KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
__________________________________________________________________________________
23 Desember 2019
SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR SE - 35/PJ/2019
TENTANG
PETUNJUK PELAKSANAAN PENDAFTARAN WAJIB PAJAK DAN PEMBERIAN
NOMOR POKOK WAJIB PAJAK SECARA ELEKTRONIK MELALUI
SISTEM ADMINISTRASI BADAN HUKUM DAN
SISTEM PERIZINAN BERUSAHA TERINTEGRASI SECARA ELEKTRONIK
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
A. Umum
Sehubungan dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-20/PJ/2018 tanggal 10 September 2018 tentang Tata Cara Pendaftaran Wajib Pajak dan Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak Secara Elektronik melalui Sistem Administrasi Badan Hukum dan Sistem Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik, perlu disusun Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak sebagai petunjuk pelaksanaan atas Pendaftaran Wajib Pajak dan Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak secara elektronik melalui Sistem Administrasi Badan Hukum dan Sistem Perizinan Berusaha Terintegrasi secara elektronik.
B. Maksud dan Tujuan
1. Maksud
Surat Edaran Direktur Jenderal ini dimaksudkan sebagai pedoman dan acuan dalam pelaksanaan pendaftaran Wajib Pajak dan pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak secara elektronik melalui Sistem Administrasi Badan Hukum dan Sistem Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik sebagaimana dimaksud pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-20/PJ/2018.
2. Tujuan
Surat Edaran Direktur Jenderal ini bertujuan untuk:
a. menjelaskan proses bisnis pendaftaran Wajib Pajak dan pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak secara elektronik melalui Sistem Administrasi Badan Hukum dan Sistem Perizinan Berusaha Terintegrasi secara elektronik; dan
b. memberikan kepastian hukum, kemudahan dan pelayanan prima kepada Wajib Pajak.
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup Surat Edaran Direktur Jenderal ini mengatur hal-hal sebagai berikut:
1. Pengertian.
2. Ketentuan Umum.
3. Tindak Lanjut Pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak secara Elektronik Melalui SABH dan OSS.
D. Dasar
1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 162, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5268);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6215);
4. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.03/2017 tanggal 31 Oktober 2017 tentang Tata Cara Pendaftaran Wajib Pajak dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak Serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.03/2014 tentang Persyaratan serta Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Seorang Kuasa;
6. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-20/PJ/2013 tanggal 30 Mei 2013 tentang Tata Cara Pendaftaran dan Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak, Pelaporan Usaha dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, serta Perubahan Data dan Pemindahan Wajib Pajak sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-02/PJ/2018; dan
7. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-20/PJ/2018 tanggal 10 September 2018 tentang Tata Cara Pendaftaran Wajib Pajak dan Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak Secara Elektronik melalui Sistem Administrasi Badan Hukum dan Sistem Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik.
E. Materi
1. Pengertian
a. Nomor Pokok Wajib Pajak yang selanjutnya disingkat NPWP adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.
b. Pelaku Usaha adalah perseorangan atau non perseorangan yang melakukan kegiatan usaha pada bidang tertentu.
c. Nomor Induk Berusaha yang selanjutnya disingkat NIB adalah identitas Pelaku Usaha yang diterbitkan oleh Lembaga OSS setelah Pelaku Usaha melakukan Pendaftaran.
d. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
e. Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.
f. Kantor Pelayanan Pajak yang selanjutnya disingkat KPP adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak.
g. Sistem Administrasi Badan Hukum yang selanjutnya disingkat SABH adalah pelayanan jasa teknologi informasi Perseroan secara elektronik yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum.
h. Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau Online Single Submission yang selanjutnya disingkat OSS adalah Perizinan Berusaha yang diterbitkan oleh Lembaga OSS untuk dan atas nama menteri, pimpinan lembaga, gubernur, atau bupati/walikota kepada pelaku usaha melalui sistem elektronik yang terintegrasi.
