RUU
|
BAB
|
Pasal
|
Ayat
|
Uraian
|
1
|
1
|
1
|
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
|
1
|
1
|
2
|
Pembayar Pajak adalah orang pribadi atau badan yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sendiri maupun sebagai pemotong dan/atau pemungut pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
1
|
1
|
3
|
Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
|
1
|
1
|
4
|
Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah pabean.
|
1
|
1
|
5
|
Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.
|
1
|
1
|
6
|
Nomor Identitas Pembayar Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Pembayar Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Pembayar Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
|
1
|
1
|
7
|
Nomor Identitas Objek Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Pembayar Pajak Pajak Bumi dan Bangunan berdasarkan Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai identitas Objek Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
|
1
|
1
|
8
|
Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam jangka waktu tertentu sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang ini.
|
1
|
1
|
9
|
Tahun Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam periode 1 (satu) tahun sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang ini
|
1
|
1
|
10
|
Bagian Tahun Pajak adalah bagian dari jangka waktu 1 (satu) Tahun Pajak.
|
1
|
1
|
11
|
Pajak Terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak, atau dalam Bagian Tahun Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
1
|
1
|
12
|
Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Pembayar Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
1
|
1
|
13
|
Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak.
|
1
|
1
|
14
|
Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.
|
1
|
1
|
15
|
Bukti Pembayaran adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan secara elektronik atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
|
1
|
1
|
16
|
Surat Ketetapan Pajak adalah surat ketetapan yang menentukan besarnya pajak terutang, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan atau kelebihan pembayaran pajak, jumlah sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar, lebih dibayar, atau nihil.
|
1
|
1
|
17
|
Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.
|
1
|
1
|
18
|
Surat Tagihan Imbalan Bunga adalah surat untuk melakukan tagihan pajak atas imbalan bunga yang tidak seharusnya diberikan kepada Pembayar Pajak.
|
1
|
1
|
19
|
Kredit Pajak untuk Pajak Penghasilan adalah pajak yang dibayar sendiri oleh Pembayar Pajak ditambah dengan pokok pajak terutang dalam Surat Tagihan Pajak karena Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar, ditambah dengan pajak yang dipotong atau dipungut, ditambah dengan pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri, yang dikurangkan dari pajak terutang.
|
1
|
1
|
20
|
Kredit Pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan setelah dikurangi dengan pajak yang telah dikompensasikan, yang dikurangkan dari pajak terutang.
|
1
|
1
|
21
|
Pekerjaan bebas adalah pekerjaan yang dilakukan oleh orang pribadi yang mempunyai keahlian khusus sebagai usaha untuk memperoleh penghasilan yang tidak terikat oleh suatu hubungan kerja.
|
1
|
1
|
22
|
Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
1
|
1
|
23
|
Penyelidikan Tindak Pidana Pajak adalah serangkaian tindakan Penyelidik Pajak untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai Tindak Pidana Pajak guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan Penyidikan yang diatur berdasarkan Undang-Undang ini.
|
1
|
1
|
24
|
Penyelidik Pajak adalah pejabat Direktorat Jenderal Pajak yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan Penyelidikan Tindak Pidana Pajak.
|
1
|
1
|
25
|
Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Pembayar Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
1
|
1
|
26
|
Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa laporan posisi keuangan atau neraca dan laporan laba rugi komprehensif, atau yang dipersamakan dengan itu, untuk periode Tahun Pajak tersebut.
|
1
|
1
|
27
|
Penyidikan Tindak Pidana Pajak adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
|
1
|
1
|
28
|
Penyidik Pajak adalah pegawai negeri sipil tertentu pada Badan Penerimaan Pajak yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan Tindak Pidana Pajak dan tindak pidana lain yang pidana asalnya Tindak Pidana Pajak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
|
1
|
1
|
29
|
Keputusan Keberatan adalah keputusan Badan Penerimaan Pajak atas keberatan yang diajukan oleh Pembayar Pajak.
|
1
|
1
|
30
|
Putusan Pengadilan Pajak adalah putusan badan peradilan pajak atas gugatan atau banding yang diajukan oleh Pembayar Pajak.
|
1
|
1
|
31
|
Putusan Mahkamah Agung adalah putusan Mahkamah Agung atas upaya hukum yang diajukan oleh Pembayar Pajak atau oleh Kepala Badan Penerimaan Pajak.
|
1
|
1
|
32
|
Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga adalah surat keputusan yang menentukan jumlah imbalan bunga yang diberikan kepada Pembayar Pajak.
|
1
|
1
|
33
|
Tanggal dikirim adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal bukti pengiriman yang diterbitkan oleh perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir, tanggal faksimili, tanggal pengiriman yang tercantum pada bukti penerimaan elektronik, atau dalam hal disampaikan secara langsung adalah tanggal penyampaian secara langsung.
|
1
|
1
|
34
|
Tanggal diterima adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal bukti pengiriman yang diterbitkan oleh perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir, tanggal faksimili, tanggal pengiriman yang tercantum pada bukti penerimaan elektronik, atau dalam hal diterima secara langsung adalah tanggal penerimaan secara langsung.
|
1
|
1
|
35
|
Tindak Pidana Pajak adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini.
|
1
|
1
|
36
|
Tindak Pidana yang Diketahui Seketika adalah Tindak Pidana Pajak yang diketahui sedang berlangsung atau baru saja terjadi, yang memerlukan penanganan secara segera terhadap pelaku tindak pidana dan mengamankan barang bukti yang ada padanya.
|
1
|
1
|
37
|
Kerugian Pajak adalah pajak yang tidak atau kurang dibayar, termasuk pajak yang seharusnya tidak dikembalikan, sebagai akibat tindak pidana pajak.
|
|
|
|
|
2
|
2
|
1
|
Setiap orang pribadi atau badan yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan wajib mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor Identitas Pembayar Pajak pada:
a. kantor Badan Penerimaan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pembayar Pajak; dan/atau
b. kantor Badan Penerimaan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha, bagi Pembayar Pajak badan atau sebagai orang pribadi pengusaha tertentu bagi Pembayar Pajak orang pribadi.
|
2
|
2
|
2
|
Kewajiban mendaftarkan diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga berlaku bagi wanita kawin yang:
a. hidup secara terpisah berdasarkan putusan hakim;
b. melakukan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan; atau
c. berkeinginan melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya secara terpisah dari hak dan kewajiban perpajakan suaminya.
|
2
|
2
|
3
|
Kepala Badan Penerimaan Pajak berwenang menerbitkan Nomor Identitas Pembayar Pajak secara jabatan apabila orang pribadi atau badan tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
|
|
|
|
2
|
3
|
1
|
Setiap Pembayar Pajak sebagai Pengusaha yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai, wajib melaporkan usahanya pada kantor Badan Penerimaan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi:
a. tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha; dan/atau
b. tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak.
|
2
|
3
|
2
|
Dalam hal Pengusaha orang pribadi atau badan mempunyai tempat kegiatan usaha di beberapa wilayah kerja kantor Badan Penerimaan Pajak, Pengusaha orang pribadi atau badan dapat melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak di satu kantor Badan Penerimaan Pajak setelah mendapat izin dari Kepala Badan Penerimaan Pajak.
|
2
|
3
|
3
|
Kepala Badan Penerimaan Pajak berwenang mengukuhkan Pengusaha Kena Pajak secara jabatan apabila Pengusaha Kena Pajak tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
|
|
|
|
2
|
4
|
1
|
Setiap orang pribadi atau badan yang dikenai pajak sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan, wajib mendaftarkan objek pajaknya ke kantor Badan Penerimaan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi lokasi objek pajak untuk diberikan Nomor Identitas Objek Pajak.
|
2
|
4
|
2
|
Dalam hal atas suatu objek pajak terletak di dalam 2 (dua) atau lebih wilayah kerja kantor Badan Penerimaan Pajak, Kepala Badan Penerimaan Pajak berwenang menentukan tempat pendaftaran objek pajak untuk memperoleh Nomor Identitas Objek Pajak.
|
2
|
4
|
3
|
Kepala Badan Penerimaan Pajak berwenang menerbitkan Nomor Identitas Objek Pajak secara jabatan apabila Pembayar Pajak tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
|
|
|
|
2
|
5
|
|
Kepala Badan Penerimaan Pajak berwenang menetapkan:
a. tempat pendaftaran dan/atau tempat pelaporan usaha selain yang ditetapkan dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 ayat (1); dan
b. tempat pendaftaran objek pajak Pajak Bumi dan Bangunan selain yang ditetapkan dalam Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2).
|
|
|
|
|
2
|
6
|
|
Kewajiban perpajakan bagi Pembayar Pajak dimulai sejak saat Pembayar Pajak memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
|
|
|
|
2
|
7
|
1
|
Kepala Badan Penerimaan Pajak karena jabatan atau atas permohonan Pembayar Pajak berwenang untuk melakukan pencabutan Nomor Identitas Pembayar Pajak apabila Pembayar Pajak tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
2
|
7
|
2
|
Dalam hal pencabutan Nomor Identitas Pembayar Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan permohonan Pembayar Pajak, Kepala Badan Penerimaan Pajak harus menerbitkan keputusan atas permohonan pencabutan Nomor Identitas Pembayar Pajak dalam jangka waktu 6 (enam) bulan untuk Pembayar Pajak orang pribadi atau 12 (dua belas) bulan untuk Pembayar Pajak badan, sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap.
|
2
|
7
|
3
|
Pencabutan Nomor Identitas Pembayar Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan sepanjang Pembayar Pajak:
a. tidak memiliki utang pajak; dan
b. tidak sedang mengajukan upaya hukum berupa keberatan, banding, gugatan, atau peninjauan kembali.
|
|
|
|
|
2
|
8
|
1
|
Kepala Badan Penerimaan Pajak karena jabatan atau atas permohonan Pembayar Pajak berwenang untuk melakukan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak apabila Pembayar Pajak tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
2
|
8
|
2
|
Dalam hal pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan permohonan Pembayar Pajak, Kepala Badan Penerimaan Pajak harus menerbitkan keputusan atas permohonan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap.
|
|
|
|
|
2
|
9
|
1
|
Kepala Badan Penerimaan Pajak karena jabatan atau atas permohonan Pembayar Pajak berwenang untuk melakukan pencabutan Nomor Identitas Objek Pajak apabila Pembayar Pajak tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
2
|
9
|
2
|
Dalam hal pencabutan Nomor Identitas Objek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan permohonan Pembayar Pajak, Kepala Badan Penerimaan Pajak harus menerbitkan keputusan atas permohonan pencabutan Nomor Identitas Objek Pajak dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap.
|
2
|
9
|
3
|
Pencabutan Nomor Identitas Objek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan sepanjang Pembayar Pajak:
a. tidak memiliki utang pajak; dan
b. tidak sedang mengajukan upaya hukum berupa keberatan, banding, gugatan, atau peninjauan kembali.
|
|
|
|
|
2
|
10
|
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai: a. pemberian Nomor Identitas Pembayar Pajak; b. pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
c. pemberian Nomor Identitas Objek Pajak;
d. pencabutan Nomor Identitas Pembayar Pajak;
e. pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak; dan f. pencabutan Nomor Identitas Objek Pajak,
diatur dengan Peraturan Kepala Badan Penerimaan Pajak.
