SALINAN
PERATURAN BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1 TAHUN 2019
TENTANG
RINCIAN BIDANG USAHA DAN JENIS PRODUKSI INDUSTRI PIONIR YANG DAPAT DIBERIKAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN SERTA PEDOMAN DAN TATA CARA PEMBERIAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
|
a.
|
bahwa untuk melaksanakan Pasal 3 ayat (3) Peraturan
|
|
Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.010/2018 tentang
|
Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan
|
Badan, perlu menetapkan kembali rincian bidang
|
usaha dan jenis produksi industri pionir dan menyempurnakan pedoman dan tata cara pemberian fasilitas pengurangan pajak penghasilan badan di Badan Koordinasi Penanaman Modal;
b. bahwa dalam menetapkan kembali rincian bidang usaha dan jenis produksi industri pionir yang dapat diberikan fasilitas pengurangan pajak penghasilan badan, perlu memperhatikan surat Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Nomor S-288/D.I.M.EKON/11/2018 tanggal 30 November 2018 tentang Bidang Usaha yang dapat Diberikan Fasilitas Tax Holiday;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Badan Koordinasi Penanaman Modal tentang Rincian Bidang Usaha dan Jenis Produksi Industri Pionir yang dapat Diberikan Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan serta Pedoman dan Tata Cara Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan;
Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 161, Tambahan Lembaran Negara Republik Indo]nesia Nomor 5183);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6215);
4. Peraturan Presiden Nomor 90 Tahun 2007 tentang Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2012 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 210);
5. Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2017 tentang Percepatan Pelaksanaan Berusaha (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 210);
6. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.010/2018 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1553);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL TENTANG RINCIAN BIDANG USAHA DAN JENIS PRODUKSI INDUSTRI PIONIR YANG DAPAT DIBERIKAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN SERTA PEDOMAN DAN TATA CARA PEMBERIAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Badan ini yang dimaksud dengan:
1. Penanaman Modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh Penanam Modal Dalam Negeri maupun Penanam Modal Asing, untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia.
2. Penanaman Modal Baru adalah segala bentuk kegiatan menanam modal dalam rangka pendirian usaha baru maupun perluasan kegiatan usaha.
3. Industri Pionir adalah industri yang memiliki keterkaitan yang luas, memberi nilai tambah dan eksternalitas yang tinggi, memperkenalkan teknologi baru, dan memiliki nilai strategis bagi perekonomian nasional.
4. Kegiatan Usaha Utama adalah bidang usaha dan jenis produksi sebagaimana tercantum dalam izin prinsip, izin investasi, pendaftaran penanaman modal, Nomor Induk Berusaha, dan Izin Usaha yang diterbitkan oleh Lembaga OSS Wajib Pajak pada saat pengajuan permohonan pengurangan Pajak Penghasilan Badan, termasuk perluasan dan perubahannya sepanjang termasuk dalam kriteria Industri Pionir.
5. Saat Mulai Berproduksi Komersial adalah saat pertama kali hasil produksi dari Kegiatan Usaha Utama dijual ke pasaran dan/atau digunakan sendiri untuk proses produksi lebih lanjut.
6. Konfirmasi Pendahuluan (In Advance Confirmation) adalah surat pemberitahuan kepada Penanam Modal mengenai pemenuhan persyaratan Industri Pionir untuk mendapatkan Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan.
7. Nomor Induk Berusaha yang selanjutnya disingkat NIB adalah identitas Pelaku Usaha yang diterbitkan oleh Lembaga OSS setelah Pelaku Usaha melakukan Pendaftaran.
8. Izin Usaha adalah izin yang diterbitkan oleh Lembaga OSS untuk dan atas nama menteri, pimpinan lembaga, gubernur, atau bupati/wali kota setelah Pelaku Usaha melakukan Pendaftaran dan untuk memulai usaha dan/atau kegiatan sampai sebelum pelaksanaan komersial atau operasional dengan memenuhi persyaratan dan/atau Komitmen.
