PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 107/PMK.010/2015
TENTANG
PERUBAHAN KEEMPAT ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR
154/PMK.03/2010 TENTANG PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22
SEHUBUNGAN DENGAN PEMBAYARAN ATAS PENYERAHAN BARANG DAN
KEGIATAN DI BIDANG IMPOR ATAU KEGIATAN USAHA DI BIDANG LAIN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. bahwa ketentuan mengenai penunjukkan badan-badan tertentu sebagai pemungut Pajak Penghasilan
Pasal 22 telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2010 tentang Pemungutan
Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan
di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 175/PMK.011/2013;
b. bahwa dalam rangka pengawasan dan peningkatan kepatuhan Wajib Pajak melalui mekanisme
pemungutan Pajak Penghasilan dan dalam rangka memberikan kepastian hukum pelaksanaan
pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22, perlu melakukan penyesuaian terhadap ketentuan
sebagaimana dimaksud pada huruf a;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta dalam
rangka melaksanakan ketentuan Pasal 22 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2008, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan Keempat atas Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2010 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22
Sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan
Usaha di Bidang Lain;
Mengingat :
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2010 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22
Sehubungan Dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha
di Bidang Lain sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
175/PMK.011/2013;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS PERATURAN MENTERI KEUANGAN
NOMOR 154/PMK.03/2010 TENTANG PEMUNGUTAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 SEHUBUNGAN DENGAN
PEMBAYARAN ATAS PENYERAHAN BARANG DAN KEGIATAN DI BIDANG IMPOR ATAU KEGIATAN USAHA
DI BIDANG LAIN.
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2010 tentang Pemungutan Pajak
Penghasilan Pasal 22 Sehubungan Dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor
atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain sebagaimana telah beberapa kali diubah dengan:
a. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 224/PMK.011/2012;
b. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146/PMK.011/2013;
c. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 175/PMK.011/2013,
diubah sebagai berikut:
1. Ketentuan Pasal 1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 1
(1) Pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, adalah:
a. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas:
1. impor barang; dan
2. ekspor komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam
yang dilakukan oleh eksportir, kecuali yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang
terikat dalam perjanjian kerjasama pengusahaan pertambangan dan Kontrak
Karya;
b. bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak
pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga Pemerintah dan
lembaga-lembaga negara lainnya berkenaan dengan pembayaran atas pembelian
barang;
c. bendahara pengeluaran berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang yang
dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP);
d. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang
diberi delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), berkenaan dengan pembayaran
atas pembelian barang kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme
pembayaran langsung (LS);
e. Badan usaha tertentu meliputi:
1) Badan Usaha Milik Negara, yaitu badan usaha yang seluruh atau sebagian
modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang
berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan;
2) Badan Usaha Milik Negara yang dilakukan restrukturisasi oleh Pemerintah
setelah berlakunya Peraturan Menteri ini, dan restrukturisasi tersebut dilakukan
melalui pengalihan saham milik negara kepada Badan Usaha Milik Negara
lainnya; dan
3) badan usaha tertentu yang dimiliki secara langsung oleh Badan Usaha Milik
Negara, meliputi PT Pupuk Sriwidjaja Palembang, PT Petrokimia Gresik,
PT Pupuk kujang, PT Pupuk Kalimantan Timur, PT Pupuk Iskandar Muda,
PT Telekomunikasi Selular, PT Indonesia Power, PT Pembangkitan Jawa-Bali,
PT Semen Padang, PT Semen Tonasa, PT Elnusa Tbk, PT Krakatau Wajatama,
PT Rajawali Nusindo, PT Wijaya Karya Beton Tbk, PT Kimia Farma Apotek,
PT Kimia Farma Trading & Distribution, PT Badak Natural Gas Liquefaction,
PT Tambang Timah, PT Petikemas Surabaya, PT Indonesia Comnets Plus,
PT Bank Syariah Mandiri, PT Bank BRI Syariah, dan PT Bank BNI Syariah,
berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk
keperluan kegiatan usahanya;
f. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas,
industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi, atas penjualan hasil produksinya
kepada distributor di dalam negeri;
g. Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir
umum kendaraan bermotor, atas penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri;
h. Produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas, atas
penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas;
i. Industri atau eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian,
peternakan, dan perikanan, atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industrinya
atau ekspornya;
j. Industri atau badan usaha yang melakukan pembelian komoditas tambang batubara,
mineral logam, dan mineral bukan logam, dari badan atau orang pribadi pemegang izin
usaha pertambangan;
k. Badan usaha yang memproduksi emas batangan, atas penjualan emas batangan
di dalam negeri.