|
|
|
|
|
3
|
11
|
1
|
Dalam melaksanakan hak dan/atau memenuhi kewajiban perpajakan, wakil Pembayar Pajak adalah sebagai berikut:
a. badan oleh pengurus;
b. badan yang dinyatakan pailit oleh kurator;
c. badan dalam pembubaran oleh orang atau badan yang ditugasi untuk melakukan pemberesan;
d. badan dalam likuidasi oleh likuidator;
e. warisan yang belum terbagi oleh salah seorang ahli warisnya, pelaksana wasiatnya atau yang mengurus harta peninggalannya;
f. anak yang belum dewasa oleh wali; atau
g. orang yang berada dalam pengampuan oleh pengampunya.
|
3
|
11
|
2
|
Pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a bertindak sebagai wakil Pembayar Pajak berdasarkan atas surat penunjukan yang ditandatangani oleh pimpinan tertinggi yang tercantum dalam akte pendirian badan atau dokumen pendirian.
|
3
|
11
|
3
|
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terhadap Pembayar Pajak badan yang merupakan perwakilan atau cabang, termasuk bentuk usaha tetap, wakil Pembayar Pajak tersebut adalah pimpinan perwakilan, pimpinan cabang atau penanggung jawab berdasarkan surat pengangkatan atau penunjukan sebagai pimpinan cabang atau kantor perwakilan dan sejenisnya.
|
|
|
|
|
3
|
12
|
1
|
Penanggung Pajak yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak yang terutang antara lain:
a. wakil Pembayar Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1);
b. pemegang saham mayoritas untuk perusahaan terbuka;
c. seluruh pemegang saham untuk perusahaan tertutup; atau
d. orang yang tidak tercantum dalam akte namun secara nyata-nyata memiliki kewenangan untuk menentukan kebijakan dan mengambil keputusan.
|
3
|
12
|
2
|
Penanggung Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab secara pribadi dan/atau secara renteng atas pembayaran pajak terutang, kecuali apabila dapat membuktikan dan meyakinkan bahwa mereka dalam kedudukannya benar-benar tidak mungkin untuk dibebani tanggung jawab atas pajak terutang tersebut.
|
|
|
|
|
3
|
13
|
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai Wakil Pembayar Pajak dan Penanggung Pajak diatur dengan Peraturan Kepala Badan Penerimaan Pajak.
|
|
|
|
|
3
|
14
|
1
|
Pembayar Pajak dapat menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan tertentu.
|
3
|
14
|
2
|
Seorang kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi konsultan pajak dan bukan konsultan pajak.
|
3
|
14
|
3
|
Seorang kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. menguasai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan;
b. memiliki surat kuasa khusus dari Pembayar Pajak yang memberi kuasa;
c. memiliki Nomor Identitas Pembayar Pajak;
d. telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak terakhir; dan
e. tidak pernah dipidana karena melakukan Tindak Pidana Pajak.
|
|
|
|
|
3
|
15
|
1
|
Surat kuasa khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) paling sedikit memuat:
a. nama, alamat, dan tanda tangan Nomor Identitas Pembayar Pajak pemberi kuasa;
di atas meterai serta dari Pembayar Pajak
b. nama, alamat, dan tanda tangan serta Nomor Identitas Pembayar Pajak penerima kuasa; dan
c. pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan tertentu yang dikuasakan.
|
3
|
15
|
2
|
Pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat mencakup 1 (satu) atau lebih hak dan/atau kewajiban perpajakan Pembayar Pajak untuk suatu saat atau suatu Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak.
|
|
|
|
|
3
|
16
|
1
|
Seorang kuasa hanya mempunyai hak dan/atau kewajiban perpajakan tertentu yang dikuasakan Pembayar Pajak sesuai dengan surat kuasa khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf c.
|
3
|
16
|
2
|
Seorang kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat melimpahkan kuasa yang diterima dari Pembayar Pajak kepada orang lain.
|
3
|
16
|
3
|
Dalam hal Pembayar Pajak menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus, surat kuasa khusus tersebut harus dilampirkan pada saat melaksanakan hak dan/atau memenuhi kewajiban perpajakan.
|
3
|
16
|
4
|
Seorang kuasa tidak dapat melaksanakan hak dan/atau memenuhi kewajiban perpajakan Pembayar Pajak yang dikuasakan kepadanya apabila dalam melaksanakan hak dan/atau memenuhi kewajiban perpajakannya:
a. melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan;
b. menghalang-halangi pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; atau
c. dipidana karena melakukan Tindak Pidana Pajak atau tindak pidana lainnya.
|
|
|
|
|
3
|
17
|
1
|
Pemberian kuasa dari Pembayar Pajak kepada seorang kuasa berakhir dalam hal:
a. seorang kuasa terbukti melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (4) huruf a atau huruf b, atau dipidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (4) huruf c;
b. berakhirnya pelaksanaan hak kewajiban perpajakan tertentu surat kuasa khusus; atau
dan/atau pemenuhan yang tercantum dalam
c. adanya pencabutan pemberian kuasa oleh Pembayar Pajak.
|
3
|
17
|
2
|
Pencabutan pemberian kuasa oleh Pembayar Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c harus diberitahukan secara tertulis dan disampaikan kepada pegawai Badan Penerimaan Pajak yang berwenang menangani pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan yang dikuasakan.
|
|
|
|
|
3
|
18
|
1
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai:
a. tata cara pemberian kuasa kepada seorang kuasa;
b. persyaratan yang harus dipenuhi oleh seorang kuasa; dan c. persyaratan atas surat kuasa khusus;
diatur dengan Peraturan Kepala Badan Penerimaan Pajak.
|
|
|
|
|
4
|
19
|
1
|
Pembayar Pajak orang pribadi dan Pembayar Pajak badan wajib menyelenggarakan pembukuan.
|
4
|
19
|
2
|
Dikecualikan dari kewajiban menyelenggarakan pembukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),tetapi wajib melakukan pencatatan yaitu:
a. Pembayar Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau Pekerjaan Bebas yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto; dan
b. Pembayar Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau Pekerjaan Bebas.
|
4
|
19
|
3
|
Pembukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus diselenggarakan dengan memperhatikan iktikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya.
|
4
|
19
|
4
|
Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian.
|
4
|
19
|
5
|
Perubahan terhadap metode pembukuan dan/atau tahun buku harus mendapat persetujuan dari Kepala Badan Penerimaan Pajak.
|
4
|
19
|
6
|
Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas data yang dikumpulkan secara teratur tentang peredaran atau penerimaan bruto dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk menghitung jumlah pajak terutang, termasuk penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenai pajak yang bersifat final.
|
|
|
|
|
4
|
20
|
1
|
Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan disusun dalam bahasa Indonesia.
|
4
|
20
|
2
|
Pembayar Pajak dapat menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan dengan menggunakan huruf latin, angka arab dengan:
a. menggunakan bahasa Indonesia dan satuan mata uang selain rupiah;
b. menggunakan bahasa asing dan satuan mata uang rupiah; atau
c. menggunakan bahasa asing dan satuan mata uang selain
rupiah,
setelah mendapatkan izin Kepala Badan Penerimaan Pajak.
|
|
|
|
|
4
|
21
|
1
|
Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program aplikasi on-line wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia, yaitu di tempat kegiatan atau tempat tinggal Pembayar Pajak orang pribadi, atau di tempat kedudukan Pembayar Pajak badan.
|
4
|
21
|
2
|
Dalam hal Pembayar Pajak melakukan transaksi dengan para pihak yang mempunyai hubungan istimewa, kewajiban menyimpan dokumen lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi dokumen dan/atau informasi tambahan untuk mendukung bahwa transaksi yang dilakukan dengan pihak yang mempunyai hubungan istimewa telah sesuai dengan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha.
|
|
|
|
|
4
|
22
|
1
|
Masa Pajak sama dengan 1 (satu) bulan kalender atau jangka waktu lain yang diatur dengan Peraturan Kepala Badan Penerimaan Pajak paling lama 6 (enam) bulan.
|
4
|
22
|
2
|
Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Pembayar Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.
|
4
|
22
|
3
|
Untuk Pajak Bumi dan Bangunan Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender.
|
|
|
|
|
4
|
23
|
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai:
a. bentuk dan tata cara pembukuan; b. bentuk dan tata cara pencatatan;
c. tata cara perubahan metode pembukuan dan/atau tahun buku;
d. jenis dokumen dan/atau dimaksud pada Pasal pengelolaannya,
diatur dengan Peraturan Kepala Badan Penerimaan Pajak.
|
|
|
|
|
5
|
24
|
1
|
Pembayar Pajak wajib membayar atau menyetor pajak terutang secara elektronik ke kas negara.
|
5
|
24
|
2
|
Bukti pembayaran elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai bukti pembayaran pajak apabila telah mendapat validasi pembayaran pajak atau telah disahkan oleh pejabat kantor penerima pembayaran yang berwenang.
|
5
|
24
|
3
|
Pembayaran dan penyetoran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga dapat dilakukan dengan menggunakan sarana administrasi lain yang diatur dengan Peraturan Kepala Badan Penerimaan Pajak.
|
|
|
|
|
5
|
25
|
1
|
Menteri Keuangan menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak terutang untuk suatu saat atau Masa Pajak bagi masing-masing jenis pajak, paling lama 15 (lima belas) hari setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak.
|
5
|
25
|
2
|
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak terutang untuk jenis pajak Pajak Pertambahan Nilai, paling lama pada akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan.
|
5
|
25
|
3
|
Kekurangan pembayaran pajak terutang untuk suatu Tahun Pajak harus dibayar lunas sebelum Surat Pemberitahuan disampaikan.
|
5
|
25
|
4
|
Pembayaran atau penyetoran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak, dikenai sanksi administrasi sebesar 1% (satu persen) per bulan yang dihitung dari berakhirnya jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak sampai dengan tanggal pembayaran untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan
|
5
|
25
|
5
|
Atas pembayaran atau penyetoran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan, dikenai sanksi administrasi sebesar 1% (satu persen) per bulan yang dihitung dari berakhirnya batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan sampai dengan tanggal pembayaran untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
|
|
|
|
|
5
|
26
|
1
|
Kepala Badan Penerimaan Pajak atas permohonan Pembayar Pajak berwenang memberikan persetujuan untuk mengangsur atau menunda kekurangan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling lama 12 (dua belas) bulan, yang pelaksanaannya diatur berdasarkan Peraturan Kepala Badan Penerimaan Pajak.
|
5
|
26
|
2
|
Terhadap Pembayar Pajak yang diperbolehkan mengangsur atau menunda pembayaran pajak, dikenai sanksi administrasi sebesar 1% (satu persen) per bulan dari jumlah pajak yang masih harus dibayar, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
|
5
|
26
|
3
|
Dalam hal Pembayar Pajak tidak memenuhi ketentuan dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak tersebut batal demi hukum.
|
5
|
26
|
4
|
Tata cara pembayaran, penyetoran pajak, serta tata cara mengangsur dan menunda pembayaran pajak diatur dengan Peraturan Kepala Badan Penerimaan Pajak.
|
|
|
|
|
6
|
27
|
1
|
Setiap Pembayar Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, serta menandatangani dan menyampaikannya ke kantor Badan Penerimaan Pajak tempat Pembayar Pajak diadministrasikan, atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
|
6
|
27
|
2
|
Dikecualikan dari kewajiban menyampaikan surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pembayar Pajak Pajak Penghasilan tertentu yang diatur dengan Peraturan Kepala Badan Penerimaan Pajak.
|
|
|
|
|
6
|
28
|
|
Pembayar Pajak yang telah mendapat izin Kepala Badan Penerimaan Pajak untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan/atau mata uang asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan dengan menggunakan satuan mata uang Rupiah.
|
|
|
|
|
6
|
29
|
1
|
Penandatanganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) dapat dilakukan secara biasa, atau tanda tangan elektronik atau digital, yang semuanya mempunyai kekuatan hukum yang sama.