9. Usulan Pemberian Pengurangan Pajak Penghasilan Badan adalah usulan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal yang ditujukan kepada Menteri Keuangan sebagai bahan pertimbangan untuk keputusan penetapan Pengurangan Pajak Penghasilan Badan.
10. Badan Koordinasi Penanaman Modal, yang selanjutnya disingkat BKPM, adalah Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang bertanggung jawab di bidang Penanaman Modal, yang dipimpin oleh seorang kepala yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
11. Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau Online Single Submission, yang selanjutnya disingkat OSS, adalah perizinan berusaha yang diterbitkan oleh Lembaga OSS untuk dan atas nama menteri, pimpinan lembaga, gubernur, atau bupati/wali kota kepada pelaku usaha melalui sistem elektronik yang terintegrasi.
12. Lembaga Pengelola dan Penyelenggara OSS, yang selanjutnya disebut Lembaga OSS, adalah lembaga pemerintah non kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang koordinasi penanaman modal.
BAB II
BESARAN DAN JANGKA WAKTU PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN
Pasal 2
(1) Pengurangan Pajak Penghasilan Badan diberikan sebagai berikut:
a. Sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah Pajak Penghasilan Badan yang terutang untuk penanaman modal baru dengan nilai paling sedikit Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah); dan
b. Sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah Pajak Penghasilan Badan yang terutang untuk penanaman modal baru dengan nilai paling sedikit Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) dan paling banyak kurang dari Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah).
(2) Jangka waktu pengurangan Pajak Penghasilan Badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. selama 5 (lima) tahun pajak untuk Penanaman Modal Baru dengan nilai rencana Penanaman Modal paling sedikit Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah) dan kurang dari Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah);
b. selama 7 (tujuh) tahun pajak untuk Penanaman Modal Baru dengan nilai rencana Penanaman Modal paling sedikit Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah) dan kurang dari Rp5.000.000.000.000,00 (lima triliun rupiah);
c. selama 10 (sepuluh) tahun pajak untuk Penanaman Modal Baru dengan nilai rencana Penanaman Modal paling sedikit Rp5.000.000.000.000,00 (lima triliun rupiah) dan kurang dari Rp15.000.000.000.000,00 (lima belas triliun rupiah);
d. selama 15 (lima belas) tahun pajak untuk Penanaman Modal Baru dengan nilai rencana Penanaman Modal paling sedikit Rp15.000.000.000.000,00 (lima belas triliun rupiah) dan kurang dari Rp30.000.000.000.000,00 (tiga puluh triliun rupiah); atau
e. selama 20 (dua puluh) tahun pajak untuk Penanaman Modal Baru dengan nilai rencana Penanaman Modal paling sedikit Rp30.000.000.000.000,00 (tiga puluh triliun rupiah).
(3) Jangka waktu pengurangan Pajak Penghasilan Badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diberikan selama 5 (lima) tahun pajak.
(4) Setelah jangka waktu pemberian pengurangan Pajak Penghasilan Badan yang diberikan kepada Wajib Pajak dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3) berakhir, Wajib Pajak diberikan pengurangan Pajak Penghasilan Badan sebagai berikut:
a. sebesar 50% (lima puluh persen) dari Pajak Penghasilan Badan terutang selama 2 (dua) tahun pajak berikutnya untuk penanaman modal baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a; atau
b. sebesar 25% (dua puluh lima persen) dari Pajak Penghasilan Badan terutang selama 2 (dua) tahun pajak berikutnya untuk penanaman modal baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b.
BAB III
KRITERIA DAN PERSYARATAN PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN
Pasal 3
(1) Untuk dapat memperoleh pengurangan Pajak Penghasilan Badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) Wajib Pajak badan harus memenuhi kriteria:
a. merupakan Industri Pionir;
b. berstatus sebagai badan hukum Indonesia;
c. mempunyai nilai rencana Penanaman Modal Baru minimal sebesar Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah);
d. merupakan Penanaman Modal Baru yang belum diterbitkan keputusan mengenai pemberian atau pemberitahuan mengenai penolakan pengurangan Pajak Penghasilan Badan; dan
e. memenuhi ketentuan besaran perbandingan antara utang dan modal sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai penentuan besarnya perbandingan antara utang dan modal perusahaan untuk keperluan penghitungan Pajak Penghasilan.
