PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 17/PMK.03/2013
TENTANG
TATA CARA PEMERIKSAAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa ketentuan mengenai tata cara pemeriksaan telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.03/2011;
b. bahwa ketentuan mengenai pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang mengajukan permohonan
pengembalian kelebihan pembayaran pajak dan dilanjutkan dengan pemeriksaan bukti permulaan
tindak pidana di bidang perpajakan telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
191/PMK.03/2007 tentang Penerbitan Surat Ketetapan Pajak Atas Permohonan Pengembalian Kelebihan
Pembayaran Pajak Terhadap Wajib Pajak Yang Sedang Dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak
Pidana Di Bidang Perpajakan;
c. bahwa ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a juga terkait dengan ketentuan mengenai tata
cara penyegelan dalam rangka pemeriksaan pajak yang saat ini diatur dalam Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 198/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Penyegelan Dalam Rangka Pemeriksaan
di Bidang Perpajakan;
d. bahwa dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan, perlu dilakukan penyesuaian terhadap
ketentuan mengenai tata cara pemeriksaan pajak, tata cara pengungkapan ketidakbenaran pengisian
Surat Pemberitahuan, tata cara penerbitan surat ketetapan pajak atas permohonan pengembalian
kelebihan pembayaran pajak terhadap Wajib Pajak yang sedang dilakukan pemeriksaan bukti
permulaan tindak pidana di bidang perpajakan, dan tata cara penyegelan;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d,
serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 17B ayat (1a), Pasal 30 ayat (2), dan Pasal 31 ayat (1)
Undang Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana
telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang Undang Nomor 16 Tahun 2009 serta Pasal 8 ayat
(8) Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan
Kewajiban Perpajakan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Pemeriksaan;
Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun
2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4999);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan
Kewajiban Perpajakan (Lembaran Negera Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 162, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5268);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
1. Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang selanjutnya disebut Undang-Undang
KUP adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009.
2. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau
bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk
menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka
melaksanakan ketentuan peraturan perundang undangan perpajakan.
3. Pemeriksaan Lapangan adalah Pemeriksaan yang dilakukan di tempat tinggal atau tempat kedudukan
Wajib Pajak, tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak, dan/atau tempat lain yang
dianggap perlu oleh Pemeriksa Pajak.
4. Pemeriksaan Kantor adalah Pemeriksaan yang dilakukan di kantor Direktorat Jenderal Pajak.
5. Verifikasi adalah serangkaian kegiatan pengujian pemenuhan kewajiban subjektif dan objektif atau
penghitungan dan pembayaran pajak, berdasarkan permohonan Wajib Pajak atau berdasarkan data
dan informasi perpajakan yang dimiliki atau diperoleh Direktur Jenderal Pajak, dalam rangka
menerbitkan surat ketetapan pajak, menerbitkan/menghapus Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau
mengukuhkan/mencabut pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
6. Pemeriksa Pajak adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak atau tenaga ahli
yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk
melaksanakan Pemeriksaan.
7. Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak adalah tanda pengenal yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak
yang merupakan bukti bahwa orang yang namanya tercantum pada kartu tanda pengenal tersebut
sebagai Pemeriksa Pajak.
8. Surat Perintah Pemeriksaan yang selanjutnya disingkat SP2 adalah surat perintah untuk melakukan
Pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk
tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
9. Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan adalah surat pemberitahuan mengenai dilakukannya
Pemeriksaan Lapangan dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau
untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
10. Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor adalah surat panggilan mengenai dilakukannya
Pemeriksaan Kantor dalam rangka menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau
untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
11. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data
dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya serta jumlah
harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan
berupa neraca dan laporan laba rugiuntuk periode Tahun Pajak tersebut.
12. Data yang dikelola secara elektronik adalah data yang bentuknya elektronik, yang dihasilkan oleh
komputer dan/atau pengolah data elektronik lainnya dan disimpan dalam disket, compact disk, tape
backup, hard disk, atau media penyimpanan elektronik lainnya.
13. Tempat Penyimpanan Buku, Catatan, Dan Dokumen adalah tempat yang diselenggarakan oleh Wajib
Pajak, perusahaan penyimpan arsip atau dokumen dan/atau yang diselenggarakan oleh pihak lain.
14. Penyegelan adalah tindakan menempatkan tanda segel pada tempat atau ruangan tertentu serta barang
bergerak dan/atau tidak bergerak yang digunakan atau patut diduga digunakan sebagai tempat atau
alat untuk menyimpan buku atau catatan, dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik dan
benda-benda lain.
15. Kertas Kerja Pemeriksaan yang selanjutnya disingkat KKP adalah catatan secara rinci dan jelas yang
dibuat oleh Pemeriksa Pajak mengenai prosedur Pemeriksaan yang ditempuh, data, keterangan,
dan/atau bukti yang dikumpulkan, pengujian yang dilakukan dan simpulan yang diambil sehubungan
dengan pelaksanaan Pemeriksaan.
16. Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan yang selanjutnya disingkat SPHP adalah surat yang berisi
tentang temuan Pemeriksaan yang meliputi pos-pos yang dikoreksi, nilai koreksi, dasar koreksi,
perhitungan sementara dari jumlah pokok pajak terutang dan perhitungan sementara dari sanksi
administrasi.
17. Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan adalah pembahasan antara Wajib Pajak dan Pemeriksa Pajak
atas temuan Pemeriksaan yang hasilnya dituangkan dalam berita acara pembahasan akhir hasil
Pemeriksaan yang ditandatangani oleh kedua belah pihak dan berisi koreksi pokok pajak terutang baik
yang disetujui maupun yang tidak disetujui dan perhitungan sanksi administrasi.
18. Tim Quality Assurance Pemeriksaan adalah tim yang dibentuk oleh Direktur Jenderal Pajak dalam
rangka membahas hasil Pemeriksaan yang belum disepakati antara Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak
dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan guna menghasilkan Pemeriksaan yang berkualitas.
19. Laporan Hasil Pemeriksaan yang selanjutnya disingkat LHP adalah laporan yang berisi tentang
pelaksanaan dan hasil Pemeriksaan yang disusun oleh Pemeriksa Pajak secara ringkas dan jelas serta
sesuai dengan ruang lingkup dan tujuan Pemeriksaan.
20. Laporan Hasil Pemeriksaan Sumir yang selanjutnya disebut LHP Sumir adalah laporan tentang
penghentian Pemeriksaan tanpa adanya usulan penerbitan surat ketetapan pajak.
21. Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah Pemeriksaan yang dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan
tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan.
22. Pemeriksaan Ulang adalah Pemeriksaan yang dilakukan terhadap Wajib Pajak yang telah diterbitkan
surat ketetapan pajak dari hasil Pemeriksaan sebelumnya untuk jenis pajak dan masa pajak, bagian
tahun pajak, atau tahun pajak yang sama.
23. Kuesioner Pemeriksaan adalah formulir yang berisikan sejumlah pertanyaan dan penilaian oleh Wajib
Pajak yang terkait dengan pelaksanaan Pemeriksaan.
BAB II
TUJUAN PEMERIKSAAN
Pasal 2
Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan Pemeriksaan dengan tujuan untuk menguji kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
BAB III
PEMERIKSAAN UNTUK MENGUJI KEPATUHAN
PEMENUHAN KEWAJIBAN PERPAJAKAN
Bagian Kesatu
Ruang Lingkup, Kriteria, dan Jenis Pemeriksaan
Pasal 3
Ruang lingkup Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dapat meliputi satu,
beberapa, atau seluruh jenis pajak, baik untuk satu atau beberapa Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun
Pajak dalam tahun-tahun lalu maupun tahun berjalan.
Pasal 4
(1) Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus dilakukan terhadap
Wajib Pajak yang mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP.
(2) Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dapat dilakukan dalam hal
memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan lebih bayar, selain yang
mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud
pada ayat (1);
b. Wajib Pajak yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak;
c. Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang menyatakan rugi;
d. Wajib Pajak melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi, pembubaran, atau
akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya;
e. Wajib Pajak melakukan perubahan tahun buku atau metode pembukuan atau karena
dilakukannya penilaian kembali aktiva tetap;
f. Wajib Pajak tidak menyampaikan atau menyampaikan Surat Pemberitahuan tetapi melampaui
jangka waktu yang telah ditetapkan dalam surat teguran yang terpilih untuk dilakukan
Pemeriksaan berdasarkan analisis risiko; atau
g. Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan yang terpilih untuk dilakukan Pemeriksaan
berdasarkan analisis risiko.
Pasal 5
(1) Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor.
(2) Terhadap Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dilakukan dengan Pemeriksaan
Kantor, dalam hal permohonan pengembalian kelebihan pembayaran tersebut diajukan oleh Wajib
Pajak yang memenuhi persyaratan:
a. laporan keuangan Wajib Pajak untuk Tahun Pajak yang diperiksa diaudit oleh akuntan publik
atau laporan keuangan salah satu Tahun Pajak dari 2 (dua) Tahun Pajak sebelum Tahun Pajak
yang diperiksa telah diaudit oleh akuntan publik, dengan pendapat wajar tanpa pengecualian;
dan
b. Wajib Pajak tidak sedang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan, penyidikan, atau
penuntutan tindak pidana perpajakan, dan/atau Wajib Pajak dalam 5 (lima) tahun terakhir tidak
pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.
(3) Terhadap Pemeriksaan dengan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a sampai
dengan huruf e, penentuan jenis pemeriksaannya diatur oleh Direktur Jenderal Pajak.
(4) Terhadap Pemeriksaan dengan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf f dan
huruf g dilakukan dengan jenis PemeriksaanLapangan.
(5) Dalam hal Pemeriksaan Kantor ditemukan indikasi transaksi yang terkait dengan transfer pricing
dan/atau transaksi khusus lain yang berindikasi adanya rekayasa transaksi keuangan, pelaksanaan
Pemeriksaan Kantor diubah menjadi Pemeriksaan Lapangan.
Bagian Kedua
Standar Pemeriksaan
Pasal 6
(1) Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus dilaksanakan sesuai
dengan standar Pemeriksaan.
(2) Standar Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai ukuran mutu
Pemeriksaan yang merupakan capaian minimum yang harus dicapai dalam melaksanakan Pemeriksaan.
(3) Standar Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi standar umum Pemeriksaan,
standar pelaksanaan Pemeriksaan, dan standar pelaporan hasil Pemeriksaan.
Pasal 7
(1) Standar umum Pemeriksaan merupakan standar yang bersifat pribadi dan berkaitandengan persyaratan
Pemeriksa Pajak.
(2) Pemeriksaan dilaksanakan oleh Pemeriksa Pajak yang memenuhi syarat sebagai berikut:
a. telah mendapat pendidikan dan pelatihan teknis yang cukup serta memiliki keterampilan
sebagai Pemeriksa Pajak;
b. menggunakan keterampilannya secara cermat dan seksama;
c. jujur dan bersih dari tindakan-tindakan tercela serta senantiasa mengutamakan kepentingan
negara; dan
d. taat terhadap berbagai ketentuan peraturan perundangundangan di bidang perpajakan.
(3) Dalam hal diperlukan, Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilaksanakan oleh
tenaga ahli dari luar Direktorat Jenderal Pajak yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak.
Pasal 8
Pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus dilakukan sesuai
standar pelaksanaan Pemeriksaan, yaitu:
a. pelaksanaan Pemeriksaan harus didahului dengan persiapan yang baik sesuai dengan tujuan
Pemeriksaan, yang paling sedikit meliputi kegiatan mengumpulkan dan mempelajari data Wajib Pajak,
menyusun rencana Pemeriksaan (audit plan), dan menyusun program Pemeriksaan (audit program),
serta mendapat pengawasan yang seksama;
b. Pemeriksaan dilaksanakan dengan melakukan pengujian berdasarkan metode dan teknik Pemeriksaan
sesuai dengan programPemeriksaan (audit program) yang telah disusun;
c. temuan hasil Pemeriksaan harus didasarkan pada bukti kompeten yang cukup dan berdasarkan
ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan;
d. Pemeriksaan dilakukan oleh suatu tim Pemeriksa Pajak yang terdiri dari seorang supervisor, seorang
ketua tim, dan seorang atau lebih anggota tim, dan dalam keadaan tertentu ketua tim dapat merangkap
sebagai anggota tim;
e. tim Pemeriksa Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf d dapat dibantu oleh seorang atau lebih yang
memiliki keahlian tertentu, baik yang berasal dari Direktorat Jenderal Pajak, maupun yang berasal dari
instansi di luar Direktorat Jenderal Pajak yang telah ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, sebagai
tenaga ahli seperti penerjemah bahasa, ahli di bidang teknologi informasi, dan pengacara;
f. apabila diperlukan, Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dapat
dilakukan secara bersama-sama dengan tim pemeriksa dari instansi lain;
g. Pemeriksaan dapat dilaksanakan di kantor Direktorat Jenderal Pajak, tempat tinggal atau tempat
kedudukan Wajib Pajak, tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak, dan/atau atau
tempat lain yang dianggap perlu oleh Pemeriksa Pajak;
h. Pemeriksaan dilaksanakan pada jam kerja dan apabila diperlukan dapat dilanjutkan di luar jam kerja;
dan
i. pelaksanaan Pemeriksaan didokumentasikan dalam bentuk KKP.