|
6
|
29
|
2
|
Terhadap Surat Pemberitahuan yang disampaikan Pembayar Pajak badan harus ditandatangani oleh wakil Pembayar Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1).
|
6
|
29
|
3
|
Dalam hal Pembayar Pajak menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk mengisi dan menandatangani Surat Pemberitahuan, surat kuasa khusus tersebut harus dilampirkan pada Surat Pemberitahuan.
|
|
|
|
|
6
|
30
|
1
|
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan bagi Pembayar Pajak yang wajib menyelenggarakan pembukuan wajib dilampiri dengan laporan keuangan berupa laporan posisi keuangan dan laporan laba rugi komprehensif atau yang dipersamakan dengan itu, serta keterangan lain yang diperlukan untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak.
|
6
|
30
|
2
|
Dalam hal laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diaudit oleh Akuntan Publik atau diwajibkan untuk diaudit oleh Akuntan Publik berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, laporan keuangan yang telah diaudit wajib dilampirkan pada Surat Pemberitahuan.
|
6
|
30
|
3
|
Dalam hal Pembayar Pajak menyusun laporan keuangan secara konsolidasi, laporan keuangan yang harus dilampirkan dalam Surat Pemberitahuan adalah laporan keuangan konsolidasi dan laporan keuangan kegiatan usahanya sebelum dilakukan konsolidasi.
|
|
|
|
|
6
|
31
|
|
Pembayar Pajak mengunduh formulir atau aplikasi Surat Pemberitahuan pada situs yang ditetapkan oleh Kepala Badan Penerimaan Pajak atau mengambil dengan cara lain yang tata cara pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Kepala Badan Penerimaan Pajak.
|
|
|
|
|
6
|
32
|
1
|
Surat Pemberitahuan disampaikan secara elektronik oleh Pembayar Pajak ke kantor Badan Penerimaan Pajak tempat Pembayar Pajak atau tempat objek pajak Pajak Bumi dan bangunan diadministrasikan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Kepala Badan Penerimaan Pajak.
|
6
|
32
|
2
|
Dalam hal Surat Pemberitahuan disampaikan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terhadap Pembayar Pajak diberikan bukti penerimaan yang didalamnya terdapat tanggal penerimaan Surat Pemberitahuan.
|
6
|
32
|
3
|
Selain dapat disampaikan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Surat Pemberitahuan dapat disampaikan:
a. secara langsung dengan bukti penerimaan surat; b. melalui pos dengan bukti pengiriman surat;
c. perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat; atau
d. dengan cara lain yang ditetapkan Kepala Badan Penerimaan Pajak.
|
6
|
32
|
4
|
Dalam hal Surat Pemberitahuan disampaikan dengan cara lain sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d, terhadap Pembayar Pajak diberikan bukti penerimaan.
|
6
|
32
|
5
|
Tanda bukti dan tanggal pengiriman surat untuk penyampaian Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dan c, serta ayat (4) dianggap sebagai tanda bukti dan tanggal penerimaan Surat Pemberitahuan.
|
|
|
|
|
6
|
33
|
|
Batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan, yaitu sebagai berikut:
a. untuk Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, paling lama akhir bulan berikutnya setelah akhir Masa Pajak;
b. untuk Surat Pemberitahuan Masa Pajak lainnya, paling lama tanggal 20 (dua puluh) bulan berikutnya setelah akhir Masa Pajak;
c. untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pembayar Pajak Orang Pribadi, paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak; atau
d. untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pembayar Pajak Badan, paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak.
e. Untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Bumi dan Bangunan, paling lama tanggal 30 (tiga puluh) April dalam Tahun Pajak berjalan.
|
|
|
|
|
6
|
34
|
1
|
Pembayar Pajak dapat memperpanjang jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf c atau huruf d untuk paling lama 2 (dua) bulan dengan cara menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Kepala Badan Penerimaan Pajak.
|
6
|
34
|
2
|
Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan sebelum batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 33 huruf c atau huruf d, berakhir, disertai dengan:
a. penghitungan sementara pajak terutang dalam 1 (satu) Tahun Pajak; dan
b. bukti pembayaran pajak sebagai bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak terutang.
|
|
|
|
|
6
|
35
|
|
Kepala Badan Penerimaan Pajak berwenang menyampaikan teguran apabila Pembayar Pajak tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan sesuai batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 atau batas waktu perpanjangan penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1).
|
|
|
|
|
6
|
36
|
1
|
Surat Pemberitahuan dianggap tidak disampaikan apabila:
a. Surat Pemberitahuan tidak ditandatangani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1);
b. Surat Pemberitahuan tidak sepenuhnya dilampiri keterangan dan/atau dokumen yang diwajibkan;
c. Surat Pemberitahuan tidak dilampiri Laporan Keuangan yang telah diaudit oleh Akuntan Publik atau yang diwajibkan diaudit berdasarkan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2);
d. Surat Pemberitahuan yang menyatakan lebih bayar atau rugi disampaikan setelah 3 (tiga) tahun setelah berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak; atau
e. Surat Pemberitahuan disampaikan setelah dimulainya pelaksanaan pemeriksaan, penyelidikan secara terbuka, atau penyidikan.
|
6
|
36
|
2
|
Apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 atau batas waktu perpanjangan penyampaian Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1), dikenai sanksi administrasi.
|
6
|
36
|
3
|
Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sebesar:
a. Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai;
b. Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa Pajak lainnya;
c. Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Pembayar Pajak badan;
d. Rp100.000,00 (seratus Pemberitahuan Tahunan Pajak orang pribadi; dan
ribu rupiah) untuk Surat Pajak Penghasilan Pembayar
e. Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Bumi dan Bangunan.
|
6
|
36
|
4
|
Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dikenakan terhadap:
a. Pembayar Pajak orang pribadi yang telah meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan;
b. Pembayar Pajak orang pribadi yang sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau Pekerjaan Bebas;
c. Pembayar Pajak orang pribadi yang berstatus sebagai warga negara asing yang tidak tinggal lagi di Indonesia;
d. Bentuk Usaha Tetap yang tidak melakukan kegiatan lagi di Indonesia;
e. Pembayar Pajak badan yang tidak melakukan kegiatan usaha lagi tetapi belum dibubarkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
f. Pembayar Pajak yang terkena bencana; atau
g. Pembayar Pajak tertentu yang ditentukan Kepala Badan Penerimaan Pajak.
|
|
|
|
|
6
|
37
|
1
|
Pembayar Pajak berhak membetulkan Surat Pemberitahuan yang telah disampaikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) sepanjang Kepala Badan Penerimaan Pajak belum melakukan pemeriksaan, penyelidikan, atau penyidikan.
|
6
|
37
|
2
|
Dalam hal pembetulan Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyatakan rugi atau lebih bayar, pembetulan Surat Pemberitahuan harus disampaikan paling lama 3 (tiga) tahun setelah berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak.
|
|
|
|
|
6
|
38
|
1
|
Dalam hal Pembayar Pajak melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1), yang mengakibatkan pajak yang kurang dibayar menjadi lebih besar, Pembayar Pajak dikenai sanksi administrasi sebesar 1% (satu persen) per bulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar.
|
6
|
38
|
2
|
Sanksi administrasi sebesar 1% (satu persen) per bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung dari sejak berakhirnya batas waktu penyampaian SPT sampai dengan tanggal pembayaran, untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
|
|
|
|
|
6
|
39
|
1
|
Setiap Pembayar Pajak wajib membayar pajak terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, dengan tidak menggantungkan adanya Surat Ketetapan Pajak.
|
6
|
39
|
2
|
Jumlah pajak terutang menurut Surat Pemberitahuan yang disampaikan oleh Pembayar Pajak adalah jumlah pajak terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
6
|
39
|
3
|
Apabila Kepala Badan Penerimaan Pajak mendapatkan data atau informasi atas:
a. jumlah pajak terutang menurut Surat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) benar; atau
Pemberitahuan ternyata tidak
b. Pembayar Pajak tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan,
Kepala Badan Penerimaan Pajak menetapkan jumlah pajak terutang.
|
6
|
39
|
4
|
Besarnya pajak terutang yang diberitahukan oleh Pembayar Pajak dalam Surat Pemberitahuan menjadi pasti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan apabila dalam jangka waktu 5 (lima) tahun, setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak tidak diterbitkan Surat Ketetapan Pajak.
|
|
|
|
|
6
|
40
|
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai:
1. bentuk dan isi Surat Pemberitahuan serta keterangan dan/atau dokumen yang harus dilampirkan;
2. tata cara penyampaian Surat Pemberitahuan;
3. tata cara pelaksanaan penandatanganan Surat Pemberitahuan;
4. tata cara pennerimaan dan pengolahan Surat Pemberitahuan;
5. Pembayar Pajak Pajak Penghasilan tertentu yang dikecualikan dari kewajiban penyampaian Surat Pemberitahuan;
6. tata cara pembetulan Surat Pemberitahuan,
diatur dengan Peraturan Kepala Badan Penerimaan Pajak.
|
|
|
|
|
7
|
41
|
1
|
Setiap instansi pemerintah, lembaga, perbankan atau lembaga jasa keuangan, asosiasi, dan pihak lain, wajib memberikan data dan/atau informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada Badan Penerimaan Pajak.
|
7
|
41
|
2
|
Data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun.
|
7
|
41
|
3
|
Pimpinan instansi pemerintah, lembaga, perbankan atau lembaga keuangan, asosiasi, dan pihak lain bertanggung jawab atas pemenuhan kewajiban pemberian data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
7
|
41
|
4
|
Dalam hal data dan/atau informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mencukupi, Kepala Badan Penerimaan Pajak berwenang menghimpun data dan informasi untuk kepentingan penerimaan negara.
|
7
|
41
|
5
|
Dalam hal instansi pemerintah, lembaga, perbankan atau lembaga jasa keuangan, asosiasi, dan pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terikat oleh kewajiban merahasiakan berdasarkan peraturan perundang-undangan, kewajiban merahasiakan dalam peraturan perundang-undangan tersebut ditiadakan berdasarkan undang-undang ini.
|
7
|
41
|
6
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai:
a. instansi pemerintah, lembaga, perbankan atau lembaga keuangan, asosiasi, dan pihak lain yang wajib memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan;
b. jenis data dan/atau informasi yang berkaitan dengan perpajakan; dan
c. tata cara penyampaian data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan,
diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
|
|
|
|
|
8
|
42
|
|
Kepala Badan Penerimaan Pajak berwenang melakukan pemeriksaan untuk menguji pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
|
|
|
|
8
|
43
|
1
|
Dalam melaksanakan Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak berwenang:
a. melihat dan/atau meminjam buku, catatan, dan/atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Pembayar Pajak, atau objek yang terutang pajak;
b. mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelola secara elektronik;
c. memasuki dan memeriksa tempat atau ruang, barang bergerak dan/atau tidak bergerak yang diduga atau patut diduga digunakan untuk menyimpan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, dokumen lain, uang dan/atau barang yang dapat memberi petunjuk tentang penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Pembayar Pajak, atau objek yang terutang pajak;
d. meminta kepada Pembayar Pajak untuk memberi dukungan guna kelancaran Pemeriksaan, antara lain berupa:
1) menyediakan tenaga dan/atau peralatan atas biaya Pembayar Pajak apabila dalam mengakses data yang dikelola secara elektronik memerlukan peralatan dan/atau keahlian khusus;
2) memberikan bantuan kepada Pemeriksa Pajak untuk membuka barang bergerak dan/atau tidak bergerak;dan/atau
3) menyediakan ruangan khusus tempat Pemeriksaan Lapangan dalam hal dilakukan di tempat Pembayar Pajak;
dilakukannya Pemeriksaan
e. melakukan Penyegelan tempat atau ruang tertentu serta barang bergerak dan/atau tidak bergerak;
f. meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari Pembayar Pajak; dan
meminta keterangan dan/atau bukti yang diperlukan dari pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan Pembayar Pajak yang diperiksa.