(1a) Dalam hal badan usaha tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e angka 3)
melakukan perubahan nama badan usaha, badan usaha tertentu tersebut tetap ditunjuk
sebagai pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.
(1b) Dalam hal badan usaha tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e angka 3) tidak
lagi dimiliki secara langsung oleh badan usaha milik negara, badan usaha tertentu dimaksud
tidak lagi ditunjuk sebagai pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa
kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.
(2) Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri baja sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf f, adalah industri baja yang merupakan industri hulu, termasuk industri hulu yang
terintegrasi dengan industri antara dan industri hilir.
(3) Izin usaha pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf j adalah sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pertambangan mineral
dan batu bara.
2. Ketentuan Pasal 2 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 2
(1) Besarnya pungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 ditetapkan sebagai berikut:
a. Atas pemungutan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas:
1. impor:
a) barang tertentu sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini,
sebesar 10% (sepuluh persen) dari nilai impor;
b) barang tertentu lainnya sebagaimana tercantum dalam Lampiran II
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini,
sebesar 7,5% (tujuh koma lima persen) dari nilai impor;
c) selain barang tertentu dan barang tertentu lainnya sebagaimana
dimaksud pada huruf a) dan huruf b), yang menggunakan Angka
Pengenal Impor (API), sebesar 2,5% (dua koma lima persen) dari nilai
impor, kecuali atas impor kedelai, gandum, dan tepung terigu sebesar
0,5% (nol koma lima persen) dari nilai impor;
d) selain barang tertentu dan barang tertentu lainnya sebagaimana
dimaksud pada huruf a) dan huruf b), yang tidak menggunakan Angka
Pengenal Impor (API), sebesar 7,5% (tujuh koma lima persen) dari
nilai impor; dan/atau
e) barang yang tidak dikuasai, sebesar 7,5% (tujuh koma lima persen)
dari harga jual lelang;
2. ekspor komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam,
sesuai uraian barang dan pos tarif/Harmonized System (HS) sebagaimana
tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini, oleh eksportir kecuali yang dilakukan oleh Wajib Pajak
yang terikat dalam perjanjian kerjasama pengusahaan pertambangan dan
Kontrak Karya, sebesar 1,5% (satu koma lima persen) dari nilai ekspor
sebagaimana tercantum dalam Pemberitahuan Ekspor Barang.
b. Atas pembelian barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf b, huruf c,
huruf d, dan pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usaha
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf e, sebesar 1,5% (satu koma lima
persen) dari harga pembelian tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
c. Atas penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas oleh produsen
atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas adalah sebagai
berikut:
1. bahan bakar minyak sebesar:
a) 0, 25% (nol koma dua puluh lima persen) dari penjualan tidak
termasuk Pajak Pertambahan Nilai untuk penjualan kepada stasiun
pengisian bahan bakar umum Pertamina;
b) 0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan tidak termasuk Pajak
Pertambahan Nilai untuk penjualan kepada stasiun pengisian bahan
bakar umum bukan Pertamina:
c) 0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan tidak termasuk Pajak
Pertambahan Nilai untuk penjualan kepada pihak selain sebagaimana
dimaksud pada huruf a) dan huruf b);
2. bahan bakar gas sebesar 0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan tidak
termasuk Pajak Pertambahan Nilai;
3. pelumas sebesar 0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan tidak termasuk
Pajak Pertambahan Nilai.
d. Atas penjualan hasil produksi kepada distributor di dalam negeri oleh badan usaha yang
bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, industri
otomotif, dan industri farmasi:
1. penjualan semua jenis semen sebesar 0, 25% (nol koma dua puluh lima
persen);
2. penjualan kertas sebesar 0,1 % (nol koma satu persen);
3. penjualan baja sebesar 0,3% (nol koma tiga persen);
4. penjualan semua jenis kendaraan bermotor beroda dua atau lebih sebesar
0,45% (nol koma empat puluh lima persen);
5. penjualan semua jenis obat sebesar 0,3% (nol koma tiga persen), dari dasar
pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
e. Atas penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri oleh Agen Tunggal Pemegang
Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan bermotor
sebesar 0,45% (nol koma empat puluh lima persen) dari dasar pengenaan Pajak
Pertambahan Nilai.
f. Atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor oleh badan usaha
industri atau eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian,
peternakan, dan perikanan, sebesar 0, 25% (nol koma dua puluh lima persen) dari
harga pembelian tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai.
g. Atas pembelian batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam, dari badan atau
orang pribadi pemegang izin usaha pertambangan oleh industri atau badan usaha
sebesar 1,5% (satu setengah persen) dari harga pembelian tidak termasuk Pajak
Pertambahan Nilai.
h. Atas penjualan emas batangan oleh produsen emas batangan, sebesar 0,45% (nol
koma empat puluh lima persen) dari harga jual emas batangan.