Pasal 9
Kegiatan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus didokumentasikan
dalam bentuk KKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf i dengan memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
a. KKP wajib disusun oleh Pemeriksa Pajak dan berfungsi sebagai:
1) bukti bahwa Pemeriksaan telah dilaksanakan sesuai standar pelaksanaan Pemeriksaan;
2) bahan dalam melakukan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan denganWajib Pajak mengenai
temuan hasil Pemeriksaan;
3) dasar pembuatan LHP;
4) sumber data atau informasi bagi penyelesaian keberatan atau banding yang diajukan oleh
Wajib Pajak; dan
5) referensi untuk Pemeriksaan berikutnya.
b. KKP harus memberikan gambaran mengenai:
1) prosedur Pemeriksaan yang dilaksanakan;
2) data, keterangan, dan/atau bukti yang diperoleh;
3) pengujian yang telah dilakukan; dan
4) simpulan dan hal-hal lain yang dianggap perlu yang berkaitan dengan Pemeriksaan.
Pasal 10
Kegiatan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus dilaporkan dalam
bentuk LHP yang disusun sesuai standar pelaporan hasil Pemeriksaan, yaitu:
a. LHP disusun secara ringkas dan jelas, memuat ruang lingkup atau pos-pos yang diperiksa sesuai
dengan tujuan Pemeriksaan, memuat simpulan Pemeriksa Pajak yang didukung temuan yang kuat
tentang ada atau tidak adanya penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan perpajakan,
dan memuat pula pengungkapan informasi lain yang terkait dengan Pemeriksaan.
b. LHP untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan sekurang-kurangnya memuat:
1) penugasan Pemeriksaan;
2) identitas Wajib Pajak;
3) pembukuan atau pencatatan Wajib Pajak;
4) pemenuhan kewajiban perpajakan;
5) data/informasi yang tersedia;
6) buku dan dokumen yang dipinjam;
7) materi yang diperiksa;
8) uraian hasil Pemeriksaan;
9) ikhtisar hasil Pemeriksaan;
10) penghitungan pajak terutang; dan
11) simpulan dan usul Pemeriksa Pajak.
Bagian Ketiga
Kewajiban dan Kewenangan Pemeriksa Pajak
Pasal 11
Dalam melakukan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, Pemeriksa Pajak
wajib:
a. menyampaikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan kepada Wajib Pajak dalam hal
Pemeriksaan dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan atau Surat Panggilan Dalam Rangka
Pemeriksaan Kantor dalam hal Pemeriksaan dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Kantor;
b. memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak dan SP2 kepada Wajib Pajak pada waktu melakukan
Pemeriksaan;
c. memperlihatkan surat yang berisi perubahan tim Pemeriksa Pajak kepada Wajib Pajak apabila susunan
keanggotaan tim Pemeriksa Pajakmengalami perubahan;
d. melakukan pertemuan dengan Wajib Pajak dalam rangka memberikan penjelasan mengenai:
1) alasan dan tujuan Pemeriksaan;
2) hak dan kewajiban Wajib Pajak selama dan setelah pelaksanaan Pemeriksaan;
3) hak Wajib Pajak mengajukan permohonan untuk dilakukan pembahasan dengan Tim Quality
Assurance Pemeriksaan dalam hal terdapat hasil Pemeriksaan yang belum disepakati antara
Pemeriksa Pajak dengan Wajib Pajak pada saat Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan; dan
4) kewajiban dari Wajib Pajak untuk memenuhi permintaan buku, catatan, dan/atau dokumen
yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lainnya, yang dipinjam dari
Wajib Pajak;
e. menuangkan hasil pertemuan sebagaimana dimaksud pada huruf d dalam berita acara pertemuan
dengan Wajib Pajak;
f. menyampaikan SPHP kepada Wajib Pajak;
g. memberikan hak untuk hadir kepada Wajib Pajak dalam rangka Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan
pada waktu yang telah ditentukan;
h. menyampaikan Kuesioner Pemeriksaan kepada Wajib Pajak;
i. melakukan pembinaan kepada Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dengan menyampaikan saran secara tertulis;
j. mengembalikan buku, catatan, dan/atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan,
dan dokumen lainnya yang dipinjam dari Wajib Pajak; dan
k. merahasiakan kepada pihak lain yang tidak berhak atas segala sesuatu yang diketahui atau
diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka Pemeriksaan.
Pasal 12
(1) Dalam melakukan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dengan
jenis Pemeriksaan Lapangan, Pemeriksa Pajak berwenang:
a. melihat dan/atau meminjam buku, catatan, dan/atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan
atau pencatatan, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh,
kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak;
b. mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelola secara elektronik;
c. memasuki dan memeriksa tempat atau ruang, barang bergerak dan/atau tidak bergerak yang
diduga atau patut diduga digunakan untuk menyimpan buku atau catatan, dokumen yang
menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dokumen lain, uang dan/atau barang yang dapat
memberi petunjuk tentang penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas
Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak;
d. meminta kepada Wajib Pajak untuk memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan, antara
lain berupa:
1) menyediakan tenaga dan/atau peralatan atas biaya Wajib Pajak apabila dalam
mengakses data yang dikelola secara elektronik memerlukan peralatan dan/atau
keahlian khusus;
2) memberikan bantuan kepada Pemeriksa Pajak untuk membuka barang bergerak dan/
atau tidak bergerak; dan/atau
3) menyediakan ruangan khusus tempat dilakukannya Pemeriksaan Lapangan dalam hal
Pemeriksaan dilakukan di tempat Wajib Pajak;
e. melakukan Penyegelan tempat atau ruang tertentu serta barang bergerak dan/atau tidak
bergerak;
f. meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari Wajib Pajak; dan
g. meminta keterangan dan/atau bukti yang diperlukan dari pihak ketiga yang mempunyai
hubungan dengan Wajib Pajak yang diperiksa melalui kepala unit pelaksana Pemeriksaan.
(2) Dalam melakukan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dengan
jenis Pemeriksaan Kantor, Pemeriksa Pajak berwenang:
a. memanggil Wajib Pajak untuk datang ke kantor Direktorat Jenderal Pajak dengan
menggunakan Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor;
b. melihat dan/atau meminjam buku, catatan, dan/atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan
atau pencatatan, dan dokumen lain termasuk data yang dikelola secara elektronik, yang
berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib
Pajak, atau objek yang terutang pajak;c. meminta kepada Wajib Pajak untuk memberi
bantuan guna kelancaran Pemeriksaan;
d. meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari Wajib Pajak;
e. meminjam KKP yang dibuat oleh akuntan publik melalui Wajib Pajak; dan
f. meminta keterangan dan/atau bukti yang diperlukan dari pihak ketiga yang mempunyai
hubungan dengan Wajib Pajak yang diperiksa melalui kepala unit pelaksana Pemeriksaan.
Bagian Keempat
Hak dan Kewajiban Wajib Pajak
Pasal 13
Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan, Wajib Pajak
berhak:
a. meminta kepada PemeriksaPajak untuk memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak dan SP2;
b. meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan
dalam hal Pemeriksaan dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan;
c. meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan surat yang berisi perubahan tim Pemeriksa
Pajak apabila susunan keanggotaan tim Pemeriksa Pajak mengalami perubahan;
d. meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan penjelasan tentang alasan dan tujuan
Pemeriksaan;
e. menerima SPHP;
f. menghadiri Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan pada waktu yang telah ditentukan;
g. mengajukan permohonan untuk dilakukan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan,
dalam hal masih terdapat hasil Pemeriksaan yang belum disepakati antara Pemeriksa Pajak dengan
Wajib Pajak pada saat Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan; dan
h. memberikan pendapat atau penilaian atas pelaksanaan Pemeriksaan oleh Pemeriksa Pajak melalui
pengisian Kuesioner Pemeriksaan.
Pasal 14
(1) Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dengan
jenis Pemeriksaan Lapangan, Wajib Pajak wajib:
a. memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku, catatan, dan/atau dokumen yang menjadi
dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan
yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak;
b. memberikan kesempatan untuk mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelola secara
elektronik;
c. memberikan kesempatan untuk memasuki dan memeriksa tempat atau ruang, barang bergerak
dan/atau tidak bergerak yang diduga atau patut diduga digunakan untuk menyimpan buku atau
catatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dokumen lain, uang, dan/
atau barang yang dapat memberi petunjuk tentang penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha,
pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak serta meminjamkannya kepada
Pemeriksa Pajak;
d. memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan, yang dapat berupa:
1) menyediakan tenaga dan/atau peralatan atas biaya Wajib Pajak apabila dalam
mengakses data yang dikelola secara elektronik memerlukan peralatan dan/atau
keahlian khusus;
2) memberikan bantuan kepada Pemeriksa Pajak untuk membuka barang bergerak dan/
atau tidak bergerak; dan/atau
3) menyediakan ruangan khusus tempat dilakukannya Pemeriksaan Lapangan dalam hal
Pemeriksaan dilakukan di tempat Wajib Pajak;
e. menyampaikan tanggapan secara tertulis atas SPHP; dan
f. memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis yang diperlukan.
(2) Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dengan
jenis Pemeriksaan Kantor, Wajib Pajak wajib:
a. memenuhi panggilan untuk datang menghadiri Pemeriksaan sesuai dengan waktu yang
ditentukan;
b. memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku, catatan, dan/atau dokumen yang menjadi
dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain termasuk data yang dikelola secara
elektronik, yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan
bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak;
c. memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan;
d. menyampaikan tanggapan secara tertulis atas SPHP;
e. meminjamkan KKP yang dibuat oleh akuntan publik; dan
f. memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis yang diperlukan.
Bagian Kelima
Jangka Waktu Pemeriksaan
Pasal 15
(1) Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan dalam jangka
waktu Pemeriksaan yang meliputi:
a. jangka waktu pengujian; dan
b. jangka waktu Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dan pelaporan.
(2) Dalam hal Pemeriksaan dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan, jangka waktu pengujian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a paling lama 6 (enam) bulan, yang dihitung sejak Surat
Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau
anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak, sampai dengan tanggal SPHP disampaikan
kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak.
(3) Dalam hal Pemeriksaan dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Kantor, jangka waktu pengujian
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a paling lama 4 (empat) bulan, yang dihitung sejak tanggal
Wajib Pajak, wakil, kuasa dari Wajib Pajak, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari
Wajib Pajak datang memenuhi Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor sampai dengan
tanggal SPHP disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang
telah dewasa dari Wajib Pajak.
(4) Jangka waktu Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b paling lama 2 (dua) bulan, yang dihitung sejak tanggal SPHP disampaikan kepada Wajib
Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota yang telah dewasa dari Wajib Pajak sampai dengan tanggal
LHP.
Pasal 16
(1) Jangka waktu pengujian Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) dapat
diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan.
(2) Perpanjangan jangka waktu pengujian Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dalam hal:
a. Pemeriksaan Lapangan diperluas ke Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak
lainnya;
b. terdapat konfirmasi atau permintaan data dan/atau keterangan kepada pihak ketiga;
c. ruang lingkup Pemeriksaan Lapangan meliputi seluruh jenis pajak; dan/atau
d. berdasarkan pertimbangan kepala unit pelaksana Pemeriksaan.
(3) Jangka waktu pengujian Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) yang
terkait dengan:
a. Wajib Pajak Kontraktor Kontrak Kerja Sama Minyak dan Gas Bumi;
b. Wajib Pajak dalam satu grup; atau
c. Wajib Pajak yang terindikasi melakukan transaksi transfer pricing dan/atau transaksi khusus
lain yang berindikasi adanya rekayasa transaksi keuangan,
dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan dan dapat dilakukan paling banyak
3 (tiga) kali sesuai dengan kebutuhan waktu untuk melakukan pengujian.
Pasal 17
(1) Jangka waktu pengujian Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (3), dapat
diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan.
(2) Perpanjangan jangka waktu pengujian Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dalam hal:
a. Pemeriksaan Kantor diperluas ke Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak lainnya;
b. terdapat konfirmasi atau permintaan data dan/atau keterangan kepada pihak ketiga;
c. ruang lingkup Pemeriksaan Kantor meliputi seluruh jenis pajak; dan/atau
d. berdasarkan pertimbangan kepala unit pelaksana Pemeriksaan.
Pasal 18
Dalam hal dilakukan perpanjangan jangka waktu pengujian Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 16 atau Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, kepala unit pelaksana
Pemeriksaan harus menyampaikan pemberitahuan perpanjangan jangka waktu pengujian secara tertulis
kepada Wajib Pajak.
