PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 197/PMK.03/2015
TENTANG
PENGURANGAN SANKSI ADMINISTRASI ATAS SURAT KETETAPAN PAJAK,
SURAT KETETAPAN PAJAK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN, DAN/ATAU SURAT TAGIHAN PAJAK
YANG DITERBITKAN BERDASARKAN HASIL PEMERIKSAAN, VERIFIKASI,
ATAU PENELITIAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa dalam rangka melakukan pembinaan terhadap Wajib Pajak dan untuk mendorong Wajib Pajak
membayar atau menyetorkan kekurangan pembayaran pajak terutang dalam surat ketetapan pajak
dan Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan pada tahun 2015, diperlukan adanya kebijakan
di bidang perpajakan berupa pengurangan sanksi administrasi;
b. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 36 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, Direktur Jenderal Pajak diberikan kewenangan untuk
mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang
terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dalam hal
sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya;
c. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan
Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994, terhadap hal-hal
yang tidak diatur secara khusus dalam Undang-Undang tersebut, berlaku ketentuan dalam
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 serta peraturan
perundang-undangan lainnya;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c serta
untuk melaksanakan ketentuan Pasal 36 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 dan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang
Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994,
perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pengurangan Sanksi Administrasi atas Surat
Ketetapan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan, dan/atau Surat Tagihan Pajak
yang Diterbitkan Berdasarkan Hasil Pemeriksaan, Verifikasi, atau Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan;
Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun
2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4999);
2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3312)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1994 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3569);
3. Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2015 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 51);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENGURANGAN SANKSI ADMINISTRASI ATAS SURAT KETETAPAN
PAJAK, SURAT KETETAPAN PAJAK PAJAK BUMI DAN BANGUNAN, DAN/ATAU SURAT TAGIHAN PAJAK YANG
DITERBITKAN BERDASARKAN HASIL PEMERIKSAAN, VERIFIKASI, ATAU PENELITIAN PAJAK BUMI DAN
BANGUNAN.
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang selanjutnya disebut Undang-Undang
KUP adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.
2. Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disebut Undang-Undang PBB adalah
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994.
3. Penelitian Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disebut Penelitian PBB adalah serangkaian
kegiatan pengujian pemenuhan kewajiban PBB berdasarkan keterangan lain yang diperoleh dan/atau
dimiliki Direktur Jenderal Pajak atau berdasarkan permohonan Wajib Pajak.
4. Surat Ketetapan Pajak yang selanjutnya disingkat SKP adalah surat ketetapan yang meliputi Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak
Nihil, atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.
5. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar yang selanjutnya disingkat SKPKB adalah surat ketetapan pajak
yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran
pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar.
6. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan yang selanjutnya disingkat SKPKBT adalah surat
ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.
7. Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disingkat SKP PBB adalah surat
ketetapan yang menentukan besarnya pokok PBB atau selisih pokok PBB, besarnya sanksi
administrasi, dan jumlah PBB yang terutang.
8. Surat Tagihan Pajak yang selanjutnya disingkat STP adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/
atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.
9. Sanksi Administrasi adalah sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terutang
sesuai dengan ketentuan Pasal 13 ayat (2), Pasal 13 ayat (3), Pasal 14 ayat (4), dan Pasal 15 ayat (2)
Undang-Undang KUP serta Pasal 10 ayat (3) dan Pasal 10 ayat (4) Undang-Undang PBB.
Pasal 2
(1) Direktur Jenderal Pajak atas permohonan Wajib Pajak dapat mengurangkan Sanksi Administrasi dalam
hal Sanksi Administrasi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena
kesalahannya.
(2) Sanksi Administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbatas pada Sanksi Administrasi dalam
SKP, SKP PBB, dan/atau STP yang diterbitkan pada tahun 2015 berdasarkan hasil pemeriksaan,
verifikasi, atau Penelitian PBB.
Pasal 3
(1) Dalam rangka mendapatkan pengurangan Sanksi Administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2,
Wajib Pajak menyampaikan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diajukan dalam hal Wajib Pajak
memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. melunasi seluruh jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak dalam SKP pada tahun 2015,
dalam hal:
1. SKP yang diajukan permohonan; atau
2. SKP yang berkaitan dengan STP,
adalah SKPKB atau SKPKBT;
b. melunasi seluruh pokok PBB atau selisih pokok PBB dalam SKP PBB pada tahun 2015;
c. tidak mengajukan upaya hukum perpajakan atas:
1. SKP, SKP PBB, atau STP yang diajukan permohonan pengurangan Sanksi Administrasi;
2. SKP Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa, dalam hal STP Pajak Pertambahan Nilai
Barang dan Jasa yang memuat Sanksi Administrasi Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang
KUP yang penerbitannya berkaitan dengan SKP tersebut diajukan permohonan
pengurangan Sanksi Administrasi; dan/atau
3. STP Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa yang memuat Sanksi Administrasi Pasal
14 ayat (4) Undang-Undang KUP, dalam hal SKP Pajak Pertambahan Nilai Barang dan
Jasa yang penerbitannya berkaitan dengan STP tersebut diajukan permohonan
pengurangan Sanksi Administrasi;
d. tidak sedang mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan Sanksi Administrasi
selain yang diatur berdasarkan Peraturan Menteri ini.