2. Ketentuan Umum
a. Wajib Pajak Pelaku Usaha yang belum memiliki NPWP dapat mengajukan permohonan pendaftaran NPWP melalui SABH dan OSS yang terintegrasi dengan sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak.
b. Permohonan pendaftaran NPWP sebagaimana dimaksud pada huruf a dilakukan secara elektronik sesuai dengan ketentuan yang mengatur tentang tata cara pendaftaran Wajib Pajak dan penghapusan NPWP serta pengukuhan dan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
c. Pelaku usaha yang dapat mengajukan permohonan pendaftaran NPWP melalui SABH dan OSS meliputi:
1) Orang Pribadi;
2) Pelaku Usaha Badan dengan status pusat melalui Notaris;
d. Pendaftaran NPWP harus dilengkapi dengan dokumen yang dipersyaratkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tata cara pendaftaran Wajib Pajak dan penghapusan NPWP serta pengukuhan dan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
e. Untuk mendukung program peningkatan kemudahan berusaha (ease of doing business) bagi Wajib Pajak, unit vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang menangani pendaftaran Wajib Pajak agar tidak menambahkan dokumen persyaratan pendaftaran Wajib Pajak selain yang telah ditentukan dalam PER-02/PJ/2018 seperti dokumen izin kegiatan usaha yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang atau surat keterangan domisili usaha atau pekerjaan bebas.
3. Tindak Lanjut Pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak Secara Elektronik Melalui SABH dan OSS
a. KPP Tempat Wajib Pajak terdaftar melakukan tindak lanjut dengan mencetak kartu NPWP dan Surat Keterangan Terdaftar paling lama 1 (satu) hari kerja setelah Wajib Pajak terdaftar.
b. KPP melakukan penelitian terhadap kelengkapan dokumen yang dterima dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah Wajib Pajak terdaftar.
c. Dalam hal data terkait informasi pengurus dan komposisi pemegang saham Wajib Pajak Badan dapat diakses secara elektronik melalui basis data administrasi DJP, maka tidak diperlukan mekanisme permintaan kelengkapan dokumen akta pendirian yang disahkan oleh notaris, identitas diri pengurus, dan surat pernyataan bermeterai kepada notaris atau Pelaku Usaha.
d. KPP mengirimkan surat permintaan klarifikasi/pemenuhan kelengkapan dokumen dalam hal:
1) KPP belum menerima kelengkapan dokumen yang dipersyaratkan lebih dari 30 (tiga puluh) hari kalender setelah tanggal terdaftar; dan/atau
2) KPP telah menerima kelengkapan dokumen yang dipersyaratkan namun terdapat data yang tidak sesuai dengan data pada sistem informasi Direktorat Jenderal Pajak.
e. KPP melakukan monitoring atas Surat Permintaan Klarifikasi/Pemenuhan Kelengkapan Dokumen yang telah dikirimkan, dan menindaklanjuti dengan:
1) mengarsipkan dokumen Wajib Pajak, dalam hal Notaris atau Pelaku Usaha menyampaikan klarifikasi atau pemenuhan kelengkapan dokumen yang diminta sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan dalam Surat Permintaan Klarifikasi/Pemenuhan Kelengkapan Dokumen.
2) membuat daftar Wajib Pajak untuk ditetapkan sebagai Wajib Pajak Non-Efektif, dalam hal Notaris atau Pelaku Usaha tidak menyampaikan klarifikasi atau pemenuhan kelengkapan dokumen yang diminta sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan dalam Surat Permintaan Klarifikasi/Pemenuhan Kelengkapan Dokumen.
f. Petunjuk Pelaksanaan Tindak Lanjut Pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak Secara Elektronik Melalui SABH dan OSS adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini;
g. Format Laporan Hasil Penelitian Penetapan Wajib Pajak Non-Efektif adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Surat Edaran Direktur Jenderal ini;
F. Penutup
Surat Edaran Direktur Jenderal ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Demikian Surat Edaran Direktur Jenderal ini disampaikan untuk diketahui dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
.
.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 23 Desember 2019
DIREKTUR JENDERAL,
ttd
SURYO UTOMO