Pasal 19
(1) Apabila jangka waktu perpanjangan pengujian Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 16 ayat (1) atau ayat (3) atau perpanjangan jangka waktu Pemeriksaan Kantor sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) telah berakhir, SPHP harus disampaikan kepada Wajib Pajak.
(2) Dalam hal Pemeriksaan dilakukan karena Wajib Pajak mengajukan permohonan pengembalian
kelebihan pembayaran pajak, jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, Pasal 16, dan
Pasal 17 harus memperhatikan jangka waktu penyelesaian permohonan pengembalian kelebihan
pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP.
Bagian Keenam
Penyelesaian Pemeriksaan
Pasal 20
Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan
diselesaikan dengan cara:
a. menghentikan Pemeriksaan dengan membuat LHP Sumir; atau
b. membuat LHP, sebagai dasar penerbitan surat ketetapan pajak dan/atau Surat Tagihan Pajak sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Pasal 21
Penyelesaian Pemeriksaan dengan membuat LHP Sumir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf a
dilakukan dalam hal:
a. Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak yang
diperiksa:
1) tidak ditemukan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal Surat Pemberitahuan
Pemeriksaan Lapangan diterbitkan; atau
2) tidak memenuhi panggilan Pemeriksaan dalam jangka waktu 4 (empat) bulan sejak tanggal
Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor diterbitkan.
b. Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor yang ditangguhkan karena ditindaklanjuti dengan
Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka
tersebut:
1) tidak dilanjutkan dengan penyidikan karena Wajib Pajak mengungkapkan ketidakbenaran
perbuatannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang KUP;
2) tidak dilanjutkan dengan penyidikan tetapi diselesaikan dengan menerbitkan Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A Undang-Undang KUP; atau
3) dilanjutkan dengan penyidikan tetapi penyidikannya dihentikan karena tidak dilakukan
penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44B Undang-Undang KUP.
c. Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor yang ditangguhkan karena ditindaklanjuti dengan
penyidikan sebagai tindak lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan secara tertutup dan penyidikan tersebut
dihentikan karena memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44B Undang-Undang KUP.
d. Pemeriksaan Ulang tidak mengakibatkan adanya tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan
dalam surat ketetapan pajak sebelumnya.
e. Terdapat keadaan tertentu berdasarkan pertimbangan Direktur Jenderal Pajak.
Pasal 22
(1) Penyelesaian Pemeriksaan dengan membuat LHP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf b,
dilakukan dalam hal:
a. Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak
yang dilakukan Pemeriksaan sehubungan dengan permohonan pengembalian kelebihan
pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP:
1) tidak ditemukan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal Surat
Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan diterbitkan; atau
2) tidak memenuhi panggilan Pemeriksaan dalam jangka waktu 4 (empat) bulan sejak
tanggal Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor diterbitkan.
b. Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak
yang dilakukan Pemeriksaan ditemukan atau memenuhi panggilan Pemeriksaan, dan
Pemeriksaan dapat diselesaikan dalam jangka waktu Pemeriksaan.
c. Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak
yang dilakukan Pemeriksaan ditemukan atau memenuhi panggilan Pemeriksaan, dan pengujian
kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan belum dapat diselesaikan sampai dengan:
1) berakhirnya perpanjangan jangka waktu pengujian Pemeriksaan Lapangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) atau ayat (3); atau
2) berakhirnya perpanjangan jangka waktu pengujian Pemeriksaan Kantor sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1).
d. Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor yang ditangguhkan karena ditindaklanjuti
dengan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara
terbuka tersebut:
1) dihentikan karena Wajib Pajak orang pribadi yang dilakukan Pemeriksaan Bukti
Permulaan secara terbuka meninggal dunia;
2) dihentikan karena tidak ditemukan adanya bukti permulaan tindak pidana di bidang
perpajakan;
3) dilanjutkan dengan penyidikan namun penyidikannya dihentikan karena memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44A Undang-Undang KUP; atau
4) dilanjutkan dengan penyidikan dan penuntutan serta telah terdapat Putusan Pengadilan
mengenai tindak pidana di bidang perpajakan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap dan salinan Putusan Pengadilan tersebut telah diterima oleh Direktur Jenderal
Pajak.
e. Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor yang ditangguhkan karena ditindaklanjuti
dengan penyidikan sebagai tindak lanjut Pemeriksaan Bukti Permulaan secara tertutup dan
penyidikan tersebut:
1) dihentikan karena memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44A
Undang-Undang KUP; atau
2) dilanjutkan dengan penuntutan serta telah terdapat Putusan Pengadilan mengenai
tindak pidana di bidang perpajakan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan
salinan Putusan Pengadilan tersebut telah diterima oleh Direktur Jenderal Pajak.
(2) Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor yang pengujiannya belum diselesaikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c, harus diselesaikan dengan menyampaikan SPHP dalam jangka waktu
paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak berakhirnya:
a. perpanjangan jangka waktu pengujian Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 16 ayat (1) atau ayat (3); atau
b. perpanjangan jangka waktu pengujian Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 17 ayat (1),
dan melanjutkan tahapan Pemeriksaan sampai dengan pembuatan LHP.
Pasal 23
(1) Pemeriksaan yang dihentikan dengan membuat LHP Sumir karena Wajib Pajak tidak ditemukan atau
tidak memenuhi panggilan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a, dapat
dilakukan Pemeriksaan kembali apabila dikemudian hari Wajib Pajak ditemukan.
(2) Pajak terutang atas Pemeriksaan terhadap Wajib Pajak yang tidak ditemukan atau tidak memenuhi
panggilan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf a, ditetapkan secara
jabatan.
Bagian Ketujuh
SP2 dan Surat Yang Berisi Perubahan Tim Pemeriksa Pajak
Pasal 24
(1) Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan oleh Pemeriksa
Pajak yang tergabung dalam suatu tim Pemeriksa Pajak berdasarkan SP2.
(2) SP2 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan untuk satu atau beberapa Masa Pajak dalam
suatu Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak yang sama atau untuk satu Bagian Tahun Pajak atau
Tahun Pajak terhadap satu Wajib Pajak.
(3) Dalam hal susunan tim Pemeriksa Pajak diubah, kepala unit pelaksana Pemeriksaan harus menerbitkan
surat yang berisi perubahan tim Pemeriksa Pajak.
(4) Dalam hal tim Pemeriksa Pajak dibantu oleh tenaga ahli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf e,
tenaga ahli tersebut bertugas berdasarkan surat tugas yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Bagian Kedelapan
Pemberitahuan dan Panggilan Pemeriksaan,
dan Pertemuan dengan Wajib Pajak
Pasal 25
(1) Dalam hal Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan dengan
jenis Pemeriksaan Lapangan, Pemeriksa Pajak wajib memberitahukan kepada Wajib Pajak mengenai
dilakukannya Pemeriksaan Lapangan dengan menyampaikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan
Lapangan.
(2) Dalam hal Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan dengan
jenis Pemeriksaan Kantor, Pemeriksa Pajak wajib memberitahukan kepada Wajib pajak mengenai
dilakukannya Pemeriksaan Kantor dengan menyampaikan Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan
Kantor.
(3) Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau Surat
Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan untuk
Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sebagaimana tercantum dalam SP2.
Pasal 26
(1) Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) dapat
disampaikan secara langsung kepada Wajib Pajak pada saat dimulainya Pemeriksaan Lapangan atau
disampaikan melalui faksimili, pos dengan bukti pengiriman surat, atau jasa pengiriman lainnya dengan
bukti pengiriman.
(2) Dalam hal Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan disampaikan secara langsung sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan Wajib Pajak tidak berada di tempat, Surat Pemberitahuan Pemeriksaan
Lapangan dapat disampaikan kepada:
a. wakil atau kuasa dari Wajib Pajak; atau
b. pihak yang dapat mewakili Wajib Pajak, yaitu:
1) pegawai dari Wajib Pajak yang menurut Pemeriksa Pajak dapat mewakili Wajib Pajak,
dalam hal Pemeriksaan dilakukan terhadap Wajib Pajak badan;
2) anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak yang menurut Pemeriksa Pajak
dapat mewakili Wajib Pajak, dalam hal Pemeriksaan dilakukan terhadap Wajib Pajak
orang pribadi; atau
3) pihak selain sebagaimana dimaksud angka 1) dan angka 2) yang dapat mewakili Wajib
Pajak.
(3) Dalam hal wakil atau kuasa dari Wajib Pajak atau pihak yang dapat mewakili Wajib Pajak sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) tidak dapat ditemui, Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan disampaikan
melalui pos dengan bukti pengiriman surat, atau jasa pengiriman lainnya dengan bukti pengiriman dan
surat pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan dianggap telah disampaikan dan Pemeriksaan Lapangan
telah dimulai.
(4) Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2)
disampaikan melalui faksimili, pos dengan bukti pengiriman surat, atau jasa pengiriman lainnya dengan
bukti pengiriman.
Pasal 27
(1) Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan,
Pemeriksa Pajak wajib melakukan pertemuan dengan Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf c.
(2) Pertemuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga dapat dilakukan dengan wakil atau kuasa dari
Wajib Pajak.
(3) Dalam hal Pemeriksaan dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan, pertemuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) dilakukan setelah Pemeriksa Pajak menyampaikan Surat
Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan.
(4) Dalam hal Pemeriksaan dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Kantor, pertemuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) dilakukan pada saat Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib
Pajak datang memenuhi Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor.
(5) Setelah melakukan pertemuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2), Pemeriksa Pajak
wajib membuat berita acara hasil pertemuan, yang ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak dan Wajib
Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak.
(6) Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak menolak menandatangani berita acara hasil
pertemuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Pemeriksa Pajak membuat catatan mengenai
penolakan tersebut pada berita acara hasil pertemuan.
(7) Dalam hal Pemeriksa Pajak telah menandatangani berita acara hasil pertemuan dan membuat catatan
mengenai penolakan penandatanganan berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (5), pertemuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) dianggap telah dilaksanakan.
Bagian Kesembilan
Peminjaman Dokumen
Pasal 28
(1) Dalam hal Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dilaksanakan
dengan jenis Pemeriksaan Lapangan, berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta
keterangan lain yang diperlukan dan diperoleh/ditemukan pada saat pelaksanaan Pemeriksaan
di tempat Wajib Pajak, dipinjam pada saat itu juga dan Pemeriksa Pajak membuat bukti
peminjaman dan pengembalian buku, catatan, dan dokumen.
b. dalam hal buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik
serta keterangan lain yang diperlukan belum ditemukan atau diberikan oleh Wajib Pajak pada
saat pelaksanaan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada huruf a, Pemeriksa Pajak
membuat surat permintaan peminjaman buku, catatan, dan dokumen yang dilampiri dengan
daftar buku, catatan, dan/atau dokumen yang wajib dipinjamkan.
c. dalam hal untuk mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelola secara elektronik
diperlukan peralatan dan/atau keahlian khusus, Pemeriksa Pajak dapat meminta bantuan
kepada:
1) Wajib Pajak untuk menyediakan tenaga dan/atau peralatan atas biaya Wajib Pajak;
atau
2) seorang atau lebih yang memiliki keahlian tertentu, baik yang berasal dari Direktorat
Jenderal Pajak maupun yang berasal dari luar Direktorat JenderalPajak.
(2) Dalam hal Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dilaksanakan
dengan jenis Pemeriksaan Kantor, berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. daftar buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta
keterangan lain yang diperlukan oleh Pemeriksa Pajak, harus dilampirkan pada Surat
Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor.
b. buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta
keterangan lain sebagaimana dimaksud pada huruf a, wajib dipinjamkan pada saat Wajib Pajak
memenuhi panggilan dalam rangka Pemeriksaan Kantor dan Pemeriksa Pajak membuat bukti
peminjaman dan pengembalian buku, catatan, dan dokumen.
c. dalam hal buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik
serta keterangan lain yang diperlukan belum tercantum dalam lampiran Surat Panggilan Dalam
Rangka Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud pada huruf a, Pemeriksa Pajak membuat
surat permintaan peminjaman buku, catatan, dan dokumen.
(3) Buku, catatan, dan/atau dokumen termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, atau ayat (2) huruf c wajib diserahkan kepada
Pemeriksa Pajak paling lama 1 (satu) bulan sejak surat permintaan peminjaman buku, catatan, dan
dokumen disampaikan.
(4) Setiap penyerahan buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik
serta keterangan lain dari Wajib Pajak, Pemeriksa Pajak membuat bukti peminjaman dan
pengembalian buku, catatan, dan dokumen.
(5) Dalam hal buku, catatan, dan/atau dokumen yang dipinjam berupa fotokopi dan/atau berupa data yang
dikelola secara elektronik, Wajib Pajak yang diperiksa harus membuat surat pernyataan bahwa
fotokopi dan/atau data yang dikelola secara elektronik yang dipinjamkan kepada Pemeriksa Pajak
adalah sesuai dengan aslinya.