(3) Upaya hukum perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c merupakan tindakan Wajib
Pajak yang mengajukan:
a. keberatan;
b. pengurangan atau pembatalan SKP/SKP PBB;
c. pengurangan atau pembatalan STP;
d. pembatalan hasil pemeriksaan, verifikasi, atau Penelitian PBB; dan/atau
e. gugatan,
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang KUP dan Undang-Undang PBB.
(4) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. 1 (satu) permohonan untuk 1 (satu) SKP, SKP PBB, atau STP;
b. diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
c. ditandatangani oleh Wajib Pajak dalam hal Wajib Pajak orang pribadi atau wakil Wajib Pajak
dalam hal Wajib Pajak badan, dan tidak dapat dikuasakan; dan
d. disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dan/atau tempat
Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan atau tempat objek PBB diadministrasikan.
(5) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dokumen berupa:
a. fotokopi SKP, SKP PBB, atau STP;
b. fotokopi Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat
Setoran Pajak sebagai bukti pembayaran jumlah kekurangan pembayaran:
1. pokok pajak dalam SKP dalam hal:
a) SKP yang diajukan permohonan; atau
b) SKP yang berkaitan dengan STP,
adalah SKPKB atau SKPKBT; atau
2. pokok PBB atau selisih pokok PBB dalam SKP PBB;
c. fotokopi Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi sebelumnya, khusus terhadap SKP,
SKP PBB, atau STP yang telah diajukan permohonan pengurangan Sanksi Administrasi;
d. surat pernyataan bermeterai yang berisi bahwa koreksi yang dihasilkan pada proses
pemeriksaan atau verifikasi atau data temuan hasil pemeriksaan atau Penelitian PBB dan
menyebabkan dikenakannya Sanksi Administrasi yang terdapat dalam SKP, SKP PBB, atau
STP dikarenakan kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya; dan
e. surat pernyataan bermeterai yang berisi bahwa Wajib Pajak tidak melakukan upaya hukum
perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terhadap:
1. SKP, SKP PBB, atau STP yang diajukan permohonan pengurangan Sanksi Administrasi;
2. SKP Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa, dalam hal STP Pajak Pertambahan Nilai
Barang dan Jasa yang memuat Sanksi Administrasi Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang
KUP yang penerbitannya berkaitan dengan SKP tersebut diajukan permohonan
pengurangan Sanksi Administrasi; dan/atau
3. STP Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa yang memuat Sanksi Administrasi Pasal
14 ayat (4) Undang-Undang KUP, dalam hal SKP Pajak Pertambahan Nilai Barang dan
Jasa yang penerbitannya berkaitan dengan STP tersebut diajukan permohonan
pengurangan Sanksi Administrasi.
Pasal 4
(1) Direktur Jenderal Pajak menindaklanjuti permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal
3 ayat (1) dengan meneliti:
a. pemenuhan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3 ayat (2); dan
b. pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) dan Pasal 3 ayat (5).
(2) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyimpulkan bahwa permohonan
Wajib Pajak memenuhi:
a. ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3 ayat (2); dan
b. persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) dan Pasal 3 ayat (5),
Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi.
(3) Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan
oleh Direktur Jenderal Pajak dengan ketentuan bahwa jumlah Sanksi Administrasi yang dikurangkan
adalah sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah Sanksi Administrasi dalam SKP, SKP PBB, atau
STP.
(4) Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan
oleh Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya
permohonan Wajib Pajak.
(5) Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menyimpulkan bahwa permohonan
Wajib Pajak tidak memenuhi:
a. ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3 ayat (2); dan
b. persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) dan Pasal 3 ayat (5),
permohonan Wajib Pajak dikembalikan.
(6) Terhadap permohonan Wajib Pajak yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 dan/atau Pasal 3 ayat (2), Wajib Pajak tidak dapat mengajukan permohonan kembali.
(7) Terhadap permohonan Wajib Pajak yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (4) dan/atau Pasal 3 ayat (5), Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan kembali.
(8) Apabila dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) telah lewat tetapi
Direktur Jenderal Pajak tidak menerbitkan Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau tidak mengembalikan permohonan Wajib Pajak
sebagaimana dimaksud pada ayat (5), permohonan tersebut dianggap dikabulkan dan Direktur
Jenderal Pajak harus menerbitkan surat keputusan sesuai dengan permohonan yang diajukan oleh
Wajib Pajak.
Pasal 5
(1) Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan pengurangan Sanksi Administrasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan pada tahun 2015 telah melunasi:
a. jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak dalam SKP hasil pemeriksaan atau verifikasi;
atau
b. jumlah pokok PBB atau selisih pokok PBB dalam SKP PBB hasil pemeriksaan atau Penelitian
PBB,
tindakan penagihan pajak terhadap Sanksi Administrasi dalam SKP, SKP PBB, dan/atau STP
ditangguhkan.