(2) Nilai rencana Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c adalah nilai sarana produksi dan/atau modal tetap bagi Penanaman Modal Baru, tidak termasuk modal kerja.
(3) Penanaman Modal Baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d yaitu:
a. pendirian usaha baru yang merupakan pembangunan pabrik baru atau infrastruktur ekonomi untuk menghasilkan barang dan/atau jasa;
b. pendirian usaha baru sebagaimana dimaksud pada huruf a, termasuk pengembangannya yaitu:
1. pengembangan usaha untuk Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 5 (lima) digit dan di lokasi yang berbeda tercantum dalam izin usaha/izin perluasan/NIB dan Izin Usaha yang diterbitkan oleh Lembaga OSS;
2. pengembangan usaha untuk Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 5 (lima) digit yang sama namun di lokasi yang berbeda tercantum dalam izin usaha/izin perluasan/ NIB dan Izin Usaha yang diterbitkan oleh Lembaga OSS; atau
3. pengembangan usaha untuk Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 5 (lima) digit berbeda namun di lokasi yang sama tercantum dalam izin usaha/izin perluasan/ NIB dan Izin Usaha yang diterbitkan oleh Lembaga OSS; atau
c. perluasan usaha yang merupakan kegiatan penambahan kapasitas produksi untuk Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) 5 (lima) digit yang sama dengan cakupan produk yang sama dan di lokasi yang sama tercantum dalam izin usaha /izin perluasan/ NIB dan Izin Usaha yang diterbitkan oleh Lembaga OSS.
Pasal 4
(1) Dalam hal Wajib Pajak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan dimiliki langsung oleh Wajib Pajak dalam negeri, Wajib Pajak harus menunjukkan bahwa seluruh pemegang saham yang tercatat dalam akta pendirian telah memenuhi kewajiban perpajakan.
(2) Dalam hal terjadi perubahan pemegang saham yang tercatat dalam akta pendirian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), persyaratan pemenuhan kewajiban perpajakan hanya berlaku untuk pemegang saham yang tercatat dalam akta perubahan terakhir.
(3) Pemenuhan kewajiban perpajakan pemegang saham yang tercatat dalam akta pendirian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau pemegang saham yang tercatat dalam akta perubahan terakhir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuktikan melalui surat keterangan fiskal yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
BAB IV
BIDANG USAHA DAN JENIS PRODUKSI INDUSTRI PIONIR YANG DAPAT MEMPEROLEH FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN
Pasal 5
(1) Wajib Pajak badan yang melakukan Penanaman Modal Baru pada Industri Pionir dapat memperoleh pengurangan Pajak Penghasilan Badan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Kegiatan Usaha Utama yang dilakukan.