(6) Dalam hal buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta
keterangan lain yang dipinjam belum dipenuhi dan jangka waktu 1 (satu) bulan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) b elum terlampaui, Pemeriksa Pajak dapat menyampaikan peringatan secara tertulis
paling banyak 2 (dua) kali, yaitu:
a. surat peringatan pertama setelah 2 (dua) minggu sejak tanggal penyampaian surat permintaan
peminjaman buku, catatan, dan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b atau
ayat (2) huruf c;
b. surat peringatan kedua setelah 3 (tiga) minggu sejak tanggal penyampaian surat permintaan
peminjaman buku, catatan, dan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b atau
ayat (2) huruf c.
(7) Setiap surat peringatan yang disampaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) harus dilampiri dengan
daftar buku, catatan, dan dokumenyang belum dipinjamkan dalam rangka Pemeriksaan.
Pasal 29
(1) Dalam hal buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta
keterangan lain yang diminta oleh Pemeriksa Pajak tidak dimiliki atau tidak dikuasai oleh Wajib Pajak,
Wajib Pajak harus membuat surat pernyataan yang menyatakan bahwa buku, catatan, dan/atau
dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain yang diminta oleh
Pemeriksa Pajak tidak dimiliki atau tidak dikuasai oleh Wajib Pajak.
(2) Dalam hal buku, catatan, dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan
lain perlu dilindungi kerahasiaannya, Wajib Pajak dapat mengajukan permintaan agar pelaksanaan
Pemeriksaan dapat dilakukan di tempat Wajib Pajak dengan menyediakan ruangan khusus.
Pasal 30
(1) Apabila jangka waktu 1 (satu) bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3) terlampaui dan
Wajib Pajak tidak atau tidak sepenuhnya meminjamkan buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk
data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain yang diminta, Pemeriksa Pajak harus
membuat berita acara tidak dipenuhinya permintaan peminjaman buku, catatan, dan dokumen yang
dilampiri dengan rincian daftar buku, catatan, dan dokumen yang wajib dipinjamkan namun belum
diserahkan oleh Wajib Pajak.
(2) Dalam hal Wajib Pajak telah meminjamkan seluruh buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data
yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain yang diminta, Pemeriksa Pajak harus membuat
berita acara pemenuhan seluruh peminjaman buku, catatan dan dokumen.
Pasal 31
(1) Dalam hal Wajib Pajak tidak atau tidak sepenuhnya meminjamkan buku, catatan, dan/atau dokumen,
termasuk data yang dikelola secara elektronik serta keterangan lain yang diminta berdasarkan berita
acara tidak dipenuhinya permintaan peminjaman buku, catatan, dan dokumen sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 30 ayat (1), Pemeriksa Pajak harus menentukan dapat atau tidaknya melakukan pengujian
dalam rangka menghitung besarnya penghasilan kena pajak berdasarkan bukti kompeten yang cukup
sesuai standar pelaksanaan Pemeriksaan.
(2) Dalam hal Pemeriksaan dilakukan terhadap Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau
pekerjaan bebas atau Wajib Pajak badan, dan Pemeriksa Pajak tidak dapat melakukan pengujian dalam
rangka menghitung besarnya penghasilan kena pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
penghasilan kena pajak dapat dihitung secara jabatan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
(3) Dalam hal Penghasilan Kena Pajak tidak dihitung secara jabatan, Pemeriksa Pajak dapat meminjam
tambahan buku, catatan, dan/atau dokumen serta keterangan lain selain yang sudah dipinjam.
Bagian Kesepuluh
Penyegelan
Pasal 32
(1) Pemeriksa Pajak berwenang melakukan Penyegelan untuk memperoleh atau mengamankan buku,
catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik, dan benda-benda lain yang
dapat memberi petunjuk tentang kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak yang diperiksa
agar tidak dipindahkan, dihilangkan, dimusnahkan, diubah, dirusak, ditukar, atau dipalsukan.
(2) Penyegelan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan apabila pada saat pelaksanaan
Pemeriksaan Lapangan:
a. Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa tidak memberi kesempatan
kepada Pemeriksa Pajak untuk memasuki tempat atau ruang serta memeriksa barang
bergerak dan/atau tidak bergerak, yang diduga atau patut diduga digunakan untuk menyimpan
buku atau catatan, dan/atau dokumen, termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang
dikelola secara elektronik atau secara program aplikasi on-line yang dapat memberi petunjuk
tentang kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak;
b. Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa menolak memberi bantuan
guna kelancaran Pemeriksaan yang antara lain berupa tidak memberi kesempatan kepada
Pemeriksa Pajak untuk mengakses data yang dikelola secara elektronik atau membuka barang
bergerak dan/atau tidak bergerak;
c. Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa tidak berada di tempat dan
tidak ada pegawai atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak yang
mempunyai kewenangan untuk bertindak selaku pihak yang mewakili Wajib Pajak, sehingga
diperlukan upaya pengamanan Pemeriksaan sebelum Pemeriksaan ditunda; atau
d. Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa tidak berada di tempat dan
pegawai atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak yang mempunyai
kewenangan untuk bertindak selaku pihak yang mewakili Wajib Pajak menolak memberi
bantuan guna kelancaran Pemeriksaan.
Pasal 33
(1) Penyegelan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dilakukan dengan menggunakan tanda
segel.
(2) Penyegelan dilakukan oleh Pemeriksa Pajak dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang
yang telah dewasa selain anggota tim Pemeriksa Pajak.
(3) Dalam melakukan Penyegelan, Pemeriksa Pajak wajib membuat berita acara Penyegelan.
(4) Berita acara Penyegelan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibuat dan ditandatangani oleh
Pemeriksa Pajak dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang yang telah dewasa selain
anggota tim Pemeriksa Pajak.
(5) Berita acara Penyegelan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibuat 2 (dua) rangkap dan rangkap
kedua diserahkan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah
dewasa dari Wajib Pajak yang diperiksa.
(6) Dalam hal saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menolak menandatangani berita acara
Penyegelan, Pemeriksa Pajak membuat catatan tentang penolakan tersebut dalam berita acara
Penyegelan.
(7) Dalam melaksanakan Penyegelan, Pemeriksa Pajak dapat meminta bantuan Kepolisian Negara Republik
Indonesia dan/atau pemerintah daerah setempat.
Pasal 34
(1) Pembukaan segel dilakukan apabila:
a. Wajib Pajak, wakil, kuasa, atau pihak yang dapat mewakili Wajib Pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 26 ayat (2) huruf b telah memberi izin kepada Pemeriksa Pajak untuk membuka
atau memasuki tempat atau ruangan, barang bergerak atau tidak bergerak yang disegel,
dan/atau telah memberi bantuan guna kelancaran Pemeriksaan;
b. berdasarkan pertimbangan Pemeriksa Pajak, Penyegelan tidak diperlukan lagi; dan/atau
c. terdapat permintaan dari penyidik yang sedang melakukan penyidikan tindak pidana.
(2) Pembukaan segel harus dilakukan oleh Pemeriksa Pajak dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya
2 (dua) orang yang telah dewasa selain anggota tim Pemeriksa Pajak.
(3) Dalam keadaan tertentu, pembukaan segel dapat dibantu oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia
dan/atau pemerintah daerah setempat.
(4) Dalam hal tanda segel yang digunakan untuk melakukan Penyegelan rusak atau hilang, Pemeriksa
Pajak harus membuat berita acara mengenai kerusakan atau kehilangan dan melaporkannya kepada
Kepolisian Negara Repulik Indonesia.
(5) Dalam melakukan pembukaan segel, Pemeriksa Pajak membuat berita acara pembukaan segel yang
ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak dan saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(6) Dalam hal saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) menolak menandatangani berita acara
pembukaan segel, Pemeriksa Pajak membuat catatan tentang penolakan tersebut dalam berita acara
pembukaan segel.
(7) Berita acara pembukaan segel dibuat 2 (dua) rangkap dan rangkap kedua diserahkan kepada Wajib
Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak.
Pasal 35
(1) Apabila dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal Penyegelan atau jangka waktu lain dengan
mempertimbangkan tujuan Penyegelan, Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak tetap tidak
memberi izin kepada Pemeriksa Pajak untuk membuka atau memasuki tempat atau ruangan, barang
bergerak atau tidak bergerak yang disegel, dan/atau tidak memberikan bantuan guna kelancaran
Pemeriksaan, Wajib Pajak dianggap menolak dilakukan Pemeriksaan.
(2) Dalam hal Wajib Pajak dianggap menolak dilakukan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak wajib menandatangani surat pernyataan penolakan
Pemeriksaan.
(3) Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak menolak menandatangani surat pernyataan
penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemeriksa Pajak membuat dan menandatangani
berita acara mengenai penolakan tersebut.
Bagian Kesebelas
Penolakan Pemeriksaan
Pasal 36
(1) Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak yang dilakukan Pemeriksaan Lapangan untuk
menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan menyatakan menolak untuk dilakukan
Pemeriksaan termasuk menolak menerima Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan, Wajib Pajak,
wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak harus menandatangani surat pernyataan penolakan Pemeriksaan.
(2) Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak menolak menandatangani surat pernyataan
penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeriksa Pajak membuat berita acara
penolakan Pemeriksaan yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.
(3) Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak tidak ada di tempat maka:
a. Pemeriksaan tetap dapat dilakukan sepanjang terdapat pegawai atau anggota keluarga yang
telah dewasa dari Wajib Pajak yang dapat dan mempunyai kewenangan untuk mewakili Wajib
Pajak, terbatas untuk hal yang berada dalam kewenangannya; atau
b. Pemeriksaan ditunda untuk dilanjutkan pada kesempatan berikutnya.
(4) Untuk keperluan pengamanan Pemeriksaan, sebelum dilakukan penundaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) huruf b, Pemeriksa Pajak dapat melakukan Penyegelan sebagaimana dimaksud pada
Pasal 32 ayat (1).
(5) Apabila setelah dilakukan Penyegelan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat
(1), Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak tetap tidak berada di tempat dan/atau tidak
memberi izin kepada Pemeriksa Pajak untuk membuka atau memasuki tempat atau ruangan, barang
bergerak atau tidak bergerak, dan/atau tidak memberikan bantuan guna kelancaran Pemeriksaan,
Pemeriksa Pajak meminta kepada pegawai atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak
untuk membantu kelancaran Pemeriksaan.
(6) Dalam hal pegawai atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) menolak untuk membantu kelancaran Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak meminta pegawai
atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak untuk menandatangani surat penolakan
membantu kelancaran Pemeriksaan.
(7) Dalam hal pegawai atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak menolak untuk
menandatangani surat penolakan membantu kelancaran Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (6), Pemeriksa Pajak membuat berita acara penolakan membantu kelancaran Pemeriksaan yang
ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.
Pasal 37
(1) Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak yang dilakukan Pemeriksaan Kantor untuk
menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan memenuhi Surat Panggilan Dalam Rangka
Pemeriksaan Kantor namun menyatakan menolak untuk dilakukan Pemeriksaan, Wajib Pajak, wakil,
atau kuasa dari Wajib Pajak harus menandatangani surat pernyataan penolakan Pemeriksaan.
(2) Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak menolak menandatangani surat pernyataan
penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeriksa Pajak membuat berita acara
penolakan Pemeriksaan yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.
(3) Apabila dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak Surat Panggilan Dalam Rangka
Pemeriksaan Kantor disampaikan kepada Wajib Pajak dan surat panggilan tersebut tidak dikembalikan
oleh pos atau jasa pengiriman lainnya dan Wajib Pajak tidak memenuhi panggilan Pemeriksaan Kantor,
Pemeriksa Pajak membuat berita acara tidak dipenuhinya panggilan Pemeriksaan oleh Wajib Pajak
yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.
Pasal 38
Pemeriksa Pajak berdasarkan:
a. surat pernyataan penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2), Pasal 36
ayat (1), atau Pasal 37 ayat (1);
b. berita acara penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (3), Pasal 36 ayat (2),
atau Pasal 37 ayat (2);
c. berita acara tidak dipenuhinya panggilan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (3);
d. surat penolakan membantu kelancaran Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (6);
atau
e. berita acara penolakan membantu kelancaran Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36
ayat (7), dapat melakukan penetapan pajak secara jabatan atau mengusulkan Pemeriksaan Bukti
Permulaan.
Bagian Keduabelas
Penjelasan Wajib Pajak dan
Permintaan Keterangan kepada Pihak Ketiga
Pasal 39
(1) Untuk memperoleh penjelasan yang lebih rinci, Pemeriksa Pajak melalui kepala unit pelaksana
Pemeriksaan dapat memanggil Wajib Pajak, wakil, kuasa dari Wajib Pajak, pegawai atau anggota
keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak melalui penyampaian surat panggilan.
(2) Dalam hal Pemeriksaan dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan, penjelasan yang lebih rinci
sebagaimana dimaksud pada pada ayat (1) dapat dilakukan pada saat pelaksanaan Pemeriksaan
di tempat Wajib Pajak.