|
8
|
43
|
2
|
Pembayar Pajak yang diperiksa wajib:
a. memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya, dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas, atau objek yang terutang pajak;
b. memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan;
c. memberikan keterangan lain yang diperlukan; dan/atau
d. memberi bantuan dan/atau dukungan guna kelancaran pemeriksaan.
|
8
|
43
|
3
|
Buku, catatan, dan dokumen, serta data, informasi, dan keterangan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib diperlihatkan, dipinjamkan, dan/atau diberikan oleh Pembayar Pajak paling lama 1 (satu) bulan sejak permintaan disampaikan oleh Pemeriksa.
|
8
|
43
|
4
|
Apabila dalam mengungkapkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen serta keterangan yang diminta, Pembayar Pajak terikat oleh suatu kewajiban untuk merahasiakannya, maka kewajiban untuk merahasiakan itu ditiadakan oleh permintaan untuk keperluan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
|
8
|
43
|
5
|
Kepala Badan Penerimaan Pajak berwenang melakukan penyegelan tempat atau ruangan tertentu serta barang bergerak dan/atau tidak bergerak apabila Pembayar Pajak tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b.
|
8
|
43
|
6
|
Dalam hal Pembayar Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sehingga tidak dapat dihitung besarnya penghasilan kena pajak atau dasar pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, penghasilan kena pajak atau dasar pengenaan Pajak Pertambahan Nilai tersebut dapat dihitung secara jabatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
8
|
43
|
7
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemeriksaan dan tata cara penyegelan diatur dengan PeraturanMenteri Keuangan.
|
|
|
|
|
9
|
44
|
1
|
Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, Kepala Badan Penerimaan Pajak berwenang menerbitkan Surat Tagihan Pajak apabila:
a. Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;
b. dari hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung;
c. Pembayar Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga;
d. pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu;
e. Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya tetapi tidak melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
f. pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang tidak mengisi faktur pajak secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, selain:
1) identitas pembeli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) huruf b Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya; atau
2) identitas pembeli serta nama dan tanda tangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) huruf b dan huruf g Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya, dalam hal penyerahan dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak pedagang eceran;
g. Pengusaha Kena Pajak melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak; atau
h. Pengusaha Kena Pajak melaporkan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang tidak seharusnya dikenai tarif 0% (nol persen);
i. Pengusaha Kena Pajak yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6a) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya.
|
9
|
44
|
2
|
Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan Surat Ketetapan Pajak.
|
9
|
44
|
3
|
Jumlah kekurangan pajak terutang dalam Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Tagihan Pajak.
|
9
|
44
|
4
|
Terhadap pengusaha atau Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, huruf e, huruf f atau huruf g masing-masing, selain wajib menyetor pajak terutang, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak.
|
9
|
44
|
5
|
Terhadap Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% (seratus persen) dari Dasar Pengenaan Pajak.
|
9
|
44
|
6
|
Terhadap Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah pajak yang ditagih kembali, dihitung dari tanggal penerbitan Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak sampai dengan tanggal penerbitan Surat Tagihan Pajak, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
|
|
|
|
|
9
|
45
|
|
Kepala Badan Penerimaan Pajak dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak berdasarkan hasil pemeriksaan berwenang menerbitkan Surat Ketetapan Pajak.
|
|
|
|
|
9
|
46
|
1
|
Kepala Badan Penerimaan Pajak berwenang menerbitkan Surat Ketetapan Pajak yang menyatakan kurang bayar apabila:
a. Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32;
b. berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain mengenai Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak;
c. kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21 atau Pasal 43 tidak dipenuhi sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang; atau
d. berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain terdapat pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar selain sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b atau huruf c.
|
9
|
46
|
2
|
Jumlah pajak dalam Surat Ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c ditambah dengan sanksi administrasi sebesar:
a. 50% (lima puluh persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dibayar dalam satu Tahun Pajak;
b. 100% (seratus persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dipotong, tidak atau kurang dipungut, tidak atau kurang disetor, dan dipotong atau dipungut tetapi tidak atau kurang disetor; atau
c. 100% (seratus persen) dari Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang tidak atau kurang dibayar, dan tidak seharusnya dikompensasikan.
|
9
|
46
|
3
|
Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d ditambah dengan sanksi administrasi sebesar 2% (dua persen) per bulan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
|
9
|
46
|
4
|
Surat Ketetapan Pajak yang menyatakan kurang bayar masih dapat diterbitkan berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata pajak yang kurang dibayar jumlahnya lebih besar daripada kekurangan pembayaran pajak yang telah ditetapkan.
|
|
|
|
|
9
|
47
|
|
Kepala Badan Penerimaan Pajak berwenang menerbitkan Surat Ketetapan Pajak yang menyatakan nihil apabila diketahui bahwa:
a. jumlah pajak terutang sama dengan jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar; atau
b. tidak terdapat pajak terutang dan tidak ada kredit pajak atau tidak ada pembayaran pajak.
|
|
|
|
|
9
|
48
|
1
|
Kepala Badan Penerimaan Pajak berwenang menerbitkan Surat Ketetapan Pajak yang menyatakan lebih bayar apabila diketahui bahwa:
a. jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak terutang; atau
b. terdapat kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang.
|
9
|
48
|
2
|
Surat Ketetapan Pajak yang menyatakan lebih bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diterbitkan berdasarkan permohonan Pembayar Pajak dalam hal:
a. terdapat pembayaran pajak oleh Pembayar Pajak yang bukan merupakan objek pajak yang terutang atau yang seharusnya tidak terutang;
b. terdapat kesalahan pemotongan atau pemungutan yang mengakibatkan pajak yang dipotong atau dipungut lebih besar daripada pajak yang seharusnya dipotong atau dipungut;
c. terdapat kesalahan pemotongan atau pemungutan yang bukan merupakan objek pajak; atau
d. terdapat kelebihan pembayaran pajak Pajakyang terkait dengan pajak-pajak impor.
|
9
|
48
|
3
|
Surat Ketetapan Pajak yang menyatakan lebih bayar masih dapat diterbitkan berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata pajak yang lebih dibayar jumlahnya lebih besar daripada kelebihan pembayaran pajak yang telah ditetapkan
|
|
|
|
|
9
|
49
|
1
|
Kepala Badan Penerimaan Pajak setelah melakukan pemeriksaan atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang diajukan melalui Surat Pemberitahuan, harus menerbitkan Surat Ketetapan Pajak paling lama 12 (dua belas) bulan setelah surat permohonan diterima secara lengkap.
|
9
|
49
|
2
|
Apabila setelah melampaui jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Badan Penerimaan Pajak tidak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak, permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dianggap dikabulkan dan Surat Ketetapan Pajak yang menyatakan lebih bayar harus diterbitkan paling lama 1 (satu) bulan sejak berakhirnya jangka waktu tersebut.
|
|
|
|
|
9
|
50
|
1
|
Kepala Badan Penerimaan Pajak atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dari Pembayar Pajak dengan kriteria tertentu, menerbitkan Surat Ketetapan Pajak yang menyatakan lebih bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 paling lama 3 (tiga) bulan sejak permohonan diterima secara lengkap untuk Pajak Penghasilan, dan paling lama 1 (satu) bulan sejak permohonan diterima secara lengkap untuk Pajak Pertambahan Nilai.
|
9
|
50
|
2
|
Pembayar Pajak kriteria tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
b. orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan jumlah peredaran usaha dan jumlah lebih bayar sampai dengan jumlah tertentu;
c. badan dengan jumlah peredaran usaha dan jumlah lebih bayar sampai dengan jumlah tertentu; atau
d. Pengusaha Kena Pajak yang menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan jumlah penyerahan dan jumlah lebih bayar sampai dengan jumlah tertentu.
|
9
|
50
|
3
|
Pembayar Pajak kriteria tertentu sebagaimana pada ayat (1) dapat diberikan pengembalian pembayaran pajak dalam hal:
dimaksud kelebihan
a. tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan; dan
b. tidak sedang dilakukan Penyelidikan atau Penyidikan Tindak Pidana Pajak.
|
9
|
50
|
4
|
Pembayar Pajak dengan kriteria tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Kepala Badan Penerimaan Pajak.
|
9
|
50
|
5
|
Batasan jumlah peredaran usaha, jumlah penyerahan, jumlah lebih bayar, kriteria Pembayar Pajak, serta tata cara penetapan Pembayar Pajak dengan kriteria tertentu diatur dengan Peraturan Kepala Badan Penerimaan Pajak.
|
|
|
|
|
9
|
51
|
1
|
Kepala Badan Penerimaan Pajak berwenang menerbitkan Surat Tagihan Imbalan Bunga apabila terdapat imbalan bunga yang tidak seharusnya diberikan kepada Pembayar Pajak.
|
9
|
51
|
2
|
Surat Tagihan Imbalan Bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diterbitkan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sejak:
a. diterbitkannya putusan atau keputusan yang menyebabkan adanya imbalan bunga yang seharusnya tidak diberikan; atau
b. diketahui bahwa terdapat imbalan bunga yang seharusnya tidak diberikan.
|
|
|
|
|
9
|
52
|
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Imbalan Bunga diatur dengan
tata cara penerbitan Surat Pajak, dan Surat Tagihan Peraturan Kepala Badan Penerimaan Pajak
|
|
|
|
|
10
|
53
|
1
|
Pembayar Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Kepala Badan Penerimaan Pajak atas suatu Surat Ketetapan Pajak.
|
10
|
53
|
2
|
Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan:
a. jumlah pajak; b. jumlah rugi;
c. jumlah pajak yang seharusnya tidak terutang; d. jumlah sanksi administrasi, dan/atau
menurut penghitungan Pembayar Pajak dengan disertai alasan yang menjadi dasar penghitungan.
|
10
|
53
|
3
|
Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah tanggal dikirim Surat Ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kecuali apabila dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya.
|
|
|
|
|
10
|
54
|
1
|
Surat Keberatan disampaikan secara elektronik oleh Pembayar Pajak ke kantor Badan Penerimaan Pajak tempat Pembayar Pajak atau tempat objek pajak Pajak Bumi dan bangunan diadministrasikan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Kepala Badan Penerimaan Pajak.
|
10
|
54
|
2
|
Dalam hal Surat Keberatan disampaikan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terhadap Pembayar Pajak diberikan bukti penerimaan yang didalamnya terdapat tanggal penerimaan Surat Keberatan.
|
10
|
54
|
3
|
Selain dapat disampaikan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Surat Keberatan dapat disampaikan:
a. secara langsung dengan bukti penerimaan surat; b. melalui pos dengan bukti pengiriman surat;c. perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti pengiriman surat; atau
d. dengan cara lain yang ditetapkan Kepala Badan Penerimaan Pajak.
|
10
|
54
|
4
|
Dalam hal Surat Pemberitahuan disampaikan dengan cara lain sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d, terhadap Pembayar Pajak diberikan bukti penerimaan.
|
10
|
54
|
5
|
Tanda bukti dan tanggal pengiriman surat untuk penyampaian Surat Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dan c, serta ayat (4) dianggap sebagai tanda bukti dan tanggal penerimaan Surat Keberatan.