(2) Industri Pionir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki cakupan:
a. industri logam dasar hulu:
1. besi baja; atau
2. bukan besi baja, tanpa atau beserta turunannya yang terintegrasi;
b. industri pemurnian atau pengilangan minyak dan gas bumi tanpa atau beserta turunannya yang terintegrasi;
c. industri petrokimia berbasis minyak bumi, gas alam atau batubara tanpa atau beserta turunannya yang terintegrasi;
d. industri kimia dasar organik yang bersumber dari hasil pertanian, perkebunan, atau kehutanan tanpa atau beserta turunannya yang terintegrasi;
e. industri kimia dasar anorganik tanpa atau beserta turunannya yang terintegrasi;
f. industri bahan baku utama farmasi tanpa atau beserta turunannya yang terintegrasi;
g. industri pembuatan peralatan iradiasi, elektromedikal, atau elektroterapi;
h. industri pembuatan komponen utama peralatan elektronika atau telematika, seperti semikonduktor wafer, backlight untuk Liquid Crystal Display (LCD), electrical driver, atau display;
i. industri pembuatan mesin dan komponen utama mesin;
j. industri pembuatan komponen robotik yang mendukung industri pembuatan mesin-mesin manufaktur;
k. industri pembuatan komponen utama mesin pembangkit tenaga listrik;
l. industri pembuatan kendaraan bermotor dan komponen utama kendaraan bermotor;
m. industri pembuatan komponen utama kapal;
n. industri pembuatan komponen utama kereta api;
o. industri pembuatan komponen utama pesawat terbang dan aktivitas penunjang industri dirgantara;
p. industri pengolahan berbasis hasil pertanian, perkebunan, atau kehutanan yang menghasilkan bubur kertas (pulp) tanpa atau beserta turunannya;
q. infrastruktur ekonomi; atau
r. ekonomi digital yang mencakup aktivitas pengolahan data, hosting, dan kegiatan yang berhubungan dengan itu.
(3) Daftar rincian bidang usaha dan jenis produksi dari masing-masing cakupan Industri Pionir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini.
BAB V
TATA CARA PERMOHONAN DAN PENERBITAN USULAN PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN
Pasal 6
(1) Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 mengajukan permohonan pengurangan Pajak Penghasilan Badan dengan cara mengakses laman OSS di situs https://www.oss.go.id.
(2) Penentuan kesesuaian pemenuhan kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), dilakukan melalui sistem OSS.
(3) Dalam hal permohonan pengurangan Pajak Penghasilan Badan untuk penanaman modal baru dan Wajib Pajak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), sistem OSS menyampaikan pemberitahuan kepada Wajib Pajak bahwa penanaman modal memenuhi kriteria untuk memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan Badan.
(4) Dalam hal permohonan pengurangan Pajak Penghasilan Badan untuk penanaman modal baru dan Wajib Pajak tidak memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), sistem OSS menyampaikan pemberitahuan kepada Wajib Pajak bahwa penanaman modal tidak memenuhi kriteria untuk memperoleh fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan Badan.
(5) Wajib Pajak yang telah memperoleh pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan berminat untuk mendapat pengurangan Pajak Penghasilan Badan, harus menyampaikan persyaratan kelengkapan yaitu berupa dokumen:
a. softcopy rincian aktiva tetap dalam rencana nilai penanaman modal dan besaran perbandingan antara utang dan modal; dan
b. softcopy atau dokumen elektronik surat keterangan fiskal para pemegang saham, melalui sistem OSS sebelum Saat Mulai Berproduksi Komersial atas penanaman modal baru.
(6) Permohonan pengurangan Pajak Penghasilan Badan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan:
a. bersamaan dengan pendaftaran untuk mendapatkan NIB bagi Wajib Pajak baru; atau
b. paling lambat 1 (satu) tahun setelah penerbitan izin usaha untuk penanaman modal baru.
(7) Permohonan pengurangan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang telah diterima secara lengkap, disampaikan oleh sistem OSS kepada Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Pajak sebagai Usulan Pemberian Pengurangan Pajak Penghasilan Badan, dan sistem OSS mengirimkan pemberitahuan kepada Wajib Pajak bahwa permohonan pengurangan Pajak Penghasilan Badan disampaikan kepada Menteri Keuangan.
Pasal 7
(1) Dalam hal permohonan pengurangan Pajak Penghasilan Badan untuk cakupan industri yang belum tercantum dalam cakupan Industri Pionir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2), dan memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b sampai dengan huruf e, serta persyaratan dalam Pasal 4 ayat (3), Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan dengan menyertakan surat pernyataan bahwa industrinya merupakan Industri Pionir.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Kepala BKPM dengan format surat tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini dengan melampirkan:
a. penjelasan pemenuhan ketentuan sebagai Industri Pionir sebagaimana diatur dalam Pasal 1 Angka 3, terhadap bidang usaha yang tidak termasuk dalam daftar rincian sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini; dan
b. penjelasan alur proses produksi atas kegiatan usaha dan cakupan produk yang dimohonkan fasilitas pengurangan pajak penghasilan badan.