(3) Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) yang diberikan kepada Pemeriksa Pajak,
dituangkan dalam berita acara mengenai pemberian penjelasan Wajib Pajak yang ditandatangani oleh
tim Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak, wakil, kuasa dari Wajib Pajak, pegawai atau anggota keluarga
yang telah dewasa dari Wajib Pajak.
(4) Dalam hal Wajib Pajak, wakil, kuasa dari Wajib Pajak, pegawai atau anggota keluarga yang telah
dewasa dari Wajib Pajak menolak menandatangani berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (3),
Pemeriksa Pajak membuat catatan penolakan tersebut dalam berita acara dimaksud.
Pasal 40
Pemeriksa Pajak melalui kepala unit pelaksana Pemeriksaan, dapat meminta keterangan dan/atau bukti kepada
pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 Undang-Undang KUP secara tertulis sesuai dengan
Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai tata cara permintaan keterangan kepada pihak ketiga.
Bagian Ketigabelas
Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan dan
Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan
Pasal 41
(1) Hasil Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan harus diberitahukan
kepada Wajib Pajak melalui penyampaian SPHP yang dilampiri dengan daftar temuan hasil
Pemeriksaan.
(2) SPHP dan daftar temuan hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh
Pemeriksa Pajak secara langsung atau melalui faksimili.
(3) Dalam hal SPHP disampaikan secara langsung dan Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak
menolak untuk menerima SPHP, Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak harus
menandatangani surat penolakan menerima SPHP.
(4) Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak menolak menandatangani surat penolakan
menerima SPHP sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemeriksa Pajak membuat berita acara
penolakan menerima SPHP yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.
Pasal 42
(1) Wajib Pajak wajib memberikan tanggapan tertulis atas SPHP dan daftar temuan hasil Pemeriksaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat(1) dalam bentuk:
a. lembar pernyataan persetujuan hasil pemeriksaan dalam hal Wajib Pajak menyetujui seluruh
hasil Pemeriksaan; atau
b. surat sanggahan, dalam hal Wajib Pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh hasil
Pemeriksaan.
(2) Tanggapan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan dalam jangka waktu paling
lama 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal diterimanya SPHP oleh Wajib Pajak.
(3) Wajib Pajak dapat melakukan perpanjangan jangka waktu penyampaian tanggapan tertulis
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung
sejak jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berakhir.
(4) Untuk melakukan perpanjangan jangka waktu penyampaian tanggapan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3), Wajib Pajak harus menyampaikan pemberitahuan tertulis sebelum jangka waktu sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) berakhir.
(5) Tanggapan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pemberitahuan tertulis sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) disampaikan oleh Wajib Pajak secara langsung atau melalui faksimili.
(6) Dalam hal Wajib Pajak tidak menyampaikan tanggapan tertulis atas SPHP, Pemeriksa Pajak membuat
berita acara tidak disampaikannya tanggapan tertulis atas SPHP yang ditandatangani oleh tim
Pemeriksa Pajak.
Pasal 43
(1) Dalam rangka melaksanakan pembahasan atas hasil Pemeriksaan yang tercantum dalam SPHP dan
daftar temuan hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) kepada Wajib Pajak
harus diberikan hak hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan.
(2) Hak hadir sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan melalui penyampaian undangan secara
tertulis kepada Wajib Pajak dengan mencantumkan hari dan tanggal dilaksanakannya Pembahasan
Akhir Hasil Pemeriksaan.
(3) Undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus disampaikan kepada Wajib Pajak dalam jangka
waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak:
a. diterimanya tanggapan tertulis atas SPHP dari Wajib Pajak sesuai jangka waktu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) atau ayat (3); atau
b. berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (3), dalam hal Wajib
Pajak tidak menyampaikan tanggapan tertulis atas SPHP.
(4) Undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat disampaikan oleh Pemeriksa Pajak secara
langsung atau melalui faksimili.
Pasal 44
(1) Apabila Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak:
a. menyampaikan lembar pernyataan persetujuan hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 42 ayat (1) huruf a dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42
ayat (2) atau ayat (3); dan
b. hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sesuai dengan hari dan tanggal yang
tercantum dalam undangan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2),
Pemeriksa Pajak membuat risalah pembahasan dengan mendasarkan pada lembar pernyataan
persetujuan hasil Pemeriksaan dan membuat berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang
dilampiri dengan ikhtisar hasil pembahasan akhir, yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak dan
Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak.
(2) Apabila Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak:
a. menyampaikan lembar pernyataan persetujuan hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 42 ayat (1) huruf a dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42
ayat (2) atau ayat (3); dan
b. tidak hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sesuai dengan hari dan tanggal yang
tercantum dalam undangan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2),
Pemeriksa Pajak membuat risalah pembahasan berdasarkan lembar pernyataan persetujuan hasil
Pemeriksaan, berita acara ketidakhadiran Wajib Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan,
dan berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang dilampiri dengan ikhtisar hasil pembahasan
akhir, yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.
(3) Apabila Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak:
a. menyampaikan surat sanggahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) huruf b
dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) atau ayat (3); dan
b. hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sesuai undangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 43 ayat (2),
Pemeriksa Pajak harus melakukan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dengan Wajib Pajak dengan
mendasarkan pada surat sanggahan dan menuangkan hasil pembahasan tersebut dalam risalah
pembahasan, yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari
Wajib Pajak.
(4) Apabila Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak:
a. menyampaikan surat sanggahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) huruf b dalam
jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) atau ayat (3); dan
b. tidak hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sesuai dengan hari dan tanggal yang
tercantum dalam undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2),
Pemeriksa Pajak membuat risalah pembahasan berdasarkan surat sanggahan, berita acara
ketidakhadiran Wajib Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, dan berita acara Pembahasan
Akhir Hasil Pemeriksaan yang dilampiri dengan ikhtisar hasil pembahasan akhir, yang ditandatangani
oleh tim Pemeriksa Pajak.
(5) Apabila Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak:
a. tidak menyampaikan tanggapan tertulis atas SPHP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42
ayat (1) dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) atau ayat (3);
dan
b. hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sesuai undangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 43 ayat (2),
Pemeriksa Pajak tetap melakukan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dengan Wajib Pajak dan
menuangkan hasil pembahasan tersebut dalam risalah pembahasan, yang ditandatangani oleh tim
Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak.
(6) Apabila Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak:
a. tidak menyampaikan tanggapan tertulis atas SPHP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42
ayat (1) dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) atau ayat (3);
dan
b. tidak hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sesuai dengan hari dan tanggal yang
tercantum dalam undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2),
Pemeriksa Pajak membuat risalah pembahasan berdasarkan SPHP sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 41 ayat (1), berita acara ketidakhadiran Wajib Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan,
dan berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang dilampiri dengan ikhtisar hasil pembahasan
akhir, yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak
Pasal 45
(1) Dalam hal terdapat hasil Pemeriksaan yang belum disepakati dalam risalah pembahasan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 44 ayat (3) atau ayat (5) dan Wajib Pajak mengajukan permohonan
pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan, berita acara Pembahasan Akhir Hasil
Pemeriksaan yang dilampiri dengan ihtisar hasil pembahasan akhir dibuat setelah pembahasan dengan
Tim Quality Assurance Pemeriksaan dilaksanakan.
(2) Dalam hal Wajib Pajak tidak mengajukan permohonan pembahasan dengan Tim Quality Assurance
Pemeriksaan, berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang dilampiri dengan ihtisar hasil
pembahasan akhir dibuat berdasarkan risalah pembahasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44
ayat (3) atau ayat (5).
(3) Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak menolak menandatangani risalah
pembahasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (3) atau ayat (5), dan/atau atau berita acara
Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang dilampiri dengan ikhtisar hasil pembahasan akhir
sebagaimana sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemeriksa Pajak membuat catatan mengenai
penolakan tersebut.
Pasal 46
(1) Dalam hal Wajib Pajak tidak hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan pada hari dan tanggal
sesuai undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2), Pembahasan Akhir Hasil
Pemeriksaan dianggap telah dilakukan.
(2) Dalam hal Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dianggap telah dilakukan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang dilampiri dengan ihtisar hasil
pembahasan akhir ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.
Pasal 47
(1) Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan pembahasan dengan Tim Quality Assurance
Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1), Wajib Pajak menyampaikan surat
permohonan kepada:
a. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dalam hal Pemeriksaan dilakukan oleh
Pemeriksa Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak;
atau
b. Direktur Pemeriksaan dan Penagihan, dalam hal Pemeriksaan dilakukan oleh Pemeriksa Pajak
pada Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan.
(2) Permohonan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat dilakukan, apabila:
a. risalah pembahasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (3) atau ayat (5) telah
ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak;
dan
b. berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45
ayat (2) belum ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak, wakil, atau kuasa
dari Wajib Pajak.
(3) Surat permohonan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus disampaikan secara langsung atau melalui faksimili dalam jangka waktu paling
lama 3 (tiga) hari kerja sejak penandatanganan risalah pembahasan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 44 ayat (3) atau ayat (5) dan ditembuskan kepada kepala unit pelaksana Pemeriksaan.
Pasal 48
(1) Susunan Tim Quality Assurance Pemeriksaan terdiri dari 1 (satu) orang ketua, 1 (satu) orang
sekretaris, dan 3 (tiga) orang anggota.
(2) Tim Quality Assurance Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk oleh Direktur
Pemeriksaan dan Penagihan atau Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas nama Direktur
Jenderal Pajak.
Pasal 49
Tim Quality Assurance Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1) bertugas untuk:
a. membahas perbedaan pendapat antara Wajib Pajak dengan PemeriksaPajak pada saat Pembahasan
Akhir Hasil Pemeriksaan;
b. memberikan simpulan dan keputusan atas perbedaan pendapat antara Wajib Pajak dengan Pemeriksa
Pajak; dan
c. membuat risalah Tim Quality Assurance Pemeriksaan yang berisi simpulan dan keputusan hasil
pembahasan sebagaimana dimaksud pada huruf b dan bersifat mengikat.
Pasal 50
(1) Berdasarkan surat permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (3), Tim Quality
Assurance Pemeriksaan harus menyampaikan undangan kepada Wajib Pajak dan Pemeriksa Pajak
untuk melakukan pembahasan atas hasil Pemeriksaan yang belum disepakati dalam risalah
pembahasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (3) atau ayat(5).
(2) Undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan secara langsung atau melalui
faksimili.
Pasal 51
(1) Pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan dilakukan oleh Tim Quality Assurance
Pemeriksaan, tim Pemeriksa Pajak, dan Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak.
(2) Dalam hal Wajib Pajak tidak hadir dalam pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan
sesuai dengan hari dan tanggal yang tercantum dalam undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
50 ayat (1), pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan harus tetap dilakukan oleh Tim
Quality Assurance Pemeriksaan dan tim Pemeriksa Pajak.
Pasal 52
Pelaksanaan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan antara Wajib Pajak dengan Pemeriksa Pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 44 ayat (3) atau ayat (5) serta pelaksanaan pembahasan dengan Tim Quality Assurance
Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 harus mempertimbangkan jangka waktu Pembahasan
Akhir Hasil Pemeriksaan dan pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4).
Pasal 53
(1) Hasil pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan harus dituangkan dalam risalah Tim
Quality Assurance Pemeriksaan.
(2) Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak hadir dalam pembahasan dengan Tim
Quality Assurance Pemeriksaan, risalah Tim Quality Assurance Pemeriksaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditandatangani oleh Tim Quality Assurance Pemeriksaan, tim Pemeriksa Pajak, dan
Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak.
(3) Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak hadir dalam pembahasan dengan Tim
Quality Assurance Pemeriksaan namun Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak menolak
menandatangani risalah Tim Quality Assurance Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Tim Quality Assurance Pemeriksaan membuat catatan mengenai penolakan tersebut dalam risalah Tim
Quality Assurance Pemeriksaan.
(4) Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak tidak hadir dalam pembahasan dengan Tim
Quality Assurance Pemeriksaan sesuai dengan hari dan tanggal yang tercantum dalam undangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1), Tim Quality Assurance Pemeriksaan membuat:
a. berita acara ketidakhadiran Wajib Pajak dalam pembahasan dengan Tim Quality Assurance
Pemeriksaan yang ditandatangani oleh Tim Quality Assurance Pemeriksaan; dan
b. risalah Tim Quality Assurance Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
yang ditandatangani oleh Tim Quality Assurance Pemeriksaan dan tim Pemeriksa Pajak.
(5) Dalam hal Wajib Pajak tidak hadir dalam pembahasan pada hari dan tanggal sesuai undangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1), pembahasan dengan Tim Quality Assurance
Pemeriksaan dianggap telah dilakukan.
Pasal 54
Risalah Pembahasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (3) atau ayat (5) dan risalah Tim Quality
Assurance Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) digunakan oleh Pemeriksa Pajak
sebagai dasar untuk membuat berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang dilampiri dengan ihtisar
hasil pembahasan akhir.