(2) Nilai impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 1 dan angka 2 adalah nilai
berupa uang yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk yaitu Cost Insurance and Freight
(CIF) ditambah dengan Bea Masuk dan pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan kepabeanan di bidang impor.
(3) Besarnya tarif pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diterapkan terhadap
Wajib Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak lebih tinggi 100% (seratus persen)
daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukkan Nomor Pokok
Wajib Pajak.
(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku untuk pemungutan Pajak Penghasilan
Pasal 22 yang bersifat tidak final.
(5) Besarnya pungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan
industri atau ekspor oleh Badan Usaha Milik Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
ayat (1) huruf e yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan,
dan perikanan adalah sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f.
3. Ketentuan Pasal 3 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 3
(1) Dikecualikan dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22:
a. Impor barang dan/atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan tidak terutang Pajak Penghasilan.
b. Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan/atau Pajak Pertambahan
Nilai:
1. barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas
di Indonesia berdasarkan asas timbal balik;
2. barang untuk keperluan badan internasional beserta pejabatnya yang bertugas
di Indonesia dan tidak memegang paspor Indonesia yang diakui dan terdaftar
dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai tata cara
pemberian pembebasan bea masuk dan cukai atas impor barang untuk
keperluan badan internasional beserta para pejabatnya yang bertugas
di Indonesia;
3. barang kiriman hadiah/hibah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial,
kebudayaan atau untuk kepentingan penanggulangan bencana;
4. barang untuk keperluan museum, kebun binatang, konservasi alam dan
tempat lain semacam itu yang terbuka untuk umum;
5. barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
6. barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang cacat lainnya;
7. peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah;
8. barang pindahan;
9. barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan
barang kiriman sampai batas jumlah tertentu sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan kepabeanan;
10. barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang
ditujukan untuk kepentingan umum;
11. persenjataan, amunisi, dan perlengkapan militer, termasuk suku cadang yang
diperuntukkan bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara;
12. barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang bagi
keperluan pertahanan dan keamanan negara;
13. vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan program Pekan Imunisasi Nasional
(PIN);
14. buku ilmu pengetahuan dan teknologi, buku pelajaran umum, kitab suci, buku
pelajaran agama, dan buku ilmu pengetahuan lainnya;
15. kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau dan kapal angkutan
penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda, kapal penangkap ikan, kapal
tongkang, dan suku cadangnya, serta alat keselamatan pelayaran dan alat
keselamatan manusia yang diimpor dan digunakan oleh perusahaan Pelayaran
Niaga Nasional atau Perusahaan Penangkapan Ikan Nasional, Perusahaan
Penyelenggara Jasa Kepelabuhan Nasional atau Perusahaan Penyelenggara
Jasa Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan Nasional, sesuai dengan
kegiatan usahanya;
16. pesawat udara dan suku cadangnya serta alat keselamatan penerbangan dan
alat keselamatan manusia, peralatan untuk perbaikan dan pemeliharaan yang
diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional, dan
suku cadangnya, serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan pesawat
udara yang diimpor oleh pihak yang ditunjuk oleh Perusahaan Angkutan Udara
Niaga Nasional yang digunakan dalam rangka pemberian jasa perawatan dan
reparasi pesawat udara kepada Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional;
17. kereta api dan suku cadangnya serta peralatan untuk perbaikan atau
pemeliharaan serta prasarana perkeretaapian yang diimpor dan digunakan
oleh badan usaha penyelenggara sarana perkeretaapian umum dan/atau badan
usaha penyelenggara prasarana perkeretaapian umum, dan komponen atau
bahan yang diimpor oleh pihak yang ditunjuk oleh badan usaha penyelenggara
sarana perkeretaapian umum dan/atau badan usaha penyelenggara prasarana
perkeretaapian umum yang digunakan untuk pembuatan kereta api, suku
cadang, peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan, serta prasarana
perkeretaapian yang akan digunakan oleh badan usaha penyelenggara sarana
perkeretaapian umum dan/atau badan usaha penyelenggara prasarana
perkeretaapian umum;
18. peralatan berikut suku cadangnya yang digunakan oleh Kementerian
Pertahanan atau Tentara Nasional Indonesia untuk penyediaan data batas dan
foto udara wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan untuk
mendukung pertahanan Nasional, yang diimpor oleh Kementerian Pertahanan,
Tentara Nasional Indonesia atau pihak yang ditunjuk oleh Kementerian
Pertahanan atau Tentara Nasional Indonesia; dan/atau;
19. barang untuk kegiatan hulu minyak dan gas bumi yang importasinya dilakukan
oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama;
20. barang untuk kegiatan usaha panas bumi.