(3) Dalam hal pengurusan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan secara langsung oleh Wajib Pajak, permohonan disampaikan dengan melampirkan surat kuasa bermeterai cukup dengan format tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini.
(4) Atas surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BKPM menerbitkan tanda terima permohonan dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini.
Pasal 8
(1) Terhadap permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dilakukan pembahasan antar kementerian untuk menentukan kesesuaian bidang usaha Wajib Pajak memenuhi kriteria sebagai Industri Pionir.
(2) Pembahasan antar kementerian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasikan oleh BKPM, yang paling sedikit melibatkan Kementerian Keuangan dan kementerian/lembaga pembina sektor.
(3) Pembahasan antar kementerian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh BKPM dengan mengundang Wajib Pajak.
(4) Dalam pembahasan antar kementerian sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Wajib Pajak menyampaikan penjelasan secara rinci pemenuhan kriteria sebagai Industri Pionir.
(5) Pelaksanaan pembahasan antar kementerian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak diterbitkannya tanda terima permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4).
(6) Hasil pembahasan antar kementerian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dituangkan dalam berita acara yang ditandatangani oleh peserta rapat dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini.
(7) Dalam hal pembahasan antar kementerian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) memutuskan bahwa cakupan industri Wajib Pajak memenuhi kriteria sebagai Industri Pionir, Kepala BKPM dapat mengajukan usulan permohonan pengurangan Pajak Penghasilan Badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) kepada Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Pajak.
(8) Pengajuan usulan permohonan Kepala BKPM sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilakukan melalui sistem OSS.
(9) Usulan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat
(8) disampaikan dengan melampirkan:
a. softcopy surat permohonan wajib pajak;
b. softcopy Pendaftaran Penanaman Modal/Izin Prinsip/Izin Investasi/NIB dan Izin Usaha serta rincian aktiva tetap dalam rencana nilai Penanaman Modal Baru;
c. softcopy surat keterangan fiskal para pemegang saham;
d. softcopy penjelasan alur proses produksi atas kegiatan usaha dan cakupan produk; dan
e. softcopy komitmen pemenuhan ketentuan besaran perbandingan antara utang dan modal sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai penentuan besarnya perbandingan antara utang dan modal perusahaan untuk keperluan penghitungan Pajak Penghasilan.
(10) Dalam hal permohonan Wajib Pajak tidak memenuhi kriteria sebagai industri pionir, akan diterbitkan surat penolakan sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini.
(11) Kepala BKPM melalui sistem OSS menyampaikan pemberitahuan kepada Wajib Pajak atas hasil pembahasan antar kementerian sebagaimana dimaksud pada ayat (6) atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (10).
Pasal 9
(1) Penanam Modal yang berminat untuk mendapatkan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan Badan dapat terlebih dahulu mengajukan permohonan Konfirmasi Pendahuluan (In Advance Confirmation) dengan format permohonan sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini.
(2) Dalam hal pengurusan permohonan Konfirmasi Pendahuluan (In Advance Confirmation) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan secara langsung oleh Wajib Pajak, permohonan disampaikan dengan melampirkan surat kuasa bermeterai cukup dengan format tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini.
(3) Permohonan Konfirmasi Pendahuluan (In Advance Confirmation) sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan kepada Kepala BKPM cq. Deputi Bidang Pengembangan Iklim Penanaman Modal dengan melampirkan rencana Penanaman Modal.
(4) Rencana Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi kegiatan usaha, jenis produksi, penjelasan pemenuhan kriteria Industri Pionir, dan rencana nilai investasi modal tetap beserta dengan rencana sumber pembiayaan dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini.
(5) BKPM menerbitkan tanda terima permohonan dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini terhadap Dokumen permohonan Konfirmasi Pendahuluan (In Advance Confirmation) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang sudah lengkap dan benar.
