Perppu No. 1 Tahun 2020, mengatur perlakuan perpajakan terkait kegiatan PMSE berupa:
- Yang pertama, pengenaan PPN atas pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dan/atau JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean melalui PMSE mengikuti sesuai dengan ketentuan dalam UU PPN. Untuk mempermudah ilustrasi saya berikan contoh: Saya berlangganan kepada suatu platform penyedia layanan streaming film yang kedudukannya di luar Daerah Pabean yang dimana akan hal tersebut dikenakan PPN. Kenapa? Karena sebagaimana kita ketahui film adalah BKP Tidak Berwujud, maka dapat dikatakan bahwa saya mengonsumsi film tersebut di dalam Daerah Pabean. Berkenaan dengan kewajiban PPN nya dilakukan oleh pelaku usaha PMSE yang adalah:
• Pedagang luar negeri
• Penyedia jasa luar negeri
• PPMSE luar negeri
• PPMSE dalam negeri
Yang teknis penunjukannya telah diatur dalam PMK (Peraturan Menteri Keuangan) No. 48 Tahun 2020.
- Yang kedua, pengenaan Pajak Penghasilan yang selanjutnya disingkat PPh, atau Pajak Transaksi Elektronik yang selanjutnya disingkat PTE atas kegiatan PMSE yang dilakukan oleh Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN) dengan memenuhi ketentuan atas kehadiran ekonomi signifikan sebagaimana bunyi Pasal 6 ayat (6) Perppu No. 1 Tahun 2020, degan kata lain ada perluasan makna dari BUT yang sebelumnya bertumpu pada physical presence, saat ini diperluas dengan adanya significant economic presence. Akan tetapi, perihal kehadiran ekonomi signifikan diberikan ketentuan kriteria sesuai Pasal 6 ayat (7) yaitu berupa:
- memiliki peredaran bruto konsolidasi grup usaha sampai dengan jumlah tertentu;
- penjualan di Indonesia sampai dengan jumlah tertentu; dan/atau
- pengguna aktif media digital di Indonesia sampai dengan jumlah tertentu.
Ketentuan lebih lanjut akan diatur dalam PMK.
Apabila dalam hal penetapan sebagai Bentuk Usaha Tetap (BUT) tidak dapat dilakukan karena adanya penerapan P3B atau Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda dengan pemerintah lain, maka pengenaan pajaknya dapat dilakukan dengan PTE sebagaimana dimaksud pada bunyi Pasal 6 ayat (8) Perppu No. 1 Tahun 2020. Dan PTE ini dikenakan atas transaksi melalui PMSE kepada pembeli atau pengguna di Indonesia yang dilakukan oleh SPLN baik secara langsung maupun melalui PPMSE, dan terkait kewajiban PPh atau PTE dibayar dan dilaporkan oleh Pedagang Luar Negeri, Penyedia Jasa Luar Negeri, dan/atau PPMSE luar negeri.
Lebih lanjut, terhadap pemenuhan kewajiban aspek perpajakan baik dalam hal PPN dan/atau PPh atau PTE dapat menunjuk perwakilan yang berada Indonesia yang ketentuan lebih lanjut diatur dengan PMK.
Berkenaan dengan besarnya tarif, dasar pengenaan, dan tata cara penghitungan PPh dan PTE diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP).
Diatas itu semua, terdapat konsekuensi hukum dalam bentuk sanksi administrasi sesuai dengan UU KUP terhadap pedagang luar negeri, penyedia jasa luar negeri, PPMSE luar negeri, dan/atau PPMSE dalam negeri yang tidak memenuhi kewajiban perpajakannya sebagaimana yang telah diatur dalam Perppu No. 1 Tahun 2020.
Selain sanksi administrasi, juga terdapat sanksi lain yaitu berupa pemutusan akses setelah diberi teguran. Pemutusan akses dilakukan apabila pemenuhan kewajiban tidak dipenuhi sampai dengan batas waktu yang ditentukan dalam teguran.
Pemutusan akses dilakukan oleh Menteri terkait dalam hal bidang Komunikasi dan Informatika berdasarkan permintaan Menteri Keuangan. Ketentuan teknisnya diatur sesuai dengan ketentuan Perundang-undangan di bidang informasi dan transaksi elektronik.
Lalu ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian teguran dan permintaan pemutusan akses diatur dengan PMK.