|
|
|
|
|
10
|
55
|
1
|
Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53, diterbitkan Keputusan Keberatan berupa tidak dipertimbangkan.
|
10
|
55
|
2
|
Keputusan Keberatan berupa tidak dipertimbangkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat diajukan permohonan banding namun dapat diajukan permohonan gugatan ke badan peradilan pajak.
|
|
|
|
|
10
|
56
|
|
Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak.
|
|
|
|
|
10
|
57
|
1
|
Dalam rangka pengajuan keberatan, Pembayar Pajak berhak :
a. meminta keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar penerbitan Surat Ketetapan Pajak, Surat Tagihan Pajak, atau Surat Tagihan Imbalan Bunga;
b. menyampaikan alasan tambahan atau penjelasan tertulis;
c. mencabut keberatan yang diajukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (1); dan
d. hadir memberikan keterangan atau memperoleh penjelasan mengenai keberatannya.
|
10
|
57
|
2
|
Kepala Badan Penerimaan Pajak berdasarkan permintaan Pembayar Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, memberikan keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar penerbitan Surat Ketetapan Pajak, Surat Tagihan Pajak, atau Surat Tagihan Imbalan Bunga.
|
10
|
57
|
3
|
Penyampaian alasan tambahan atau penjelasan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, serta pencabutan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat dilakukan sebelum diterbitkannya Keputusan Keberatan.
|
10
|
57
|
4
|
Dalam hal Pembayar Pajak mencabut pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, Pembayar Pajak dianggap tidak mengajukan keberatan.
|
10
|
57
|
5
|
Hak Pembayar Pajak untuk hadir memberikan keterangan atau memperoleh penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, dapat dilakukan setelah Kepala Badan Penerimaan Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan Untuk Hadir kepada Pembayar Pajak.
|
|
|
|
|
10
|
58
|
1
|
Dalam hal Pembayar Pajak mengajukan keberatan atas Surat Ketetapan Pajak yang besarnya penghasilan kena pajak atau dasar pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dihitung secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (6), Pembayar Pajak harus dapat membuktikan ketidakbenaran ketetapan pajak tersebut.
|
10
|
58
|
2
|
Pembayar Pajak yang mengungkapkan pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain dalam proses keberatan yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan, selain data dan informasi yang pada saat pemeriksaan belum diperoleh Pembayar Pajak dari pihak ketiga, pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain dimaksud, tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian keberatannya.
|
|
|
|
|
10
|
59
|
1
|
Kepala Badan Penerimaan Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan setelah tanggal surat keberatan diterima lengkap harus menerbitkan Keputusan Keberatan atas keberatan yang diajukan Pembayar Pajak.
|
10
|
59
|
2
|
Keputusan Kepala Badan Penerimaan Pajak atas keberatan dapat berupa:
a. menolak;
b. mengabulkan sebagian atau seluruhnya; c. tidak dapat diterima;
d. membetulkan kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung;
e. menambah Pajak yang harus dibayar; f. membatalkan; dan/atau
g. tidak dipertimbangkan.
|
10
|
59
|
3
|
Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah terlampaui, dan Kepala Badan Penerimaan Pajak tidak menerbitkan Keputusan Keberatan, keberatan yang diajukan dianggap dikabulkan.
|
|
|
|
|
10
|
60
|
|
Ketentuan mengenai tata cara pengajuan keberatan dan pemrosesan keberatan diatur dengan Peraturan Kepala Badan Penerimaan Pajak
|
|
|
|
|
10
|
61
|
1
|
Pembayar Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan peradilan pajak atas Keputusan Keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2).
|
10
|
61
|
2
|
Pembayar Pajak yang mengungkapkan pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain dalam proses keberatan yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan, selain data dan informasi yang pada saat pemeriksaan belum diperoleh Pembayar Pajak dari pihak ketiga, pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan lain dimaksud tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian banding.
|
|
|
|
|
10
|
62
|
1
|
Pembayar Pajak atau Penanggung Pajak dapat mengajukan gugatan kepada badan peradilan pajak atas keputusan atau ketetapan yang diterbitkan Kepala Badan Penerimaan Pajak selain:
a. keputusan keberatan yang penerbitannya telah sesuai dengan prosedur atau tata cara penerbitan yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan;
b. ketetapan yang telah diajukan keberatan oleh Pembayar Pajak;
c. Surat Ketetapan Pajak yang dalam penerbitannya telah sesuai dengan prosedur atau tata cara penerbitan yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
10
|
62
|
2
|
Keputusan Keberatan yang penerbitannya telah sesuai dengan prosedur atau tata cara penerbitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi Keputusan Keberatan yang penerbitannya telah didahului dengan penyampaian Surat Pemberitahuan Untuk Hadir kepada Pembayar Pajak.
|
10
|
62
|
3
|
Surat Ketetapan Pajak yang penerbitannya telah sesuai dengan prosedur atau tata cara penerbitan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi Surat Ketetapan Pajak yang penerbitannya didasarkan pada hasil pemeriksaan.
|
|
|
|
|
10
|
63
|
1
|
Dalam hal Kepala Badan Penerimaan Pajak menerima Putusan Gugatan atas Keputusan Keberatan yang penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara penerbitan, Kepala Badan Penerimaan Pajak menindaklanjuti Putusan Gugatan tersebut dengan menerbitkan kembali Keputusan Keberatan sesuai dengan prosedur atau tata cara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
10
|
63
|
2
|
Dalam hal badan peradilan pajak mengabulkan gugatan Pembayar Pajak atas surat dari Kepala Badan Penerimaan Pajak yang menyatakan bahwa keberatan Pembayar Pajak tidak dapat dipertimbangkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, Kepala Badan Penerimaan Pajak menyelesaikan keberatan yang diajukan oleh Pembayar Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan.
|
10
|
63
|
3
|
Jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dihitung sejak Putusan Gugatan diterima oleh Kepala Badan Penerimaan Pajak.
|
|
|
|
|
10
|
64
|
1
|
Dalam hal Kepala Badan Penerimaan Pajak menerima Putusan badan peradilan pajak atau Keputusan Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak yang penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara penerbitan, Kepala Badan Penerimaan Pajak menindaklanjuti Putusan Gugatan tersebut dengan menerbitkan kembali Surat Ketetapan Pajak sesuai dengan prosedur atau tata cara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
10
|
64
|
2
|
Dalam hal Kepala Badan Penerimaan Pajak menerbitkan kembali Surat Ketetapan Pajak yang terkait dengan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1) sebagai akibat dari Putusan badan peradilan pajak atau Keputusan Keberatan, penerbitan kembali Surat Ketetapan Pajak tersebut dilakukan dengan ketentuan:
a. apabila jangka waktu 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1) Undang-Undang belum terlewati, surat ketetapan pajak diterbitkan sesuai dengan prosedur atau tata cara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; atau
b. apabila jangka waktu 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1) Undang-Undang terlewati, Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar diterbitkan sesuai dengan Surat Pemberitahuan.
|
|
|
|
|
10
|
65
|
|
Terhadap Putusan Gugatan yang berasal dari selain Badan Peradilan Pajak diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
|
|
|
|
11
|
66
|
1
|
Kepala Badan Penerimaan Pajak karena jabatan atau permohonan Pembayar Pajak berwenang untuk mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi yang terdapat dalam dasar penaghian pajak.
|
11
|
66
|
2
|
Pengurangan atau penghapusan sanksi adminitrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan keadilan atau pertimbangan tertentu Kepala Badan Penerimaan Pajak.
|
11
|
66
|
3
|
Pertimbangan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), antara lain:
a. Pembayar Pajak terkena bencana alam, kebakaran, huru-hara/kerusuhan massal, atau kejadian luar biasa lainnya;
b. Pembayar Pajak mengalami kesulitan likuiditas sehingga mempengaruhi kelangsungan usahanya;
c. Kepentingan pada penerimaan negara; atau
d. Pertimbangan tertentu lainnya yang diatur dalam Peraturan Kepala Badan Penerimaan Pajak.
|
11
|
66
|
4
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi diatur dengan Peraturan Kepala Badan Penerimaan Pajak.
|
|
|
|
|
|
|
|
|
12
|
67
|
1
|
Kepala Badan Penerimaan Pajak karena jabatan atau atas pemberitahuan Pembayar Pajak berwenang membetulkan atau membatalkan ketetapan atau keputusan yang diterbitkan oleh Kepala Badan Penerimaan Pajak, yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
12
|
67
|
2
|
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembetulan atau pembatalan diatur dengan Peraturan Kepala Badan Penerimaan Pajak.
|
|
|
|
|
13
|
68
|
1
|
Surat Tagihan Pajak, Surat Tagihan Imbalan Bunga, Surat Ketetapan Pajak, Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Pembatalan, Putusan badan peradilan pajak serta Putusan Mahkamah Agung, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan.
|
13
|
68
|
2
|
Pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo pembayaran, dikenai sanksi administrasi sebesar 2% (satu persen) per bulan yang dihitung dari dari berakhirnya jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
|
13
|
68
|
3
|
Kepala Badan Penerimaan Pajak atas permohonan Pembayar Pajak berwenang memberikan persetujuan untuk mengangsur atau menunda kekurangan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 12 (dua belas) bulan, yang pelaksanaannya diatur berdasarkan Peraturan Kepala Badan Penerimaan Pajak.
|
13
|
68
|
4
|
Dalam hal Pembayar Pajak diperbolehkan mengangsur atau menunda pembayaran pajak juga dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (satu persen) per bulan dari jumlah pajak yang masih harus dibayar dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
|
13
|
68
|
5
|
Dalam hal Pembayar Pajak tidak memenuhi ketentuan dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5), keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak tersebut batal demi hukum.
|
13
|
68
|
6
|
Tata cara pembayaran, penyetoran pajak, serta tata cara mengangsur dan menunda pembayaran pajak diatur dengan Peraturan Kepala Badan Penerimaan Pajak.
|
|
|
|
|
14
|
69
|
1
|
Kelebihan pembayaran pajak sebagai akibat adanya: a. Surat Ketetapan Pajak;
b. Keputusan Keberatan;c. Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi; d. Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi; e. Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga;
f. Surat Keputusan Pembetulan; g. Surat Keputusan Pembatalan;
h. Putusan badan peradilan pajak; atau i. Putusan Mahkamah Agung,
dikembalikan kepada Pembayar Pajak dengan ketentuan jika ternyata Pembayar Pajak mempunyai utang pajak, langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang pajak tersebut.
|
14
|
69
|
2
|
Pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 1 (satu) bulan setelah:
a. permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak diterima sehubungan dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1);
b. permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak diterima sehubungan dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak yang menyatakan lebih bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48;
c. diterbitkannya Keputusan Keberatan;
d. diterbitkannya Surat Keputusan Pembetulan;
e. diterbitkannya Administrasi;
f. diterbitkannya Administrasi;
Surat Keputusan
Surat Keputusan
Pengurangan Sanksi
Penghapusan Sanksi
g. diterbitkannya Surat Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak;
h. diterbitkannya Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak;
i. diterbitkannya Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga;
j. diterimanya Putusan badan peradilan pajak; atau k. diterimanya Putusan Mahkamah Agung.
|
14
|
69
|
3
|
Apabila pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan setelah jangka waktu 1 (satu) bulan, Pemerintah memberikan imbalan bunga sebesar 1% (satu persen) per bulan atas keterlambatan pengembalian kelebihan pembayaran pajak, dihitung sejak berakhirnya batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan saat dilakukan pengembalian kelebihan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dan bagian dari bulan dihitung penuh satu bulan.