c. Impor sementara, jika pada waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor
kembali.
d. Impor kembali (re-impor), yang meliputi barang-barang yang telah diekspor kemudian
diimpor kembali dalam kualitas yang sama atau barang-barang yang telah diekspor
untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian, yang telah memenuhi syarat
yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
e. Pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf i dan huruf j berkenaan
dengan:
1. pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d yang jumlahnya paling
banyak Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran
yang terpecah-pecah;
2. pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 ayat (1) huruf e yang jumlahnya paling banyak Rp10.000.000,00
(sepuluh juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
3. pembayaran untuk:
a) pembelian bahan bakar minyak, bahan bakar gas, pelumas,
benda-benda pos;
b) pemakaian air dan listrik;
4. pembayaran untuk pembelian minyak bumi, gas bumi, dan/atau produk
sampingan dari kegiatan usaha hulu di bidang minyak dan gas bumi yang
dihasilkan di Indonesia dari :
a) kontraktor yang melakukan eksplorasi dan eksploitasi berdasarkan
kontrak kerja sama; atau;
b) kantor pusat kontraktor yang melakukan eksplorasi dan eksploitasi
berdasarkan kontrak kerja sama;
5. pembayaran untuk pembelian panas bumi atau listrik hasil pengusahaan panas
bumi dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha di bidang usaha panas bumi
berdasarkan kontrak kerja sama pengusahaan sumber daya panas bumi;
6. pembayaran atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor
oleh badan usaha industri atau eksportir yang bergerak dalam sektor
kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf i yang jumlahnya paling banyak
Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) tidak termasuk Pajak Pertambahan
Nilai dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
7. pembelian batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam dari badan atau
orang pribadi pemegang izin usaha pertambangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 ayat (1) huruf j yang telah dipungut Pajak Penghasilan Pasal 22
atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usaha
oleh Badan Usaha Milik Negara.
f. impor emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan dari
emas untuk tujuan ekspor.
g. Pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan penggunaan dana Bantuan
Operasional Sekolah (BOS).
h. Penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri yang dilakukan oleh industri otomotif,
Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir
umum kendaraan bermotor, yang telah dikenai pemungutan Pajak Penghasilan
berdasarkan ketentuan Pasal 22 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 dan peraturan pelaksanaannya.
i. Penjualan emas batangan oleh badan usaha yang memproduksi emas batangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf k kepada Bank Indonesia.
(2) Pengecualian dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas barang impor sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b tetap berlaku dalam hal barang impor tersebut:
a. dikenakan tarif bea masuk sebesar 0% (nol persen); atau
b. tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai.
(3) Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf f dinyatakan dengan
Surat Keterangan Bebas Pajak Penghasilan Pasal 22 yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal
Pajak.
(4) Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, huruf e, huruf g, huruf h, dan
huruf i dilakukan tanpa Surat Keterangan Bebas (SKB).
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c dan ayat (2) dilaksanakan
oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang tata caranya diatur oleh Direktur Jenderal Bea
dan Cukai dan/atau Direktur Jenderal Pajak.
4. Di antara ayat (2) dan ayat (3) Pasal 4 disisipkan satu ayat yakni ayat (2a) serta ketentuan ayat (4)
dan ayat (6) Pasal 4 diubah, sehingga Pasal 4 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 4
(1) Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor barang, terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat
pembayaran Bea Masuk.
(2) Dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan dan tidak termasuk dalam
pengecualian dari pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 ayat (1) huruf b, Pajak Penghasilan Pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat
penyelesaian dokumen pemberitahuan pabean atas impor.