Pasal 55
(1) Dalam rangka menandatangani berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 54, Pemeriksa Pajak melalui kepala unit pelaksana Pemeriksaan memanggil
Wajib Pajak dengan mengirimkan surat panggilan untuk menandatangani berita acara Pembahasan
Akhir Hasil Pemeriksaan.
(2) Surat panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan secara langsung atau melalui
faksimili.
(3) Dalam hal surat panggilan disampaikan secara langsung dan Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib
Pajak menolak untuk menerima surat panggilan tersebut, Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib
Pajak harus menandatangani surat penolakan menerima surat panggilan untuk menandatangani berita
acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan.
(4) Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak menolak menandatangani surat pernyataan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemeriksa Pajak membuat berita acara penolakan menerima
surat panggilan untuk menandatangani berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan yang
ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.
Pasal 56
(1) Wajib Pajak harus memenuhi panggilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) dalam jangka
waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah surat panggilan untuk menandatangani berita acara
Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan diterima oleh Wajib Pajak.
(2) Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak memenuhi panggilan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1), namun menolak menandatangani berita acara Pembahasan Akhir
Hasil Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak membuat catatan mengenai penolakan penandatanganan pada
berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan.
(3) Dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi panggilan sebagaimana dimaksud pada dalam Pasal 55 ayat (1),
Pemeriksa Pajak membuat catatan pada berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan mengenai
tidak dipenuhinyapanggilan.
Pasal 57
Dalam hal terhadap Wajib Pajak dilakukan penetapan secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31
ayat (2) atau Pasal 38, buku, catatan, dan/atau dokumen, termasuk data yang dikelola secara elektronik serta
keterangan lain yang dapat dipertimbangkan oleh Pemeriksa Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan
terbatas pada:
a. penghitungan peredaran usaha atau penghasilan bruto dalam rangka penghitungan penghasilan secara
jabatan; dan
b. kredit pajak sebagai pengurang Pajak Penghasilan.
Bagian Keempat belas
Pelaporan Hasil Pemeriksaan dan
Pengembalian Dokumen
Pasal 58
(1) LHP disusun berdasarkan KKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10.
(2) Risalah pembahasan, risalah Tim Quality Assurance Pemeriksaan, dan/atau berita acara Pembahasan
Akhir Hasil Pemeriksaan, merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari LHP sebagaimana dimaksud
pada ayat (1).
(3) LHP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan oleh Pemeriksa Pajak sebagai dasar untuk
membuat nota penghitungan.
(4) Nota penghitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan sebagai dasar penerbitan surat
ketetapan pajak atau Surat Tagihan Pajak.
(5) Pajak yang terutang dalam surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dihitung sesuai
dengan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, kecuali:
a. dalam hal Wajib Pajak tidak hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan tetapi
menyampaikan lembar pernyataan persetujuan hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 44 ayat (2), pajak yang terutang dihitung sesuai dengan lembar pernyataan
persetujuan hasil Pemeriksaan;
b. dalam hal Wajib Pajak tidak hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan tetapi
menyampaikan surat sanggahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (5), pajak yang
terutang dihitung berdasarkan SPHP dengan jumlah yang tidak disetujui sesuai dengan surat
sanggahan Wajib Pajak;
c. dalam hal Wajib Pajak tidak hadir dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dan tidak
menyampaikan tanggapan tertulis atas SPHP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (6),
pajak yang terutang dihitung berdasarkan SPHP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat
(1) dan Wajib Pajak dianggap menyetujui hasil Pemeriksaan.
Pasal 59
Buku, catatan, dan dokumen yang dipinjam harus dikembalikan kepada Wajib Pajak dengan menggunakan
bukti peminjaman dan pengembalian buku, catatan dan dokumen paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak
tanggal LHP.
Bagian Kelimabelas
Pembatalan Hasil Pemeriksaan
Pasal 60
(1) Surat ketetapan pajak dari hasil Pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa:
a. penyampaian SPHP; atau
b. Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, dapat dibatalkan secara jabatan atau berdasarkan
permohonan Wajib Pajak oleh Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36
ayat (1) huruf d Undang-Undang KUP.
(2) Dalam hal dilakukan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), proses Pemeriksaan harus
dilanjutkan dengan melaksanakan prosedur penyampaian SPHP dan/atau Pembahasan Akhir Hasil
Pemeriksaan.
(3) Prosedur penyampaian SPHP dan/atau pelaksanaan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), harus dilakukan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri
ini.
(4) Dalam hal Pemeriksaan yang dilanjutkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terkait dengan
permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B ayat
(1) Undang-Undang KUP, Pemeriksaan dilanjutkan dengan penerbitan:
a. surat ketetapan pajak sesuai dengan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan apabila jangka
waktu 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B ayat (1) Undang-Undang
KUP belum terlewati; atau
b. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar sesuai dengan Surat Pemberitahuan apabila jangka waktu
12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B ayat (1) Undang- Undang KUP
terlewati.
(5) Dalam hal susunan keanggotaan tim Pemeriksa Pajak untuk melanjutkan Pemeriksaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) berbeda dengan susunan keanggotaan tim Pemeriksa Pajak sebelumnya,
Pemeriksaan tersebut dilakukan setelah diterbitkan surat yang berisi perubahan tim Pemeriksa Pajak.
Bagian Keenambelas
Pengungkapan Ketidakbenaran Pengisian Surat Pemberitahuan Selama
Pemeriksaan
Pasal 61
(1) Wajib Pajak dapat mengungkapkan dalam laporan tersendiri secara tertulis mengenai ketidakbenaran
pengisian Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) Undang Undang KUP dan Pasal 8 Peraturan Pemerintah
Nomor 74 Tahun 2011, sepanjang Pemeriksa Pajak belum menyampaikan SPHP.
(2) Pengungkapan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.
(3) Laporan tersendiri secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus ditandatangani oleh Wajib
Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak dan dilampiri dengan:
a. penghitungan pajak yang kurang dibayar sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dalam
format Surat Pemberitahuan;
b. Surat Setoran Pajak atas pelunasan pajak yang kurang dibayar; dan
c. Surat Setoran Pajak atas pembayaran sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50%
(lima puluh persen).
(4) Apabila pengungkapan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tidak mengakibatkan kekurangan pembayaran pajak maka pengungkapan tersebut tidak
perlu dilampiri dengan Surat Setoran Pajak.
Pasal 62
(1) Untuk membuktikan pengungkapan ketidakbenaran dalam laporan tersendiri sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 61 ayat (1), Pemeriksaan tetap dilanjutkan dan atas hasil Pemeriksaan diterbitkan surat
ketetapan pajak dengan mempertimbangkan laporan tersendiri tersebut serta memperhitungkan pokok
pajak yang telah dibayar.
(2) Dalam hal hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membuktikan bahwa
pengungkapan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan oleh Wajib Pajak tidak sesuai dengan
keadaan yang sebenarnya, surat ketetapan pajak diterbitkan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
(3) Dalam hal hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membuktikan bahwa pengungkapan
ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan oleh Wajib Pajak sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya, surat ketetapan pajak diterbitkan sesuai dengan pengungkapan Wajib Pajak.
(4) Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (3) huruf b diperhitungkan sebagai
kredit pajak dalam surat ketetapan pajak yang diterbitkan berdasarkan hasil Pemeriksaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3).
(5) Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (3) huruf c merupakan bukti
pembayaran sanksi adminstrasi berupa kenaikan 50% (lima puluh persen) terkait dengan
pengungkapan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan.
(6) Surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditambah dengan sanksi administrasi
sesuai dengan Pasal 13 Undang-Undang KUP.
(7) Dalam hal pengungkapan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 61 ayat (1) dilakukan untuk Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Masukan
atas perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak dilaporkan dalam Surat
Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai tidak dapat diperhitungkan sebagai kredit pajak
sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (8) huruf i Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan
perubahannya.
Bagian Ketujuhbelas
Usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan dan
Penangguhan Pemeriksaan
Pasal 63
(1) Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dapat diusulkan Pemeriksaan
Bukti Permulaan secara terbuka apabila:
a. pada saat pelaksanaan Pemeriksaan ditemukan adanya indikasi tindak pidana di bidang
perpajakan; atau
b. Wajib Pajak menolak untuk dilakukan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 atau
Pasal 37 dan terhadap Wajib Pajak tersebut tidak dilakukan penghitungan penghasilan kena
pajak secara jabatan.
(2) Dalam hal Pemeriksaan yang dilakukan merupakan Pemeriksaan atas permohonan pengembalian
kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B Undang-Undang KUP, usulan
Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka harus memperhatikan jangka waktu penyelesaian
permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak tersebut.
Pasal 64
(1) Dalam hal usulan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63
ayat (1) disetujui oleh pejabat yang berwenang, pelaksanaan Pemeriksaan ditangguhkan dengan
membuat laporan kemajuan Pemeriksaan sampai dengan:
a. Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka diselesaikan karena Wajib Pajak mengungkapkan
ketidakbenaran perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang
KUP;
b. Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka diselesaikan dengan penerbitan Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A Undang-Undang;
c. Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dihentikan karena Wajib Pajak orang pribadi
yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka meninggal dunia;
d. Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dihentikan karena tidak ditemukan adanya bukti
permulaan tindak pidana di bidang perpajakan;
e. Penyidikan dihentikan sesuai dengan ketentuan Pasal 44A Undang-Undang KUP atau Pasal 44B
Undang Undang KUP; atau
f. Putusan pengadilan atas tindak pidana di bidang perpajakan telah mempunyai kekuatan hukum
tetap dan salinan putusan pengadilan tersebut telah diterima oleh Direktur Jenderal Pajak.
(2) Penangguhan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diberitahukan secara tertulis
kepada Wajib Pajak.
(3) Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan bersamaan dengan
disampaikannya surat pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan secaraterbuka.
(4) Buku, catatan, dan dokumen yang terkait dengan Pemeriksaan yang ditangguhkan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diserahkan kepada Pemeriksa Bukti Permulaan dengan membuat berita acara
yang ditandatangani Pemeriksa Pajak dan pemeriksa bukti permulaan.
(5) Fotokopi berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diserahkan kepada Wajib Pajak.
Pasal 65
(1) Pemeriksaan yang ditangguhkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1) dilanjutkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku, apabila:
a. Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dihentikan karena Wajib Pajak orang pribadi
yang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka meninggal dunia;
b. Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dihentikan karena tidak ditemukan adanya bukti
permulaan tindak pidana di bidang perpajakan;
c. Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dilanjutkan dengan penyidikan namun
penyidikan dihentikan karena memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44A
Undang-Undang KUP; atau
d. Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dilanjutkan dengan penyidikan dan penuntutan
serta telah terdapat putusan pengadilan mengenai tindak pidana di bidang perpajakan yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan salinan putusan pengadilan tersebut telah
diterima oleh Direktur Jenderal Pajak.
(2) Pemeriksaan yang ditangguhkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1) dihentikan dengan
membuat LHP Sumir sebagaimanadimaksud dalam Pasal 21 huruf b, apabila:
a. Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka diselesaikan karena Wajib Pajak mengungkapkan
ketidakbenaran perbuatannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang
KUP;
b. Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka tidak dilanjutkan dengan penyidikan tetapi
diselesaikan dengan menerbitkan surat ketetapan pajak Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A Undang-Undang KUP; atau
c. Pemeriksaan Bukti Permulaan secara terbuka dilanjutkan dengan penyidikan tetapi
penyidikannya dihentikan karena tidak dilakukan penuntutan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 44B Undang-Undang KUP.
Pasal 66
(1) Dalam hal Wajib Pajak yang dilakukan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan juga dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan secara tertutup, Pemeriksaan untuk menguji
kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan ditangguhkan dengan membuat laporan kemajuan
Pemeriksaan apabila Pemeriksaan Bukti Permulaan secara tertutup ditindaklanjuti dengan penyidikan.
(2) Penangguhan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan sampai dengan:
a. penyidikan dihentikan sesuai dengan Pasal 44A atau Pasal 44B Undang-Undang KUP; atau
b. putusan pengadilan atas tindak pidana di bidang perpajakan yang telah memiliki kekuatan
hukum tetap dan salinan atas keputusantersebut telah diterima oleh Direktur Jenderal Pajak.
(3) Penangguhan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diberitahukan secara tertulis
kepada Wajib Pajak.
(4) Pemeriksaan yang ditangguhkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilanjutkan apabila:
a. penyidikan dihentikan karena Pasal 44A Undang-Undang KUP; atau
b. putusan pengadilan atas tindak pidana di bidang perpajakan yang telah memiliki kekuatan
hukum tetap dan salinan atas keputusan tersebut telah diterima oleh Direktur Jenderal Pajak.
(5) Pemeriksaan yang ditangguhkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihentikan apabila penyidikan
dihentikan karena Pasal 44B Undang-Undang KUP.
Pasal 67
(1) Dalam hal Pemeriksaan dilanjutkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) atau Pasal 66 ayat
(4), jangka waktu pengujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, atau jangka waktu perpanjangan
pengujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 atau Pasal 17 diperpanjang untuk jangka waktu
paling lama 4 (empat) bulan.