|
14
|
69
|
4
|
Dalam hal Pembayar Pajak tidak menyampaikan rekening dalam negeri Pembayar Pajak, jangka waktu 1 (satu) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku.
|
14
|
69
|
5
|
Tata cara penghitungan dan pengembalian kelebihan pembayaran pajak diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Kepala Badan Penerimaan Pajak.
|
|
|
|
|
15
|
70
|
1
|
Surat Tagihan Pajak, Surat Tagihan Imbalan Bunga, Surat Ketetapan Pajak, Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Pembatalan, Putusan badan peradilan pajak serta Putusan Mahkamah Agung, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah merupakan dasar penagihan pajak.
|
15
|
70
|
2
|
Atas jumlah pajak yang masih harus dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang tidak dibayar oleh Penanggung Pajak sesuai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (1) atau jangka waktu mengangsur atau menunda kekurangan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (3) dilaksanakan penagihan pajak dengan Surat Paksa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
|
|
|
|
15
|
71
|
1
|
Hak untuk melakukan penagihan pajak, termasuk sanksi administrasi dan biaya penagihan pajak, daluwarsa setelah melampaui waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak penerbitan Surat Tagihan Pajak, Surat Tagihan Imbalan Bunga, Surat Ketetapan Pajak, Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Pembatalan, Putusan badan peradilan pajak serta Putusan Mahkamah Agung yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah.
|
15
|
71
|
2
|
Daluwarsa penagihan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh apabila: a. diterbitkan Surat Paksa;
b. ada pengakuan utang pajak dari Pembayar Pajak baik langsung maupun tidak langsung; atau
c. dilakukan Penyidikan Tindak Pidana Pajak.
|
|
|
|
|
15
|
72
|
1
|
Negara mempunyai hak mendahulu untuk utang pajak atas barang-barang milik Penanggung Pajak.
|
15
|
72
|
2
|
Ketentuan tentang hak mendahulu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pokok pajak, sanksi administrasi, dan biaya penagihan pajak.
|
15
|
72
|
3
|
Hak mendahulu untuk utang pajak melebihi segala hak mendahulu lainnya, kecuali terhadap:
a. biaya perkara yang hanya disebabkan oleh suatu penghukuman untuk melelang suatu barang bergerak dan/atau barang tidak bergerak;
b. biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang dimaksud; dan/atau
c. biaya perkara, yang hanya disebabkan oleh pelelangan dan penyelesaian suatu warisan; dan
d. biaya untuk membayar upah pekerja/buruh, tidak termasuk pengurus.
|
15
|
72
|
4
|
Dalam hal Pembayar Pajak dinyatakan pailit, bubar, atau dilikuidasi maka kurator, likuidator, atau orang maupun badan yang ditugasi untuk melakukan pemberesan dilarang membagikan harta Pembayar Pajak dalam pailit, pembubaran atau likuidasi kepada pemegang saham atau kreditur lainnya sebelum menggunakan harta tersebut untuk membayar utang pajak Pembayar Pajak.
|
15
|
72
|
5
|
Hak mendahulu hilang setelah melampaui waktu 5 (lima) tahun sejak tanggal diterbitkan:
a. Surat Tagihan Pajak; b. Surat Ketetapan Pajak;
c. Surat Keputusan Pembetulan; d. Surat Keputusan Pembatalan; e. Keputusan Keberatan;
f. Putusan badan peradilan pajak; atau
g. Putusan Mahkamah Agung,
yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah.
|
|
|
|
|
15
|
73
|
|
Tata cara penghapusan piutang pajak dan penetapan besarnya penghapusan diatur dengan Peraturan Kepala Badan Peneriman Pajak.
|
|
|
|
|
16
|
74
|
1
|
Kepala Badan Penerimaan Pajak dalam melaksanakan analisis kepatuhan Pembayar Pajak, pemeriksaan pajak, penagihan pajak, gugatan, penyelesaian keberatan, banding, peninjauan kembali, Penyelidikan, atau Penyidikan Tindak Pidana Pajak berwenang meminta keterangan dan/atau bukti kepada bank, akuntan publik, notaris, konsultan pajak, kantor administrasi, dan/atau pihak ketiga lainnya melalui permintaan secara tertulis.
|
16
|
74
|
2
|
Bank, akuntan publik, notaris, konsultan pajak, kantor administrasi, dan/atau pihak ketiga lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memberikan keterangan dan/atau bukti kepada Kepala Badan Penerimaan Pajak.
|
16
|
74
|
3
|
Pimpinan bank, akuntan publik, notaris, konsultan pajak, kantor administrasi, dan/atau pihak ketiga lainnya bertanggung jawab atas pemenuhan kewajiban pemberian keterangan dan/atau bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
|
16
|
74
|
4
|
Dalam hal pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terikat oleh kewajiban merahasiakan berdasarkan peraturan perundang-undangan, kewajiban merahasiakan dalam peraturan perundang-undangan tersebut ditiadakan berdasarkan undang-undang ini.
|
16
|
74
|
5
|
Tata cara permintaan keterangan dan/atau bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Kepala Badan Penerimaan Pajak.
|
|
|
|
|
17
|
75
|
1
|
Setiap pegawai Badan Penerimaan Pajak dilarang memberitahukan kepada pihak lain, segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Pembayar Pajak dalam rangka jabatan atau pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
|
17
|
75
|
2
|
Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga terhadap tenaga ahli yang ditunjuk oleh Kepala Badan Penerimaan Pajak untuk membantu dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
|
|
|
|
17
|
76
|
1
|
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (1) dan ayat (2) adalah:
a. pegawai Badan Penerimaan Pajak dan/atau tenaga ahli yang bertindak sebagai saksi atau saksi ahli dalam sidang pengadilan; atau
b. pegawai Badan Penerimaan Pajak dan/atau tenaga ahli yang ditetapkan Menteri Keuangan untuk memberikan keterangan kepada pejabat lembaga negara atau instansi Pemerintah yang berwenang melakukan pemeriksaan dalam bidang keuangan negara.
c. pegawai Badan Penerimaan Pajak dan/atau tenaga ahli dalam rangka melaksanakan tugas di bidang perpajakan.
|
17
|
76
|
2
|
Untuk kepentingan negara, Menteri Keuangan berwenang memberi izin tertulis kepada pegawai Badan Penerimaan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (1) dan/atau tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (1) supaya memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti tertulis dari atau tentang Pembayar Pajak kepada pihak yang ditunjuk.
|
17
|
76
|
3
|
Untuk kepentingan pemeriksaan di pengadilan dalam perkara pidana atau perdata, atas permintaan Hakim sesuai dengan Hukum Acara Pidana dan Hukum Acara Perdata, Menteri Keuangan dapat memberi izin tertulis kepada pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (2), untuk memberikan atau memperlihatkan bukti tertulis atau keterangan Pembayar Pajak yang ada padanya.
|
17
|
76
|
4
|
Permintaan hakim sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus menyebutkan nama tersangka atau nama tergugat, keterangan yang diminta, serta kaitan antara perkara pidana atau perdata yang bersangkutan dengan keterangan yang diminta.
|
|
|
|
|
17
|
77
|
1
|
Dalam rangka kerjasama dengan instansi pemerintah atau lembaga lain, Kepala Badan Penerimaan Pajak berwenang memberikan data dan informasi terkait Pembayar Pajak.
|
17
|
77
|
2
|
Kepala Badan Penerimaan Pajak dapat berwenang mengumumkan:
a. Penunggak Pajak;
b. Penerbit faktur, bukti potong, bukti pungut yang tidak berdasarkan transaksi sebenarnya;
c. Instansi pemerintah, lembaga, perbankan atau lembaga jasa keuangan, asosiasi, dan pihak lain dan penanggung jawab yang tidak memenuhi kewajiban memberikan data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1); dan
d. Pembayar Pajak dengan jumlah pembayaran pajak terbesar;
|
|
|
|
|
18
|
78
|
1
|
Setiap orang yang tidak mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor Identitas Pembayar Pajak sehingga menimbulkan kerugian pajak dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali dan paling banyak 4 (empat) kali dari jumlah kerugian pajak serta membayar uang pengganti sebesar kerugian pajak.
|
18
|
78
|
2
|
Setiap orang yang tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sehingga menimbulkan kerugian pajak dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun paling lama 4 (empat)
tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali dan paling banyak 4 (empat) kali dari jumlah kerugian pajak serta membayar uang pengganti sebesar kerugian pajak.
|
18
|
78
|
3
|
Setiap orang yang tidak mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor Identitas Objek Pajak sehingga menimbulkan kerugian pajak dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali dan paling banyak 4 (empat) kali dari jumlah kerugian pajak serta membayar uang pengganti sebesar kerugian pajak.
|
18
|
78
|
4
|
Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dilakukan atas nama badan, terhadap badan tersebut dipidana dengan pidana denda paling sedikit 6 (enam) kali dan paling banyak 12 (dua belas) kali dari jumlah kerugian pajak serta membayar uang pengganti sebesar kerugian pajak.
|
|
|
|
|
18
|
79
|
1
|
Setiap orang yang menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Identitas Pembayar Pajak, Nomor Identitas Objek Pajak, dan/atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak pihak lain dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp.200.000.000 (dua ratus juta rupiah).
|
18
|
79
|
2
|
Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menimbulkan kerugian pajak dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali dan paling banyak 4 (empat) kali dari jumlah kerugian pajak serta membayar uang pengganti sebesar kerugian pajak.
|
18
|
79
|
3
|
Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas nama badan, terhadap badan tersebut dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp600.000.000 (enam ratus juta rupiah).
|
18
|
79
|
4
|
Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menimbulkan kerugian pajak dipidana dengan pidana denda paling sedikit 6 (enam) kali dan paling banyak 12 (dua belas) kali dari jumlah kerugian pajak serta membayar uang pengganti sebesar kerugian pajak.
|
|
|
|
|
18
|
80
|
1
|
Setiap orang yang tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan sehingga dapat menimbulkan kerugian pajak dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali dan paling banyak 4 (empat) kali dari jumlah kerugian pajak serta membayar uang pengganti sebesar kerugian pajak.
|
18
|
80
|
2
|
Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas nama badan, terhadap badan tersebut dipidana dengan pidana denda paling sedikit 6 (enam) kali dan paling banyak 12 (dua belas) kali dari jumlah kerugian pajak serta membayar uang pengganti sebesar kerugian pajak.
|
|
|
|
|
18
|
81
|
1
|
Setiap orang menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap sehingga dapat menimbulkan kerugian pajak dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali dan paling banyak 4 (empat) kali dari jumlah kerugian pajak serta membayar uang pengganti sebesar kerugian pajak.
|
18
|
81
|
2
|
Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas nama badan, terhadap badan tersebut dipidana dengan pidana denda paling sedikit 6 (enam) kali dan paling banyak 12 (dua belas) kali dari jumlah kerugian pajak serta membayar uang pengganti sebesar kerugian pajak.
|
|
|
|
|
18
|
82
|
1
|
Setiap orang yang menolak untuk dilakukan pemeriksaan dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp.200.000.000 (dua ratus juta rupiah).
|
18
|
82
|
2
|
Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas nama badan, terhadap badan tersebut dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp600.000.000 (enam ratus juta rupiah).
|
|
|
|
|
18
|
83
|
1
|
Setiap orang yang memperlihatkan, meminjamkan, dan/atau memberikan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar, atau tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tahun) tahun dan denda paling banyak Rp.300.000.000 (tiga ratus juta rupiah).
|
18
|
83
|
2
|
Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas nama badan, terhadap badan tersebut dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp900.000.000 (sembilan ratus juta rupiah).