(2) Dalam hal Sanksi Administrasi dalam SKP, SKP PBB, atau STP telah dibayar lebih dari 50% (lima puluh
persen) oleh Wajib Pajak, sisa kelebihan bayar Sanksi Administrasi setelah dilakukan pengurangan
Sanksi Administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) merupakan kelebihan pembayaran
pajak.
Pasal 6
Dalam hal setelah diterbitkan Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi, Wajib Pajak mengajukan
upaya hukum perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) terhadap:
1. SKP, SKP PBB, atau STP yang sebelumnya telah diajukan permohonan pengurangan Sanksi
Administrasi berdasarkan Peraturan Menteri ini;
2. SKP Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa, dalam hal STP Pajak Pertambahan Nilai Barang dan
Jasa yang memuat Sanksi Administrasi Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP yang penerbitannya
berkaitan dengan SKP tersebut diajukan permohonan pengurangan Sanksi Administrasi; atau
3. STP Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa yang memuat Sanksi Administrasi Pasal 14 ayat (4)
Undang-Undang KUP, dalam hal SKP Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa yang penerbitannya
berkaitan dengan STP tersebut diajukan permohonan pengurangan Sanksi Administrasi,
Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi tersebut dibetulkan secara jabatan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan sehingga besarnya Sanksi Administrasi menjadi sama
dengan sebelum dilakukan pengurangan Sanksi Administrasi.
Pasal 7
Dokumen berupa:
a. Permohonan pengurangan Sanksi Administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1);
b. Surat pernyataan yang berisi bahwa koreksi yang dihasilkan pada proses pemeriksaan atau verifikasi
atau data temuan hasil pemeriksaan atau Penelitian PBB dan menyebabkan dikenakannya Sanksi
Administrasi yang terdapat dalam SKP, SKP PBB, atau STP dikarenakan kekhilafan Wajib Pajak atau
bukan karena kesalahannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5) huruf d;
c. Surat pernyataan yang berisi bahwa Wajib Pajak tidak melakukan upaya hukum perpajakan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5) huruf e atas:
1. SKP, SKP PBB, atau STP yang diajukan permohonan pengurangan Sanksi Administrasi;
2. SKP Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa, dalam hal STP Pajak Pertambahan Nilai Barang
dan Jasa yang memuat Sanksi Administrasi Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP yang
penerbitannya berkaitan dengan SKP tersebut diajukan permohonan pengurangan Sanksi
Administrasi; dan/atau
3. STP Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa yang memuat Sanksi Administrasi Pasal 14 ayat
(4) Undang-Undang KUP, dalam hal SKP Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa yang
penerbitannya berkaitan dengan STP tersebut diajukan permohonan pengurangan Sanksi
Administrasi
d. Surat pengembalian permohonan pengurangan Sanksi Administrasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (5); dan
e. Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2),
dibuat dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Pasal 8
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
a. terhadap permohonan pengurangan Sanksi Administrasi yang diajukan sebelum berlakunya Peraturan
Menteri ini atas SKP, SKP PBB, atau STP yang diterbitkan pada tahun 2015 dan telah diterbitkan surat
keputusan Direktur Jenderal Pajak untuk kedua kalinya, Wajib Pajak tidak dapat mengajukan kembali
permohonan pengurangan Sanksi Administrasi berdasarkan Peraturan Menteri ini;
b. terhadap permohonan pengurangan Sanksi Administrasi yang diajukan sebelum berlakunya Peraturan
Menteri ini atas SKP, SKP PBB, atau STP yang diterbitkan pada tahun 2015 dan telah diterbitkan surat
keputusan Direktur Jenderal Pajak yang menolak permohonan Wajib Pajak, Wajib Pajak dapat
mengajukan kembali permohonan pengurangan Sanksi Administrasi berdasarkan Peraturan Menteri ini;
c. terhadap permohonan pengurangan Sanksi Administrasi yang diajukan sebelum berlakunya Peraturan
Menteri ini atas SKP, SKP PBB, atau STP yang diterbitkan pada tahun 2015 dan telah diterbitkan surat
keputusan Direktur Jenderal Pajak yang memberikan pengurangan kurang dari 50% (lima puluh
persen), Wajib Pajak dapat mengajukan kembali permohonan pengurangan Sanksi Administrasi
berdasarkan Peraturan Menteri ini; dan
d. terhadap permohonan pengurangan Sanksi Administrasi yang diajukan sebelum berlakunya Peraturan
Menteri ini atas SKP, SKP PBB, atau STP yang diterbitkan pada tahun 2015 dan telah diterbitkan surat
keputusan Direktur Jenderal Pajak yang memberikan pengurangan sama dengan atau lebih dari 50%
(lima puluh persen), Wajib Pajak tidak dapat mengajukan kembali permohonan pengurangan Sanksi
Administrasi, dan dalam hal Wajib Pajak mengajukan kembali permohonan pengurangan Sanksi
Administrasi berdasarkan Peraturan Menteri ini, permohonan tersebut ditolak.
Pasal 9
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 2 November 2015
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
BAMBANG P.S. BRODJONEGORO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 2 November 2015
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 1645