(2a) Pajak Penghasilan Pasal 22 atas ekspor komoditas tambang batubara, mineral logam, dan
mineral bukan logam, terutang dan dilunasi bersamaan dengan saat penyelesaian dokumen
pemberitahuan pabean atas ekspor.
(3) Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pembelian barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, dan pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan
kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf e, terutang dan dipungut
pada saat pembayaran.
(4) Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan hasil produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
ayat (1) huruf f, penjualan kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1)
huruf g, dan penjualan emas batangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf k
terutang dan dipungut pada saat penjualan.
(5) Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf h, terutang dan dipungut pada saat
penerbitan surat perintah pengeluaran barang (delivery order).
(6) Pajak Penghasilan Pasal 22 atas pembelian bahan-bahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
ayat (1) huruf i dan pembelian batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf j, terutang dan dipungut pada saat pembelian.
5. Di antara ayat (1) dan ayat (2) Pasal 5 disisipkan satu ayat yakni ayat (1a), ketentuan ayat (3) Pasal 5
diubah, serta ditambahkan satu ayat yakni ayat (4), sehingga Pasal 5 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 5
(1) Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor barang dilaksanakan dengan cara
penyetoran oleh:
a. importir yang bersangkutan; atau
b. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, ke kas negara melalui Kantor Pos, bank devisa,
atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
(1a) Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas ekspor komoditas tambang batubara, mineral
logam, dan mineral bukan logam dilaksanakan dengan cara penyetoran oleh eksportir yang
bersangkutan ke kas negara melalui Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh
Menteri Keuangan.
(2) Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d, wajib disetor oleh pemungut ke kas negara
melalui Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak yang telah diisi atas nama rekanan serta ditandatangani
oleh pemungut pajak.
(3) Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 oleh pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 ayat (1) huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, huruf j, dan huruf k wajib disetor oleh
pemungut ke kas negara melalui Kantor Pos, bank devisa, atau bank yang ditunjuk oleh Menteri
Keuangan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak.
(4) Terhadap bukti penyetoran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1a), Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai melakukan pemeriksaan formil bukti penyetoran pajak tersebut sebagai
dokumen pelengkap pemberitahuan pabean ekspor dan dijadikan dasar pelayanan ekspor.
6. Ketentuan Pasal 6 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut :
Pasal 6
(1) Penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 22 oleh importir, eksportir komoditas tambang batubara,
mineral logam, dan mineral bukan logam, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, dan pemungut
pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d dilakukan
dengan menggunakan formulir Surat Setoran Pajak yang berlaku sebagai bukti pemungutan
pajak.
(2) Pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf e, huruf f, huruf g,
huruf h, huruf i, huruf j, dan huruf k wajib menerbitkan Bukti Pemungutan Pajak Penghasilan
Pasal 22 dalam rangkap 3 (tiga), yaitu:
a. lembar kesatu untuk Wajib Pajak yang dipungut;
b. lembar kedua sebagai lampiran laporan bulanan kepada Kantor Pelayanan Pajak
(dilampirkan pada Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 22); dan
c. lembar ketiga sebagai arsip pemungut pajak yang bersangkutan.
7. Ketentuan Pasal 7 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 7
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan pemungut pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1)
huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf h, huruf i, huruf j, dan huruf k wajib melaporkan
hasil pemungutannya dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa ke Kantor Pelayanan Pajak.
8. Ketentuan Pasal 9 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 9
(1) Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf a,
huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g, huruf i, huruf j, dan huruf k bersifat tidak
final dan dapat diperhitungkan sebagai pembayaran Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan
bagi Wajib Pajak yang dipungut.
(2) Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf h
atas penjualan bahan bakar minyak dan bahan bakar gas kepada:
a. penyalur/agen bersifat final;
b. selain penyalur/agen bersifat tidak final.
(3) Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf h
atas penjualan pelumas bersifat tidak final dan dapat diperhitungkan sebagai pembayaran Pajak
Penghasilan dalam tahun berjalan bagi Wajib Pajak yang dipungut.
9. Ketentuan Pasal 10 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 10
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan prosedur pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22
sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang dan kegiatan di bidang impor, ekspor
komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam oleh badan atau orang pribadi
pemegang izin usaha pertambangan, atau kegiatan usaha di bidang lain diatur dengan Peraturan
Direktur Jenderal Pajak.
Pasal II
Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya
dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 8 Juni 2015
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
BAMBANG P. S. BRODJONEGORO
Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal 9 Juni 2015
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
YASONNA H. LAOLY
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 848