|
|
|
|
|
18
|
84
|
1
|
Setiap orang yang tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp.200.000.000 (dua ratus juta rupiah).
|
18
|
84
|
2
|
Setiap orang yang tidak memperlihatkan, meminjamkan, dan/atau memberikan buku, catatan, atau dokumen lain dalam proses pemeriksaan dan penyelidikan dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp.200.000.000 (dua ratus juta rupiah).
|
18
|
84
|
3
|
Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan atas nama badan, terhadap badan tersebut dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp600.000.000 (enam ratus juta rupiah).
|
|
|
|
|
18
|
85
|
1
|
Setiap orang yang tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau diselenggarakan secara program aplikasi on-line di Indonesia dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp.200.000.000 (dua ratus juta rupiah).
|
18
|
85
|
2
|
Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas nama badan, terhadap badan tersebut dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp600.000.000 (enam ratus juta rupiah).
|
|
|
|
|
18
|
86
|
1
|
Setiap orang yang tidak atau kurang menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun paling lama 7 (tujuh) tahun dan denda paling sedikit 4 (empat) kali dan paling banyak 8 (delapan) kali dari jumlah kerugian pajak serta membayar uang pengganti sebesar kerugian pajak.
|
18
|
86
|
2
|
Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas nama badan, terhadap badan tersebut dipidana dengan pidana denda paling sedikit 12 (dua belas) kali dan paling banyak 24 (dua puluh empat) kali dari jumlah kerugian pajak serta membayar uang pengganti sebesar kerugian pajak.
|
|
|
|
|
18
|
87
|
1
|
Setiap orang yang menerbitkan, menggunakan, menjual, menawarkan, menyerahkan, mempunyai persediaan untuk dijual atau memasukkan ke Indonesia Faktur Pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000 (lima milyar rupiah).
|
18
|
87
|
2
|
Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas nama badan, terhadap badan tersebut dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp15.000.000.0000 (lima belas milyar rupiah).
|
|
|
|
|
18
|
88
|
1
|
Setiap orang yang memindahkan saldo rekening yang akan diblokir yang diketahuinya bahwa atas saldo rekening dimaksud akan dilakukan pemblokiran dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp200.000.000 (dua ratus juta rupiah).
|
18
|
88
|
2
|
Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas nama badan, terhadap badan tersebut dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp600.000.0000 (enam ratus juta rupiah).
|
|
|
|
|
18
|
89
|
1
|
Setiap orang yang dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang, atau dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan dalam melaksanakan ketentuan undang-undang yang dilakukan oleh Jurusita Pajak dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp200.000.000 (dua ratus juta rupiah).
|
18
|
89
|
2
|
Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas nama badan, terhadap badan tersebut dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp600.000.0000 (enam ratus juta rupiah).
|
|
|
|
|
18
|
90
|
1
|
Setiap orang yang:
a. meniru atau memalsukan atau memalsukan tanda mengesahkan meterai;
meterai tangan
tempel atau meniru yang perlu untuk
b. menyimpan dengan maksud untuk diedarkan atau memasukkan ke Negara Indonesia meterai palsu, yang dipalsukan atau yang dibuat dengan melawan hak; atau
c. menggunakan, menjual, menawarkan, menyerahkan, menyediakan untuk dijual atau dimasukkan ke Negara Indonesia meterai tempel yang mereknya, capnya, tanda-tangannya, tanda sahnya atau tanda waktunya telah dihilangkan seolah-olah meterai itu belum dipakai dan/atau menyuruh orang lain menggunakan dengan melawan hak dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000 (lima milyar rupiah).
|
18
|
90
|
2
|
Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas nama badan, terhadap badan tersebut dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp15.000.000.000 (lima belas milyar rupiah).
|
|
|
|
|
18
|
91
|
1
|
Setiap orang yang menyimpan bahan atau perkakas yang diketahuinya untuk digunakan untuk melakukan kejahatan peniruan dan/atau pemalsuan benda meterai, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp50.000.000 (lima puluh juta rupiah).
|
18
|
91
|
2
|
Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas nama badan, terhadap badan tersebut dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp150.000.000 (seratus lima puluh juta rupiah).
|
|
|
|
|
18
|
92
|
1
|
Setiap orang yang wajib memberikan keterangan atau bukti yang diminta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 tetapi dengan sengaja tidak memberi keterangan atau bukti, atau memberi keterangan atau bukti yang tidak benar dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000 (satu milyar rupiah).
|
18
|
92
|
2
|
Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas nama badan, terhadap badan tersebut dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp3.000.000.000 (tiga milyar rupiah).
|
|
|
|
|
18
|
93
|
1
|
Setiap orang yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak Rp2.000.000.000 (dua milyar rupiah).
|
18
|
93
|
2
|
Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas nama badan, terhadap badan tersebut dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp6.000.000.000 (enam milyar rupiah).
|
|
|
|
|
18
|
94
|
1
|
Setiap orang yang menyebabkan tidak terpenuhinya kewajiban pejabat dan pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah).
|
18
|
94
|
2
|
Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas nama badan, terhadap badan tersebut dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp1.500.000.000 (satu milyar lima ratus juta rupiah).
|
|
|
|
|
18
|
95
|
1
|
Setiap orang yang tidak memberikan data dan informasi yang diminta oleh Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak Rp2.000.000.000 (dua milyar rupiah).
|
18
|
95
|
2
|
Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas nama badan, terhadap badan tersebut dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp6.000.000.000 (enam milyar rupiah).
|
|
|
|
|
18
|
96
|
1
|
Setiap orang yang menyalahgunakan data dan informasi perpajakan sehingga menimbulkan kerugian pajak dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah).
|
18
|
96
|
2
|
Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas nama badan, terhadap badan tersebut dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp1.500.000.000 (satu milyar lima ratus juta rupiah).
|
|
|
|
|
18
|
97
|
1
|
Setiap orang yang menghalangi atau mempersulit penyelidikan Tindak Pidana Pajak dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp300.000.000 (tiga ratus juta rupiah).
|
18
|
97
|
2
|
Apabila tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas nama badan, terhadap badan tersebut dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp900.000.000 (sembilan ratus juta rupiah).
|
|
|
|
|
18
|
98
|
|
Setiap orang yang menghalangi atau mempersulit penyidikan Tindak Pidana Pajak dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak Rp400.000.000 (empat ratus juta rupiah).
|
|
|
|
|
18
|
99
|
1
|
Pegawai Badan Penerimaan Pajak yang karena kealpaannya tidak memenuhi kewajiban merahasiakan jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp50.000.000 (lima puluh juta rupiah).
|
18
|
99
|
2
|
Pegawai Badan Penerimaan Pajak yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban atau seseorang yang menyebabkan tidak dipenuhinya kewajiban pegawai Badan Penerimaan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).
|
18
|
99
|
3
|
Penuntutan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) hanya dilakukan atas pengaduan orang atau badan yang kerahasiaannya dilanggar.
|
|
|
|
|
18
|
100
|
1
|
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 93 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 94 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 95 ayat (1) ayat (2), serta Pasal 99 ayat (1) adalah pelanggaran.
|
18
|
100
|
2
|
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 sampai dengan Pasal 81, Pasal 83 sampai dengan Pasal 92, Pasal 96 sampai dengan Pasal 98, serta Pasal 99 ayat (2) adalah kejahatan.
|
|
|
|
|
18
|
101
|
1
|
Badan merupakan subjek tindak pidana.
|
18
|
101
|
2
|
Tindak pidana dilakukan oleh badan apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang-orang baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain, bertindak dalam lingkungan badan tersebut baik sendiri maupun bersama-sama.
|
18
|
101
|
3
|
Dalam hal Tindak Pidana Pajak dilakukan oleh atau atas nama suatu badan, maka tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap badan dan/atau pengurus atau pimpinannya.
|
18
|
101
|
4
|
Tuntutan pidana terhadap badan tidak menghilangkan tuntutan pidana terhadap orang yang melakukan tindak pidana tersebut.
|
18
|
101
|
5
|
Dalam hal pidana dijatuhkan kepada badan dan pengurus atau pimpinannya, pidana denda dan pidana uang pengganti hanya dijatuhkan kepada badan.
|
|
|
|
|
18
|
102
|
1
|
alam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap badan maka badan tersebut diwakili oleh pengurus atau pimpinan sesuai dengan bentuk hukum badan yang bersangkutan.
|
18
|
102
|
2
|
Hakim dapat memerintahkan supaya pengurus atau pimpinan badan menghadap sendiri di pengadilan dan dapat pula memerintahkan supaya pengurus atau pimpinan tersebut dibawa ke sidang pengadilan.
|
18
|
102
|
3
|
Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap badan, maka panggilan untuk menghadap dan penyerahan surat panggilan tersebut disampaikan ke tempat kedudukan badan atau ke tempat tinggal pengurus atau pimpinannya.
|
|
|
|
|
18
|
103
|
1
|
Selain dijatuhkan pidana pokok berupa pidana denda dan membayar uang pengganti sebesar kerugian pajak, terhadap badan juga dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa:
a. pengumuman putusan hakim;
b. pembekuan sebagian atau seluruh kegiatan usaha badan; c. pencabutan izin usaha;
d. pembubaran dan/atau pelarangan badan;
e. perampasan aset badan untuk negara; dan/atau f. pengambilalihan badan oleh negara.
|
18
|
103
|
2
|
Dalam hal badan tidak mampu membayar pidana denda yang dijatuhkan kepadanya, pidana denda tersebut diganti dengan perampasan harta kekayaan milik badan atau pengurus badan yang nilainya sama dengan putusan pidana denda yang dijatuhkan.
|
18
|
103
|
3
|
Dalam hal penjualan harta kekayaan milik badan yang dirampas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak mencukupi, pidana kurungan pengganti denda dijatuhkan terhadap pengurus badan dengan memperhitungkan denda yang telah dibayar.
|
|
|
|
|
19
|
104
|
|
Penyelidik pajak berwenang melakukan Penyelidikan Tindak Pidana Pajak.
|
|
|
|
|
19
|
105
|
|
Orang pribadi atau badan yang dilakukan penyelidikan mempunyai hak meminta kepada penyelidik untuk:
a. memperlihatkan kartu tanda pengenal penyelidik; dan b. memperlihatkan Surat Perintah Penyelidikan.
|
|
|
|
|
19
|
106
|
|
Dalam melaksanakan penyelidikan, Penyelidik Pajak berwenang: a. meminjam dan memeriksa:
1) benda atau tagihan yang sebagian atau seluruhnya diduga diperoleh dari tindakan pidana atau sebagai hasil dari Tindak Pidana Pajak;
2) benda yang telah dipergunakan secara melakukan Tindak Pidana Pajak mempersiapkannya;
langsung untuk atau untuk
3) benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan Tindak Pidana Pajak;
4) benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan Tindak Pidana Pajak yang dilakukan.
b. mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelola secara elektronik;
c. memasuki dan memeriksa tempat atau ruang, barang bergerak dan/atau tidak bergerak, atau orang yang diduga atau patut diduga digunakan untuk menyimpan benda sebagaimana dimaksud pada huruf a;
d. melakukan penyegelan tempat atau ruang tertentu serta barang bergerak dan/atau barang tidak bergerak;
e. meminta keterangan dan/atau bukti yang diperlukan dari pihak ketiga yang diduga berkaitan dengan Tindak Pidana Pajak yang dilakukan oleh Pembayar Pajak yang dilakukan penyelidikan;
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaa tugas penyelidikan Tindak Pidana Pajak;
g. meminta bantuan dalam rangka pengamanan pelaksanaan penyelidikan Tindak Pidana Pajak; dan
h. melakukan tindakan lain yang diperlukan dalam rangka penyelidikan Tindak Pidana Pajak.