(2) Dalam hal Pemeriksaan dihentikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (2) atau Pasal 66 ayat
(5), Pemeriksa Pajak harus menyampaikan surat pemberitahuan penghentian Pemeriksaan kepada
Wajib Pajak.
(3) Direktur Jenderal Pajak masih dapat melakukan Pemeriksaan apabila setelah Pemeriksaan dihentikan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (2) atau Pasal 66 ayat (5) terdapat data selain yang
diungkapkan dalam Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang KUP atau Pasal 44B Undang Undang KUP.
Bagian Kedelapan belas
Pemeriksaan Ulang
Pasal 68
(1) Pemeriksaan Ulang hanya dapat dilakukan berdasarkan instruksi atau persetujuan Direktur Jenderal
Pajak.
(2) Instruksi atau persetujuan Direktur Jenderal Pajak untuk melaksanakan Pemeriksaan Ulang dapat
diberikan apabila terdapat databaru termasuk data yang semula belum terungkap.
(3) Dalam hal hasil Pemeriksaan Ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengakibatkan adanya
tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan dalam surat ketetapan pajak sebelumnya, Direktur
Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan.
(4) Dalam hal hasil Pemeriksaan Ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak mengakibatkan adanya
tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan dalam surat ketetapan pajak sebelumnya,
Pemeriksaan Ulang dihentikan dengan membuat LHP Sumir dan kepada Wajib Pajak diberitahukan
mengenai penghentian tersebut.
(5) Dalam hal hasil Pemeriksaan Ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak mengakibatkan adanya
tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan dalam surat ketetapan pajak sebelumnya tetapi
terdapat perubahan jumlah rugi fiskal, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan keputusan mengenai rugi
fiskal.
(6) Keputusan mengenai rugi fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (5) digunakan sebagai dasar untuk
memperhitungkan rugi fiskal ke tahun pajak berikutnya.
BAB IV
PEMERIKSAAN UNTUK TUJUAN LAIN
Bagian Kesatu
Ruang Lingkup, Kriteria, dan Jenis Pemeriksaan
Pasal 69
Ruang lingkup Pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan dapat meliputi penentuan, pencocokan, atau pengumpulan materi yang
berkaitan dengan tujuan Pemeriksaan.
Pasal 70
Pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan dilakukan dengan kriteria antara lain sebagai berikut:
a. pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan selain yang dilakukan berdasarkan Verifikasi
sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai tata cara Verifikasi;
b. penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak selain yang dilakukan berdasarkan Verifikasi sebagaimana
diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai tata cara Verifikasi;
c. pengukuhan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak selain yang dilakukan berdasarkan
Verifikasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai tata cara
Verifikasi;
d. Wajib Pajak mengajukan keberatan;
e. pengumpulan bahan guna penyusunan norma penghitungan penghasilan neto;
f. pencocokan data dan/atau alat keterangan;
g. penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil;
h. penentuan satu atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai;
i. Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak;
j. penentuan saat produksi dimulai atau memperpanjang jangka waktu kompensasi kerugian sehubungan
dengan pemberian fasilitas perpajakan; dan/atau
k. memenuhi permintaan informasi dari negara mitra Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda.
Pasal 71
Pemeriksaan untuk tujuan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 dapat dilakukan dengan jenis
Pemeriksaan Lapangan atau Pemeriksaan Kantor.
Bagian Kedua
Standar Pemeriksaan
Pasal 72
(1) Pemeriksaan untuk tujuan lain harus dilaksanakan sesuai dengan standar Pemeriksaan.
(2) Standar Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai ukuran mutu
Pemeriksaan yang merupakan capaian minimum yang harus dicapai dalam melaksanakan
Pemeriksaan.
(3) Standar Pemeriksaan untuk tujuan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi standar umum,
standar pelaksanaan Pemeriksaan, dan standar pelaporan hasil Pemeriksaan.
Pasal 73
Pemeriksa Pajak yang melaksanakan Pemeriksaan untuk tujuan lain juga harus memenuhi standar umum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2).
Pasal 74
Pelaksanaan Pemeriksaan untuk tujuan lain harus dilakukan sesuai dengan standar pelaksanaan Pemeriksaan,
yaitu:
a. pelaksanaan Pemeriksaan harus didahului dengan persiapan yang baik, sesuai dengan tujuan
Pemeriksaan, dan mendapat pengawasan yang seksama;
b. luas Pemeriksaan disesuaikan dengan kriteria dilakukannya Pemeriksaan untuk tujuan lain;
c. Pemeriksaan dilakukan oleh tim Pemeriksa Pajak yang terdiri dari 1 (satu) orang supervisor, 1 (satu)
orang ketua tim, dan 1 (satu) orang atau lebih anggota tim, dan dalam keadaan tertentu ketua tim
dapat merangkap sebagai anggota tim;
d. Pemeriksaan dapat dilaksanakan di kantor Direktorat Jenderal Pajak, tempat tinggal atau tempat
kedudukan Wajib Pajak, tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas Wajib Pajak, dan/atau di tempat
lain yang dianggap perlu oleh Pemeriksa Pajak;
e. Pemeriksaan dilaksanakan pada jam kerja dan apabila diperlukan dapat dilanjutkan di luar jam kerja;
dan
f. pelaksanaan Pemeriksaan didokumentasikan dalam bentuk KKP.
Pasal 75
Kegiatan Pemeriksaan untuk tujuan lain harus didokumentasikan dalam bentuk KKP sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 74 huruf f dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. KKP wajib disusun oleh Pemeriksa Pajak dan berfungsi sebagai:
1) bukti bahwa Pemeriksa Pajak telah melaksanakan Pemeriksaan berdasarkanstandar
Pemeriksaan; dan
2) dasar pembuatan LHP;
b. KKP harus memberikan gambaran mengenai:
1) data, keterangan, dan/atau bukti yang diperoleh;
2) prosedur Pemeriksaan yang dilaksanakan; dan
3) simpulan danhal-hal lain yang dianggap perlu yang berkaitan dengan Pemeriksaan.
Pasal 76
Kegiatan Pemeriksaan untuk tujuan lain harus dilaporkan dalam bentuk LHP yang disusun sesuai standar
pelaporan hasil Pemeriksaan, yaitu:
a. LHP disusun secara ringkas dan jelas, memuat ruang lingkup atau pos-pos yang diperiksa sesuai
dengan tujuan Pemeriksaan, memuat simpulan Pemeriksa Pajak dan memuat pula pengungkapan
informasi lain yang terkait;
b. LHP untuk tujuan lain sekurang-kurangnya memuat:
1) Identitas Wajib Pajak;
2) Penugasan Pemeriksaan;
3) Dasar (tujuan) Pemeriksaan;
4) Buku dan dokumen yang dipinjam;
5) Materi yang diperiksa;
6) Uraian hasil Pemeriksaan; dan
7) Simpulan dan usul Pemeriksa.
Bagian Ketiga
Kewajiban dan Kewenangan Pemeriksa Pajak
Pasal 77
Dalam melakukan Pemeriksaan untuk tujuan lain, Pemeriksa Pajak wajib:
a. menyampaikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan dalam hal Pemeriksaan dilakukan dengan
jenis Pemeriksaan Lapangan atau Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor dalam hal
Pemeriksaan dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Kantor;
b. memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak dan SP2 kepada Wajib Pajak pada waktu
Pemeriksaan;
c. memperlihatkan surat yang berisi perubahan tim Pemeriksa Pajak kepada Wajib Pajak apabila susunan
Tim Pemeriksa Pajak mengalami perubahan;
d. menjelaskan alasan dan tujuan Pemeriksaan kepada Wajib Pajak yang diperiksa;
e. menyampaikan Kuesioner Pemeriksaan kepada Wajib Pajak;
f. mengembalikan buku, catatan, dan dokumen pendukung lainnya yangdipinjam dari Wajib Pajak; dan/
atau
g. merahasiakan kepada pihak lain yang tidak berhak segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan
kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka Pemeriksaan.
Pasal 78
(1) Dalam melakukan Pemeriksaan untuk tujuan lain dengan jenis Pemeriksaan Lapangan, Pemeriksa
Pajak berwenang:
a. melihat dan/atau meminjam buku, catatan, dan/atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan
atau pencatatan dan dokumen lain, yang berhubungan dengan tujuan Pemeriksaan;
b. mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelola secara elektronik;
c. memasuki dan memeriksa tempat atau ruang, barang bergerak dan/atau tidak bergerak yang
diduga atau patut diduga digunakan untuk menyimpan buku, catatan, dan/atau dokumen yang
menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dokumen lain, dan/atau barang, yang berkaitan
dengan tujuan Pemeriksaan;
d. meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari Wajib Pajak; dan/atau
e. meminta keterangan dan/atau data yang diperIukan dari pihak ketiga yang mempunyai
hubungan dengan Wajib Pajak yang diperiksa melalui kepala unit pelaksana Pemeriksaan.
(2) Dalam melakukan Pemeriksaan untuk tujuan lain dengan jenis Pemeriksaan Kantor, Pemeriksa Pajak
berwenang:
a. melihat dan/atau meminjam buku, catatan, dan/atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan
atau pencatatan, dan dokumen lain termasuk data yang dikelola secara elektronik, yang
berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib
Pajak, atau objek yang terutang pajak;
b. meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari Wajib Pajak; dan/atau
c. meminta keterangan dan/atau data yang diperlukan dari pihak ketiga yang mempunyai
hubungan dengan Wajib Pajak yang diperiksa melalui kepala unit pelaksana Pemeriksaan.
Bagian Keempat
Hak dan Kewajiban Wajib Pajak
Pasal 79
Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk tujuan lain, Wajib Pajak berhak:
a. meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak dan SP2
kepada Wajib Pajak pada waktu Pemeriksaan;
b. meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan,
dalam hal Pemeriksaan dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan;
c. meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan penjelasan tentang alasan dan tujuan
Pemeriksaan;
d. meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan surat yang berisi perubahan tim Pemeriksa
Pajak apabila terdapat perubahan susunan Tim Pemeriksa Pajak; dan/atau
e. memberikan pendapat atau penilaian atas pelaksanaan Pemeriksaan oleh Pemeriksa Pajak melalui
pengisian Kuesioner Pemeriksaan.
Pasal 80
(1) Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk tujuan lain dengan jenis Pemeriksaan Lapangan,Wajib Pajak
wajib:
a. memperlihatkan dan meminjamkan buku, catatan, dan/atau dokumen yang menjadi dasar
pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain, yang berhubungan dengan tujuan
Pemeriksaan;
b. memberi kesempatan untuk mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelola secara
elektronik;
c. memberi kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang penyimpanan buku, catatan, dan/
atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dokumen lain, dan/atau
barang, yang berkaitan dengan tujuan Pemeriksaan serta meminjamkannya kepada
Pemeriksa Pajak; dan/atau
d. memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis serta memberikan data dan/atau keterangan
lain yang diperlukan.
(2) Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk tujuan lain dengan Jenis Pemeriksaan Kantor, Wajib Pajak
wajib:
a. memperlihatkan dan meminjamkan buku, catatan, dan/atau dokumen yang menjadi dasar
pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain, yang berhubungan dengan tujuan
Pemeriksaan; dan/atau
b. memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis serta memberikan data dan/atau keterangan
lain yang diperlukan.
Bagian Kelima
Jangka Waktu Pemeriksaan
Pasal 81
(1) Pemeriksaan untuk tujuan lain dengan jenis Pemeriksaan Lapangan dilakukan dalam jangka waktu
paling lama 4 (empat) bulan yang dihitung sejak tanggal Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan
disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa
dari Wajib Pajak,sampai dengan tanggal LHP.
(2) Pemeriksaan untuk tujuan lain dengan jenis Pemeriksaan Kantor dilakukan dalam jangka waktu paling
lama 14 (empat belas) hari yang dihitung sejak tanggal Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau
anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak, datang memenuhi Surat Panggilan Dalam
Rangka Pemeriksaan Kantor sampai dengan tanggal dalam LHP.
(3) Dalam hal jangka waktu Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) berakhir,
Pemeriksaan harus diselesaikan.
(4) Dalam hal Pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka permohonan penghapusan Nomor Pokok Wajib
Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 huruf b, jangka waktu Pemeriksaan sebagaimana
dimaksud ayat (1) atau ayat (2) harus memperhatikan jangka waktu penyelesaian permohonan
penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (7) Undang-Undang
KUP.
(5) Dalam hal Pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 huruf c, jangka waktu Pemeriksaan sebagaimana dimaksud
ayat (1) atau ayat (2) harus memperhatikan jangka waktu penyelesaian permohonan pencabutan
pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud Pasal 2 ayat (9) Undang-Undang KUP.