(6) Dalam hal bidang usaha dalam permohonan Konfirmasi Pendahuluan (In Advance Confirmation) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sudah tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini, BKPM dapat langsung menerbitkan surat Konfirmasi Pendahuluan (In Advance Confirmation) paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak permohonan diterima dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini.
(7) Dalam hal bidang usaha dalam permohonan Konfirmasi Pendahuluan (In Advance Confirmation) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini, BKPM mengadakan rapat koordinasi dengan mengundang Penanam Modal, yang paling sedikit melibatkan pejabat Kementerian Keuangan dan kementerian pembina sektor.
(8) Dalam rapat koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7), Penanam Modal menyampaikan penjelasan terkait rencana Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
(9) Rapat koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilaksanakan paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak diterbitkan tanda terima sebagaimana dimaksud pada ayat (5).
(10) Hasil rapat koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dituangkan dalam berita acara yang ditandatangani oleh peserta rapat dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini.
(11) Dalam hal hasil rapat koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (10) Penanam Modal memenuhi kriteria dan persyaratan, BKPM menerbitkan Surat Konfirmasi Pendahuluan (In Advance Confirmation) yang memuat informasi meliputi bidang usaha, KBLI, jenis produksi, nilai rencana Penanaman Modal, besaran pengurangan Pajak Penghasilan Badan dan jangka waktu pengurangan fasilitas dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran X yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini.
(12) Dalam hal hasil rapat koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (10), Penanam Modal tidak memenuhi kriteria dan persyaratan, BKPM menerbitkan surat penjelasan dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Badan ini.
(13) Surat Konfirmasi Pendahuluan (In Advance Confimation) sebagaimana dimaksud pada ayat (11) dan surat penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (12) diterbitkan paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah terdapat keputusan rapat koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7).
(14) Surat Konfirmasi Pendahuluan (In Advance Confirmation) sebagaimana dimaksud pada ayat (11) bukan merupakan surat penetapan pemberian fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan Badan.
BAB VI
PEMANFAATAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN
Pasal 10
(1) Pemberian pengurangan Pajak Penghasilan Badan ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak untuk dan atas nama Menteri Keuangan setelah mendapat usulan permohonan pengurangan Pajak Penghasilan Badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (7) dan Pasal 8 ayat (7)
(2) Pengurangan Pajak Penghasilan Badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mulai dimanfaatkan Wajib Pajak sejak tahun pajak pada penetapan Saat Mulai Berproduksi Komersial.
(3) Saat Mulai Berproduksi Komersial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan.
(4) Pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan setelah Direktur Jenderal Pajak menerima pemberitahuan dari Kepala BKPM mengenai permohonan penetapan Saat Mulai Berproduksi Komersial dari Wajib Pajak melalui sistem OSS.
(5) Pemberitahuan dari Kepala BKPM sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan setelah BKPM menerima pemberitahuan dari Wajib Pajak yang menyatakan telah siap berproduksi komersial yang disampaikan melalui sistem OSS.
(6) Dalam hal berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditemukan:
a. jumlah nilai realisasi penanaman modal baru Wajib Pajak kurang dari batas minimal rencana penanaman modal baru yang menjadi dasar pemberian jangka waktu pengurangan Pajak Penghasilan Badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2);
b. jumlah nilai realisasi penanaman modal baru Wajib Pajak lebih dari atau sama dengan Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah); dan
c. terdapat kesesuaian antara realisasi dengan rencana Kegiatan Usaha Utama, ketentuan besaran dan/atau jangka waktu terhadap pemberian pengurangan Pajak Penghasilan Badan sebagaimana tercantum dalam keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan besaran pengurangan Pajak Penghasilan Badan yang seharusnya diperoleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan/atau jangka waktu pengurangan Pajak Penghasilan Badan yang seharusnya diperoleh Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) atau Pasal 2 ayat (3).