|
|
|
|
|
19
|
107
|
1
|
Penyelidikan Tindak Pidana Pajak ditindaklanjuti dengan: a. Penyidikan Tindak Pidana Pajak;
b. Penghentian Penyelidikan.
|
19
|
107
|
2
|
Penyidikan Tindak Pidana Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dalam hal penyelidikan ditemukan peristiwa Tindak Pidana.
|
19
|
107
|
3
|
Penghentian Penyelidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dalam hal:
a. untuk kepentingan penerimaan negara atas permintaan Pembayar Pajak;
b. tidak terdapat cukup bukti;
c. bukan merupakan Tindak Pidana Pajak;
d. Pembayar Pajak orang pribadi yang dilakukan Penyelidikan meninggal dunia; atau
e. tindak pidana yang menjadi dasar penyelidikan telah daluwarsa.
|
19
|
107
|
4
|
Penghentian penyelidikan atas permintaan Pembayar Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dapat dilakukan sepanjang:
a. Direktur Jenderal Pajak pemberitahuan penyelidikan tindakan penyidikan;
telah menyampaikan tetapi belum dilakukan
b. Pembayar Pajak telah melunasi kekurangan pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya terutang beserta dengan sanksi administrasi sebesar 150% (seratus lima puluh persen) dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, atau yang tidak seharusnya dikembalikan; dan
c. Dalam hal Pembayar Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b maka proses penyelidikan tetap dilanjutkan dan atas pembayaran yang telah dilakukan diakui sebagai pengurang pada kerugian pada pendapatan negara sebesar (2) dua per 5 (lima) dari jumlah pembayaran pokok dan sanksi.
|
|
|
|
|
19
|
108
|
1
|
Dalam rangka pelaksanaan Penyelidikan Tindak Pidana Pajak, Penyelidik Pajak dapat meminta bantuan aparat penegak hukum lain.
|
19
|
108
|
2
|
Jenis bantuan yang diminta sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa:
a. bantuan teknis; b. bantuan taktis;
c. bantuan upaya paksa; dan/atau
d. bantuan konsultasi dalam rangka penyelidikan.
|
19
|
108
|
3
|
Aparat penegak hukum lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memberikan bantuan sesuai dengan permintaan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
|
|
|
|
19
|
109
|
|
Tata cara penyelidikan Tindak Pidana Pajak diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
|
|
|
|
|
19
|
110
|
1
|
Badan Penerimaan Pajak berwenang melakukan Penyidikan Tindak Pidana Pajak.
|
19
|
110
|
2
|
Wewenang Penyidik Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan/atau meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan Tindak Pidana Pajak;
b. meneliti, mencari, dan/atau mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan Tindak Pidana Pajak;
c. meminta keterangan dan/atau bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan Tindak Pidana Pajak;
d. memeriksa buku, catatan, dan/atau dokumen lain berkenaan dengan Tindak Pidana Pajak;
e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan barang bukti pembukuan, pencatatan, dan/atau dokumen lain, serta barang-barang yang diduga berkaitan dengan Tindak Pidana Pajak;
f. melakukan penyitaan terhadap barang-barang yang diduga berkaitan dengan Tindak Pidana Pajak dan/atau barang-barang sebagai pelunasan pidana denda dan uang pengganti kerugian pajak;
g. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan Tindak Pidana Pajak;
h. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan tempat untuk diperiksa;
i. memeriksa identitas orang, benda, dan/atau dokumen yang dibawa, pada saat pemeriksaan sedang berlangsung;
j. memotret seseorang atau objek yang berkaitan dengan Tindak Pidana Pajak;
k. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
l. mendatangkan dan meminta keterangan kepada ahli; m. menghentikan penyidikan;
n. melakukan penangkapan dan/atau penahanan; o. melakukan penyadapan; dan
p. melakukan tindakan lain yang diperlukan untuk kelancaran penyidikan Tindak Pidana Pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan.
|
19
|
110
|
3
|
Penyidik Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
|
19
|
110
|
4
|
Dalam rangka pelaksanaan kewenangan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyidik dapat meminta bantuan aparat penegak hukum lain.
|
19
|
110
|
5
|
Dalam melaksanakan kewenangannya, Penyidik Pajak dapat dilengkapi dengan senjata api yang jenis dan syarat-syarat penggunaannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
|
|
|
|
|
19
|
111
|
|
Penyidik Pajak menghentikan penyidikan dalam hal: a. tidak terdapat cukup bukti;
b. peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana pajak; atau c. penghentian tindak pidana demi hukum
|
|
|
|
|
19
|
112
|
1
|
Untuk kepentingan penerimaan negara, atas permintaan Pembayar Pajak, Penyidik Pajak dapat menghentikan penyidikan Tindak Pidana paling lama dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal surat permintaan, sepanjang perkara pidana tersebut belum dinyatakan lengkap.
|
19
|
112
|
2
|
Penghentian penyidikan Tindak Pidana Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan setelah Pembayar Pajak melunasi pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan dan ditambah dengan sanksi administrasi sebesar 200% (dua ratus persen)kali jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, atau yang tidak seharusnya dikembalikan.
|
|
|
|
|
19
|
113
|
1
|
Dalam hal terjadi tindak pidana yang diketahui seketika, Penyidik Pajak dapat secara langsung mengamankan pelaku, meminta keterangan, meminjam dan/atau memeriksa barang bukti.
|
19
|
113
|
2
|
Dalam hal telah diperoleh Bukti Permulaan yang cukup atas tindak pidana yang diketahui seketika dapat ditindaklanjuti dengan Penyidikan tanpa didahului penyelidikan.
|
19
|
113
|
3
|
Dalam hal tindak pidana diketahui seketika:
a. setiap pegawai Direktorat Jenderal Pajak dapat menangkap pelaku dan mengamankan barang bukti untuk segera diserahkan kepada penyidik; dan
b. Penyidik Pajak wajib menangkap pelaku dan mengamankan barang bukti untuk melakukan pemeriksaan dan tindakan lain dalam rangka penyidikan.
|
19
|
113
|
4
|
Setelah menerima penyerahan pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a penyidik wajib melakukan pemeriksaan dan tindakan lain dalam rangka penyidikan.
|
19
|
113
|
5
|
Penangkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan tanpa surat perintah penangkapan.
|
19
|
113
|
6
|
Dalam hal tindak pidana yang diketahui seketika, Penyidik Pajak berwenang melakukan penggeledahan.
|
|
|
|
|
19
|
114
|
1
|
Dalam hal terdakwa telah dipanggil secara sah, dan tidak hadir di sidang pengadilan tanpa alasan yang sah, maka perkara dapat diperiksa dan diputus tanpa kehadirannya.
|
19
|
114
|
2
|
Dalam hal terdakwa hadir pada sidang berikutnya sebelum putusan dijatuhkan, maka terdakwa wajib diperiksa, dan segala keterangan saksi dan surat-surat yang dibacakan dalam sidang sebelumnya dianggap sebagai diucapkan dalam sidang yang sekarang.
|
19
|
114
|
3
|
Putusan yang dijatuhkan tanpa kehadiran terdakwa diumumkan oleh penuntut umum pada papan pengumuman pengadilan, kantor Pemerintah Daerah, atau diberitahukan kepada kuasanya.
|
19
|
114
|
4
|
Terdakwa atau kuasanya dapat mengajukan banding atas putusan sebagaimanadimaksud dalam ayat (1).
|
19
|
114
|
5
|
Barang hasil dari Tindak Pidana Pajak yang telah disita dalam tahap penyidikan merupakan jaminan atas pelunasan denda pidana dan pajak yang terutang serta biaya lain yang timbul terkait dengan pengurusan barang sitaan.
|
|
|
|
|
19
|
115
|
1
|
Untuk kepentingan penerimaan negara, Jaksa Agung dapat menghentikan penuntutan Tindak Pidana Pajak paling lama dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal surat permintaan, sepanjang perkara pidana tersebut belum dilimpahkan ke pengadilan.
|
19
|
115
|
2
|
Penghentian penuntutan tindak pidana pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan setelah Pembayar Pajak melunasi kerugian pajak dan ditambah dengan sanksi administrasi sebesar 300% (tiga ratus persen) dari jumlah kerugian pajak.
|
|
|
|
|
19
|
116
|
|
Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan serta pelaksanaan putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini.
|
|
|
|
|
20
|
117
|
|
Dalam rangka melaksanakan peraturan perundang-undangan dan perintah tugas jabatan Pegawai Badan Penerimaan Pajak tidak dapat dikenai sanksi administrasi, sanksi perdata, atau sanksi pidana.
|
|
|
|
|
20
|
118
|
1
|
Menteri Keuangan dapat menetapkan kode etik bagi pegawai Badan Penerimaan Pajak.
|
20
|
118
|
2
|
Pegawai Badan Penerimaan Pajak wajib mematuhi kode etik Badan Penerimaan Pajak.
|
20
|
118
|
3
|
Pengawasan pelaksanaan dan penampungan pengaduan pelanggaran kode etik pegawai Badan Penerimaan Pajak dilaksanakan oleh Komite Kode Etik yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Kepala Badan Penerimaan Pajak.
|
|
|
|
|
20
|
119
|
1
|
Badan Penerimaan Pajak dapat diberi insentif atas dasar pencapaian kinerja tertentu.
|
|
|
|
|
20
|
118
|
1
|
Menteri Keuangan dapat menetapkan kode etik bagi pegawai Badan Penerimaan Pajak.
|
20
|
118
|
2
|
Pegawai Badan Penerimaan Pajak wajib mematuhi kode etik Badan Penerimaan Pajak.
|
20
|
118
|
3
|
Pengawasan pelaksanaan dan penampungan pengaduan pelanggaran kode etik pegawai Badan Penerimaan Pajak dilaksanakan oleh Komite Kode Etik yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Kepala Badan Penerimaan Pajak.
|
|
|
|
|
20
|
119
|
1
|
Badan Penerimaan Pajak dapat diberi insentif atas dasar pencapaian kinerja tertentu.
|
20
|
119
|
2
|
Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaksudkan untuk:
a. meningkatkan kinerja pegawai Badan Penerimaan Pajak;
b. pendidikan dan latihan bagi pegawai Badan Penerimaan Pajak;
c. pembangunan infrastruktur Badan Penerimaan Pajak;
d. pembangunan sistem informasi perpajakan dan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; dan
e. kegiatan lain yang ditetapkan oleh Kepala Badan Penerimaan Pajak.
|
20
|
119
|
3
|
Insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan 10% (sepuluh persen) yang dihitungberdasarkan pertumbuhan penerimaan pajak dalam suatu tahun dibandingkan dengan penerimaan pajak tahun sebelumnya, setelah dikurangi besarnya angka inflasi dan pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya.
|
20
|
119
|
4
|
Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
|
20
|
119
|
5
|
Tata cara pemberian dan pemanfaatan insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Kepala Badan Penerimaan Pajak.
|
|
|
|
|
20
|
120
|
|
Perubahan besarnya sanksi administrasi berupa bunga, denda administrasi, dan kenaikan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
|
|
|
|
|
20
|
121
|
|
Hal-hal yang belum cukup diatur dalam undang-undang ini, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah
|
|
|
|
|
21
|
122
|
|
Terhadap semua hak, kewajiban, dan tata cara perpajakan yang belum diselesaikan, kecuali besarnya sanksi administrasi dan imbalan bunga diberlakukan ketentuan Undang-undang ini. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini denganpenempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
|