Bagian Keenam
SP2 dan Surat Yang Berisi Perubahan Tim Pemeriksa Pajak
Pasal 82
(1) Pemeriksaan Lapangan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan perundang-undangan
perpajakan dilakukan oleh Pemeriksa Pajak yang tergabung dalam suatu tim Pemeriksa Pajak
berdasarkanSP2.
(2) SP2 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan untuk satu atau beberapa Masa Pajak dalam
suatu Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak yang sama atau untuk satu Bagian Tahun Pajak atau Tahun
Pajak terhadap satu Wajib Pajak.
(3) Dalam hal susunan tim Pemeriksa Pajak perlu diubah, kepala unit pelaksana Pemeriksaan tidak perlu
memperbarui SP2 tetapi harus menerbitkan surat yang berisi perubahan tim Pemeriksa Pajak.
Bagian Ketujuh
Pemberitahuan dan Panggilan Pemeriksaan
Pasal 83
(1) Dalam hal Pemeriksaan untuk tujuan lain dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan, Pemeriksa
Pajak wajib memberitahukan kepada Wajib Pajak mengenai dilakukannya Pemeriksaan Lapangan
dengan menyampaikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan.
(2) Dalam hal Pemeriksaan untuk tujuan lain dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Kantor, Pemeriksa
Pajak wajib memberitahukan kepada Wajib Pajak mengenai dilakukannya Pemeriksaan Kantor dengan
menyampaikan Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor.
(3) Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau Surat
Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan untuk
Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sebagaimana tercantum dalam SP2.
Pasal 84
(1) Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 83 ayat (1) dapat
disampaikan secara langsung kepada Wajib Pajak pada saat dimulainya Pemeriksaan Lapangan atau
disampaikan melalui faksimili, pos dengan bukti pengiriman surat, atau jasa pengiriman lainnya dengan
bukti pengiriman.
(2) Dalam hal Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan disampaikan secara langsung dan Wajib Pajak
tidak berada di tempat, Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan dapat disampaikan kepada:
a. wakil atau kuasa dari Wajib Pajak; atau
b. pihak yang dapat mewakili Wajib Pajak, yaitu:
1) pegawai dari Wajib Pajak yang menurut Pemeriksa Pajak dapat mewakili Wajib Pajak,
dalam hal Pemeriksaan dilakukan terhadap Wajib Pajak badan; atau
2) anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak yang menurut Pemeriksa Pajak
dapat mewakili Wajib Pajak, dalam hal Pemeriksaan dilakukan terhadap Wajib Pajak
orang pribadi.
(3) Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud dalam pasal 83 ayat (2)
dapat disampaikan melalui faksimili, pos dengan bukti pengiriman surat, atau jasa pengiriman lainnya
dengan bukti pengiriman.
(4) Dalam hal pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat ditemui, Surat Pemberitahuan
Pemeriksaan Lapangan disampaikan melalui pos atau jasa pengiriman lainnya dan Surat Pemberitahuan
Pemeriksaan Lapangan dianggap telah disampaikan.
Bagian Kedelapan
Peminjaman Dokumen
Pasal 85
(1) Buku, catatan, dan dokumen serta data, informasi, dan keterangan lain yang dipinjam harus
disesuaikan dengan tujuan dan kriteria Pemeriksaan untuk tujuan lain sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 70.
(2) Peminjaman buku, catatan, dan dokumen serta data, informasi, dan keterangan lain harus dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 dan Pasal 29.
Bagian Kesembilan
Penolakan Pemeriksaan
Pasal 86
(1) Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak yang dilakukan Pemeriksaan Lapangan untuk
tujuan lain menyatakan menolak untuk dilakukan Pemeriksaan termasuk menolak menerima Surat
Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak harus
menandatangani surat penolakan Pemeriksaan.
(2) Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak menolak menandatangani surat penolakan
Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeriksa Pajak membuat berita acara penolakan
Pemeriksaan yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.
Pasal 87
(1) Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak yang dilakukan Pemeriksaan Kantor untuk
tujuan lain memenuhi Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor namun menyatakan
menolak untuk dilakukan Pemeriksaan, Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak harus
menandatangani surat pernyataan penolakan Pemeriksaan.
(2) Dalam hal Wajib Pajak, wakil, atau kuasa dari Wajib Pajak menolak menandatangani surat pernyataan
penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeriksa Pajak membuat berita acara
penolakan Pemeriksaan yang ditandatangani oleh tim Pemeriksa Pajak.
Pasal 88
(1) Berdasarkan surat pernyataan penolakan Pemeriksaan atau berita acara penolakan Pemeriksaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 dan Pasal 87, permohonan Wajib Pajak tidak dapat diproses
atau tidak dapat dipertimbangkan dalam hal Pemeriksaan untuk tujuan lain dilakukan dalam rangka:
a. penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil; atau
b. penentuan saat produksi dimulai atau memperpanjang jangka waktu kompensasi kerugian
sehubungan dengan pemberian fasilitas perpajakan.
(2) Berdasarkan surat pernyataan penolakan Pemeriksaan atau berita acara penolakan Pemeriksaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 dan Pasal 87, Wajib Pajak diberi Nomor Pokok Wajib Pajak dan
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan dalam hal Pemeriksaan untuk tujuan lain
dilakukan dalam rangka:
a. pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak secara jabatan; dan/atau
b. Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak secara jabatan.
(3) Berdasarkan surat pernyataan penolakan Pemeriksaan atau berita acara penolakan Pemeriksaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 dan Pasal 87, permohonan Wajib Pajak tidak dikabulkan dalam
hal Pemeriksaan untuk tujuan lain dilakukan dalam rangka:
a. penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak; dan/atau
b. pengukuhan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
Bagian Kesepuluh
Penjelasan Wajib Pajak dan Pihak Ketiga
Pasal 89
(1) Dalam pelaksanaan Pemeriksaan untuk tujuan lain, melalui kepala unit pelaksana Pemeriksaan,
Pemeriksa Pajak juga dapat memanggil Wajib Pajak untuk memperoleh penjelasan yang lebih rinci atau
meminta keterangan dan/atau bukti yang berkaitan dengan Pemeriksaan kepada pihak ketiga
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 Undang-Undang KUP.
(2) Permintaan keterangan kepada Wajib Pajak atau kepada pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuansebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 dan
Pasal 40.
BAB V
PENYAMPAIAN KUESIONER PEMERIKSAAN
Pasal 90
(1) Dalam rangka meningkatkan kualitas dan akuntabilitas Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak wajib
menyampaikan Kuesioner Pemeriksaan kepada Wajib Pajak yang diperiksa.
(2) Dalam hal Pemeriksaan yang dilakukan merupakan Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan, penyampaian Kuesioner Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan pada saat pertemuan dengan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27.
(3) Dalam hal Pemeriksaan yang dilakukan merupakan Pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka
melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, penyampaian Kuesioner
Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan pada saat penyampaian Surat
Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan atau pada saat Wajib Pajak datang memenuhi Surat Panggilan
Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor.
(3) Wajib Pajak dapat menyampaikan Kuesioner Pemeriksaan yang telah diisi kepada:
a. Direktur Pemeriksaan dan Penagihan dalam hal Unit Pelaksana Pemeriksaan adalah Direkorat
Pemeriksaan dan Penagihan; atau
b. Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dalam hal Unit Pelaksana Pemeriksaan adalah
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atau Kantor Pelayanan Pajak.
BAB VI
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 91
Pemeriksa Pajak tidak dikenai sanksi dalam hal Pemeriksaan yang dilakukan telah sesuai dengan standar
Pemeriksaan, serta dilaksanakan berdasarkan iktikad baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
Pasal 92
Standar Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 dan standar Pemeriksaan untuk tujuan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72 diatur dengan
Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
Pasal 93
(1) Dokumen berupa:
a. Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf b;
b. SP2 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1);
c. surat yang berisi perubahan tim Pemeriksa Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat
(3); dan
d. surat tugas membantu pelaksanaan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat
(4),
dibuat dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(2) Dokumen berupa:
a. Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1);
b. Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25
ayat (2); dan
c. berita acara hasil pertemuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (5),
dibuat dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(3) Dokumen berupa:
a. surat permintaan peminjaman buku, catatan, dan dokumen sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 28 ayat (1) huruf b, dan Pasal 28 ayat (2) huruf c;
b. daftar buku, catatan, dan dokumen yang wajib dipinjamkan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 28 ayat (1) huruf b dan Pasal 28 ayat (2);
c. bukti peminjaman dan pengembalian buku, catatan, dan dokumen sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 28 ayat (1) huruf a, Pasal 28 ayat (2) huruf b, dan Pasal 28 ayat (4);
d. surat pernyataan keaslian dokumen dan/atau data dari Wajib Pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 28 ayat (5);
e. surat peringatan pertama/kedua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (6);
f. daftar buku, catatan, dan dokumen yang belum dipinjamkan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 28 ayat (7);
g. berita acara tidak dipenuhinya peminjaman buku, catatan, dan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1);
h. berita acara pemenuhan seluruh peminjaman buku, catatan, dan dokumen sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2),
dibuat dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(4) Dokumen berupa:
a. tanda segel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1);
b. berita acara penyegelan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (4);
c. berita acara tanda segel rusak/hilang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (4); dan
d. berita acara pembukaan segel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (5),
dibuat dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(5) Dokumen berupa:
a. surat pernyataan penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2),
Pasal 36 ayat (1), Pasal 37 ayat(1);
b. berita acara penolakan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (3), Pasal 36
ayat (2), Pasal 37 ayat (2);
c. surat pernyataan penolakan membantu kelancaran Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 36 ayat (6);
d. berita acara menolak membantu kelancaran Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
36 ayat (7); dan
e. berita acara tidak memenuhi panggilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal37 ayat (3),
dibuat dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang
merupakan bagian tidak terpisahkandari Peraturan Menteri ini.
(6) Dokumen berupa:
a. surat panggilan untuk memberikan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat
(1); dan
b. berita acara pemberian keterangan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalamPasal 39 ayat
(3),
dibuat dengan menggunakanformat sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(7) Dokumen berupa:
a. SPHP dan daftar temuan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1);
b. surat penolakan menerima SPHP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (3) dan berita
acara penolakan menerima SPHP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (4);
c. lembar pernyataan persetujuan hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42
ayat (1) huruf a;
d. surat pemberitahuan perpanjangan jangka waktu penyampaian tanggapan dari Wajib Pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (4);
e. berita acara tidak disampaikannya tanggapan tertulis atas SPHP sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 42 ayat (6);
f. undangan dalam rangka Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 43 ayat (2);
g. risalah pembahasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) sampai dengan ayat (6);
h. surat permohonan pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1);
i. undangan menghadiri pembahasan dengan Tim Quality Assurance Pemeriksaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 50 ayat(1);
j. risalah Tim Quality Assurance Pemeriksaan sebagaimana dimaksuddalam Pasal 53 ayat (1);
k. berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dan ihtisar hasil pembahasan akhir
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1), ayat (2), ayat (4), dan ayat (6), Pasal 45
ayat (2), Pasal 46 ayat (2), danPasal 54;
l. surat panggilan untuk menandatangani berita acara Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1); dan
m. berita acara ketidakhadiran Wajib Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal Pasal 44 ayat (2), ayat (4), dan ayat (6), dan Pasal 53
ayat (4),
dibuat dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(8) Laporan pengungkapan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 61 ayat (1), dibuat dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam
Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(9) Dokumen berupa:
a. surat pemberitahuan perpanjangan jangka waktu pengujian sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 18;
b. surat pemberitahuan penangguhan Pemeriksaan yang ditingkatkan ke Pemeriksaan Bukti
Permulaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (2);
c. surat pemberitahuan penghentian Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat
(4); dan
d. Kuesioner Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (1),
dibuat dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran IX yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
(10) Surat keputusan penetapan rugi fiskal berdasarkan Pemeriksaan ulang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 68 ayat (5) dibuat dengan menggunakan format sesuai contoh sebagaimana tercantum dalam
Lampiran X yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 94
Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini:
a. terhadap SP2 yang diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dan Pemeriksaan belum
selesai, proses penyelesaian selanjutnya dilakukan berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam
Peraturan Menteri ini;
b. terhadap Pemeriksaan yang ditindaklanjuti dengan Pemeriksaan Bukti Permulaan dan telah dibuat LHP
Sumir, dapat dilakukan Pemeriksaan dalam rangka penerbitan surat ketetapan pajak sepanjang hasil
Pemeriksaan Bukti Permulaan tidak terdapat indikasi tindak pidana di bidang perpajakan.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 95
Pada saat Peraturan Menteri ini berlaku:
a. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.03/2007 tentang Penerbitan Surat Ketetapan Pajak Atas
Permohonan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak Terhadap Wajib Pajak Yang Sedang Dilakukan
Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana Di Bidang Perpajakan;
b. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 198/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Penyegelan Dalam Rangka
Pemeriksaan di Bidang Perpajakan;
c. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak;
d. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.03/2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 96
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 Februari 2013.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 7 Januari 2013
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
AGUS D.W.MARTOWARDOJO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 7 Januari 2013
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
AMIR SYAMSUDIN
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 NOMOR 47