Pasal 11
(1) Terhadap Wajib Pajak yang memiliki:
a. izin prinsip, izin investasi, pendaftaran penanaman modal, yang diterbitkan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, Administrator Kawasan Ekonomi Khusus, Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang memiliki kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang wajib dimiliki dalam rangka memulai usaha; atau
b. NIB dan Izin Usaha yang diterbitkan oleh Lembaga OSS, paling lama sejak berlakunya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 159/PMK.010/2015 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 103/PMK.010/2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 159/PMK.010/2015 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan sampai dengan sebelum berlakunya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 150/PMK.010/2018 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan, kecuali pemenuhan cakupan industri pionir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) mengikuti ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 35/PMK.010/2018 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan, dapat menyampaikan permohonan pengurangan Pajak Penghasilan Badan melalui sistem OSS.
(2) Permohonan pengurangan Pajak Penghasilan Badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
a. memenuhi kriteria dan persyaratan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 3 dan Pasal 5;
b. disampaikan sebelum Saat Mulai Berproduksi Komersial; dan
c. disampaikan paling lambat 1 (satu) tahun sejak memiliki NIB.
(3) Ketentuan dalam Pasal 6 berlaku mutatis mutandis terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
BAB VII
PERLAKUAN BAGI WAJIB PAJAK PROYEK STRATEGIS NASIONAL
Pasal 12
(1) Wajib Pajak yang mendapat penugasan pemerintah sesuai peraturan perundang-undangan mengenai percepatan pelaksanaan proyek strategis nasional dapat mengajukan permohonan pengurangan Pajak Penghasilan Badan dengan ketentuan tata cara permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, dan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4, serta berlaku ketentuan sebagai berikut:
a. saat pengajuan permohonan pengurangan Pajak Penghasilan Badan dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (5);
b. pengurangan Pajak Penghasilan Badan mulai dimanfaatkan Wajib Pajak sepanjang Wajib Pajak memenuhi kondisi Saat Mulai Berproduksi Komersial dan telah merealisasikan seluruh rencana penanaman modalnya sesuai dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (5);
c. pemanfaatan terhadap pengurangan Pajak Penghasilan Badan sebagaimana dimaksud pada huruf b ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan; dan
d. pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud pada huruf c dilakukan setelah Direktur Jenderal Pajak menerima pemberitahuan dari Kepala BKPM mengenai permohonan pemanfaatan pengurangan Pajak Penghasilan Badan.
(2) Penugasan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penugasan yang ditetapkan berdasarkan keputusan menteri atau pimpinan lembaga setingkat menteri.
(3) Permohonan pengurangan Pajak Penghasilan Badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan melalui sistem OSS disertai surat penugasan yang ditetapkan berdasarkan keputusan menteri atau pimpinan lembaga setingkat menteri dalam bentuk softcopy.
(4) Permohonan pengurangan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang telah lengkap, disampaikan oleh sistem OSS kepada kepada Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Pajak sebagai usulan permohonan pengurangan Pajak Penghasilan Badan.
(5) Pemberian pengurangan Pajak Penghasilan Badan ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak untuk dan atas nama Menteri Keuangan setelah mendapat usulan permohonan pengurangan Pajak Penghasilan Badan sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
(6) Sistem OSS mengirimkan pemberitahuan kepada Wajib Pajak bahwa permohonan pengurangan Pajak Penghasilan Badan telah disampaikan kepada Menteri Keuangan.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 13
Pada saat Peraturan Badan ini mulai berlaku, Peraturan Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 5 Tahun 2018 tentang Rincian Bidang Usaha dan Jenis Produksi Industri Pionir yang dapat Diberikan Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan Serta Pedoman dan Tata Cara Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 715), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 14
Peraturan Badan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Badan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 21 Januari 2019
KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
THOMAS TRIKASIH LEMBONG
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 23 Januari 2019
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
WIDODO EKATJAHJANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2019 NOMOR 47